Saat itu Raina pergi ke kantor bermaksud untuk bertemu dengan ayahnya. Bersamaan dengan itu, ia tidak sengaja bertemu dengan Rian di lorong kantornya. Tapi Rian tidak memperhatikan dirinya, Rian tampak fokus dengan langkahnya.
Raina yang saat itu penasaran berjalan mendekati salah satu staf yang ada di kantor itu dimana jaraknya tidak terlalu jauh darinya.
"Siapa pria itu?" tanya Raina seraya menunjuk kearah Rian yang saat itu sedang berjalan di lorong kantor.
Staf yang ditanya oleh Raina itu menoleh untuk melihat siapa yang dimaksud oleh atasannya itu di mana ia dapat melihat Rian yang saat itu sedang berjalan dan ia pun menjawab, "Oh, itu manager di sini nona. Namanya Rian Sanjaya."
Raina yang saat itu mendengarnya cukup bingung mengingat sebelumnya bukanlah Rian sebagai manajer yang ada di sana.
"Bukankah manajer di kantor ini Max?" tanya Raina rasa bingung karena yang ia tahu Max lah yang menjadi manajer di sana.
"Tuan Max sudah lama dipecat karena ia melakukan penggelapan uang perusahaan yang membuat perusahaan menjadi rugi besar." jelas tokoh tersebut kepada Raina yang mendapat anggukan kepala dari Raina sendiri.
"Baiklah, lanjutkan pekerjaan." kata Raina yang saat itu masih setia menatap Rian sampai dia masuk ke dalam ruangannya.
Sejak saat itulah Raina mulai menyukai Rian, yang bisa dikatakan Cinta pada pandangan pertama atau mungkin saja itu bisa dibilang terobsesi. Tidak ada yang tahu mengingat sekali orang yang mencintai seseorang berubah menjadi obsesi.
Kembali pada kenyataan di mana Raina saat ini bersama Rian di perusahaannya tepatnya di dalam ruangan Rian.
"Apa yang kau maksud?" tanya Rian saat mendapatkan pertanyaan itu.
"Seperti yang aku katakan, aku menyukaimu dan ingin menjadi bagian dari kisah hidupnya. Untuk itu bagaimana kalau kita menjadi sepasang kekasih, mungkin?" kata Raina Seraya menyentuh dada Rian dengan senyuman menggodanya. "Tentu saja aku bisa memerintahkan Ayahku untuk menaikkan jabatanmu. Bukankah ini penawaran yang begitu menggiurkan? Aku juga bisa memberikan semua yang kau inginkan." lanjutnya masih dengan kegiatan yang sama.
"Uang? Mobil? Rumah? Apapun itu yang kau inginkan asalkan kau mau menjadi milikku."
"Gila! Wanita ini benar-benar gila!" gertak Rian dalam hati. "Aku tidak mungkin menolaknya. Jika aku menolaknya dia pasti melakukan hal yang mungkin saja membuatku keluar dari perusahaan ini. Dia bisa saja mengadukannya pada ayahnya yang bodoh itu." Lanjutnya dalam hati dimana ia kini menatap Raina dengan tatapan dinginnya.
"Kalau itu terjadi dan aku benar-benar dipecat dari tempat ini maka semua Rencanaku yang telah aku susun selama ini akan gagal saat itu juga." Rian tampak sedang memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
Di satu sisi dia sangat jijik kepada Raina dengan sikapnya yang seperti perempuan rendahan. Ia ingin menolaknya, namun disisi lain ia tidak dapat menolaknya mengingat posisinya saat itu bisa saja terancam.
Rian tampak menghalalkan nafasnya secara kasar karena ia tidak punya pilihan lain. "Huft! Mungkin aku akan menerima tawarannya dan mungkin saja aku bisa memanfaatkannya nanti di kemudian hari." Rian tampaknya masih berbicara dalam hatinya, dia tampaknya masih berperang dengan pikirannya serta apa yang akan terjadi di kemudian hari. Bahkan kini di bibirnya kini tercetak seringaian kecil.
Raina yang melihat Rian terdiam begitu lama itu membuatnya menjadi tidak sabar dan ia ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Untuk itu dia memberanikan diri mengeluarkan suaranya dan berkata, "Bagaimana tuan Rian yang terhormat? Aku tidak pernah memberikan tawaran seperti ini kepada orang lain. Kau orang pertama yang mendapatkan tawaran itu." Kata Raina yang masih setia menatap Rian dengan segala godaannya.
"Kau sangat tahu kalau tawaran yang aku berikan ini tidak akan membuatmu rugi melainkan sangat menguntungkanmu." Katanya terus saja menggoda Rian yang saat itu sedang berperang dengan pikirannya sendiri.
Sampai dimana suara Rian membuat Raina tersenyum penuh kemenangan.
"Baiklah, aku terima tawaranmu. Aku akan menjadi kekasihmu." Jawab Rian masih dengan wajah khas nya yang datar.
"Benarkah?" Tanya Raina terdengar dari suaranya kalau dia benar-benar bahagia mendapat jawaban dari Rian yang mau menerimanya menjadi kekasihnya.
"Aku harap kau tidak melupakan tawaranmu." Celetuk Rian membuat Raina tersenyum puas.
Hubungan itu tidak akan berjalan dengan lancar dimana hubungan itu terjadi karena adanya jaminan. Mereka melakukan hubungan tidak sehat dimana cepat atau lambat hubungan itu harus berakhir. Mereka hanya melakukan hubungan saling menguntungkan untuk diri mereka sendiri.
Rian dengan segala akses yang ia dapat di perusahaan itu, sementara Raina mendapatkan Rian menjadi miliknya dalam artian hanya raga saja. Tidak dengan jiwanya.
"Tentu saja, aku akan mengabulkan semua permintaanmu mulai sekarang. Kau bisa meminta padaku apapun itu." Seru Raina membuat Rian mengumpat.
Ia tidak memerlukan semua itu, dia tidak serendah itu menyerahkan dirinya dengan tawaran harta yang bahkan ia memiliki lebih banyak dari perempuan itu.
Cih!
"Berhubung kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih, ada baiknya kita bertukar nomor telepon untuk menghubungi satu sama lain." Kata Raina menyodorkan handphonenya kepada Rian demi mendapatkan nomor Rian.
Bukan kah itu langkah awal untuk mereka yang telah resmi menjadi sepasang kekasih? Komunikasi merupakan hal penting untuk membuat suatu hubungan menjadi lebih baik dan semakin baik.
Rian mengambil handphone milik Raina yang saat ini tengah Raina sodorkan ke arahnya dan saat handphone itu sudah beralih dalam genggamannya, ia langsung saja mengetikkan nomor teleponnya di sana yang setelahnya ia mengembalikan handphone itu pada pemiliknya.
"Ini." Kata Rian singkat yang langsung diterima oleh Raina.
Di sana Raina mengecek sekali lagi untuk memastikan dan tampak jelas di sana wajah berseri Raina. Dia sangat bahagia hari ini karena dia mendapatkan apa yang ia inginkan.
"Terimakasih sayangku, kita akan bertemu besok lagi. Aku masih ada urusan lain yang harus aku lakukan." Kata Raina berpamitan yang saat itu ia langsung saja mencium pipi Rian tanpa permisi yang setelahnya ia langsung pergi dari ruangan Rian.
Rian yang mendapatkan serangan mendadak itu langsung saja mengelap bekas ciuman Raina yang melekat di pipinya dimana saat itu Raina telah meninggalkan ruangannya.
"Gila! Sangat menjijikkan!" Kata Rian masih setia membersihkan pipinya dari kuman seakan Raina itu virus yang ingin menyerangnya.
"Kenapa wanita gila itu harus muncul?! Itu bisa membuat rencanaku menjadi lebih sulit, dia pasti akan mempersulitkanku!" Kata Rian lagi berjalan ke arah kursi kerjanya dan langsung duduk di sana.
Ia saat ini sedang memikirkan segala sesuatu yang akan terjadi ke depannya dimana dengan sialnya ia mendapat kekasih yang membuatnya sangat risih. Kalau bukan karena pekerjaan, mungkin ia sudah menolaknya mentah-mentah.