Terlihat seorang laik-laki sedang sibuk dengan laptopnya di ruangannya dan terlihat dari arah pintu ada seseorang yang masuk seraya memanggil namanya.
"Rian ku sayang~" katanya dengan suara manja.
Saat mendengar dan melihat sumber suara itu, Rian tampak memutar bola mantanya malas.
"Kenapa harus dia yang datang." Gerutu Rian dalam hati yang merasa jengkel akan kehadiran orang itu.
"Sayang, apa kau sudah makan siang?" Tanya Raini sambil memeluk Rian manja dari belakang.
"Belum." Jawab Rian singkat.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita makan siang bersama di luar?" Ajaknya masih setia memeluk Rian dari belakang.
"Tidak bisa, aku masih punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan." Kata Rian tanpa memperfulikan perkataan Raini yang masih saja memeluknya dengan manja.
"Oh ayolah sayang, ini merupakan kali pertamanya kita melakukan makan bersama setelah menjadi sepasang kekasih." Ucapnya melepas pelukannya dan kini ia berpindah ke kursi yang ada di depan Rian.
"Astaga, kenapa ada wanita yang begitu menyebalkan seperti dia! Kalau saja aku tidak menyembunyikan identitasku, mungkin aku sudah menghilangkan nyawanya dengan menembak kepalanya itu!" Umpat Rian dalam hati yang jelas saja tidak ada seorangpun yang dapat mendengarnya.
"Hah! Demi rencana ini berhasil, aku harus bersabar dan terus melakukan sandiwara ini." Lanjutnya lagi dalam hati.
Rian sedikitnya menarik napas senjenak dan berkata, "Baiklah, ayo." Pada akhirnya Rian menyetujui ajalan dari wanita itu seraya memperbaiki jasnya.
Raini yang mendapat respon seperti itu ikut berdiri dan langsung saja ia menggandeng tangan Rian dengan perasaan senang.
"Ayo sayang." Katanya berjalan keluar dari ruang kerja Rian seraya menggandeng tangannya.
Saat mereka berjalan berdua dengan bergandengan tangan seperti itu membuat tatapan semua orang kini memandang ke arah mereka berdua membuat mereka menjadi pusat perhatian. Semua orang yang ada di sana kini mulai berbisik melihat mereka yang tampak mesra seperti itu. Tetapi mereka yang menjadi pusat perhatian itu tidak peduli dan terus saja berjalan ke arah pintu keluar.
Pergi meninggalkan area kantor dan berakhir di suatu restauran yang letaknya berada tidak jauh dari kantor mereka dimana kini mereka telah duduk di dalam restauran itu serta memesan makanan yang hendak mereka makan.
Di saat mereka sedang menunggu makanan yang mereka pesan, tiba-tiba saja Rian mendapatkan telepon dari seseorang. Untuk itu ia melihat handphonenya demi mengetahui siapa yang yang menghubunginya.
"Tunggu sebentar, aku akan mengangkat telpon dulu." Kata Rian pamit untuk mengangkat panggilan itu.
"Baiklah, pergilah sayang." Jawab Raini seraya melihat ke arah Rian.
Saat itu juga Rian beranjak dan mulai menjauh dari tempat Raini berada mengingat saat itu yang menghubungunya merupakan akan buahnya.
"Ada apa?" Tanya Rian singat.
"Maaf tuan Rian, sepertinya ada sedikit masalah mengenai berkas yang anda berikan pada saya." Katanya membuat Rian mengerutkan keningnya bingung.
"Apa maksudmu?" Tanya Rian lagi.
"Sekali lagi maaf tuan, berkas yang anda serahkan itu merupakan berkas kerja sama yang sudah dipakai Cenaya Company untuk kerja samanya dengan Fortune Company." Jelas anak buat Rian.
"Apa?! Bagaimana biasa?!" Tanya Rian tidak percaya karena ia sangat tahu berkas itu masih belum terkontrak dengan perusahaan yang bersangkutan.
Anak buahnya itu tampak diam sejenak membiarkan Rian untuk melampiaskan kekesalannya sebelum ia kembali membuka suaranya. "Saya tidak tahu pastinya mengapa tuan, tapi apa tuan tidak curiga kalau berkas itu membawa tuan masuk ke dalam jebakan mereka? Saya tidak tahu pastinya, mungkin mereka sudah menaruh curiga dan mereka sudah menyadari keberadaan anda. Tapi ini masih prediksi saya tuan, maaf kalau saya telah lancang."
Rian tampak mengumpat di sana. "Aku yakin mereka tidak akan menyadarinya bahkan menaruh curiga denganku." Kata Rian mengacak-acak rambutnya dengan kasar, seketika ia menjadi frustasi.
"Baiklah kalau begitu, aku akan selidiki masalah ini lagi. Nanti aku akan aku hubungi lagi denganmu tentang kelanjutannya."
"Baik tuan."
Setelahnya sambungan itu terputus dengan Rian yang mematikan sambungan itu dan kemudian beranjak untuk kembali ke meja dimana Raini berada saat ini.
Rian dapat melihat Raini dengan tatapan khasnya saat wanita itu melihatnya yang berjalan ke arahnya.
"Ada apa sayang?" Tanya Riani karena merasa bingung dengan tatapannya Rian saat ini.
"Tidak apa sayang." Jawab Rian singkat.
"Apa aku harus bertahan lebih lama lagi di perusahaan itu?" Tanya Rian dalam hati yang tentunya ia juga yang menjawab.
"Hah! Sudahlah, aky akan memanfaatkan wanita ini aja demi mendapatkan keuntunganku." Lanjutnya lagi dalam hati.
"Raini, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Kata Rian sambil menatap Raini.
"Huh? Raini?" Bukannya menyahut, Raini malah memberikan pertanyaan pada Rian. "Dari tadi aku memanggilmu sayang dan kau memanggilku hanya nama saja?" Lanjutnya sedikit kesal pada Rian yang sedari tadi hanya memanggil namanya.
"Baiklah sayang, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Ulang Rian yang kali ini ia memanggil dengan panggilan sayang untuk Raini.
"Sangat menjijikkan." Kata Rian dalam hati.
"Nah begitu dong, kan enak didengar." Kata Raini senang mendapat perlakuan seperti itu. "Apa yang ingin kau tanyakan sayang?" Lanjutnya lagi.
"Aku hanya ingin bertanya mengenai kerjasama dengan Fortune Company."
"Ada apa dengan kerjasama itu?" Seketika wajah Raini berubah saat mendapat pertanyaan mengenai hal itu.
"Bukankah kita mau menjalin kerjasama dengan perusahaan itu?" Tanya Rian.
"Iya benar, memangnya kenapa?"
"Apa sebelumnya kita pernah bekerjasama dengan mereka sebelumnya? Untuk berkas yang akaj kita serahkan nanti, apakah itu sudah selesai?" Tanya Rian.
"Aku tidak tahu pasti tentang itu. Memangnya untuk apa kau bertanya?" Tanya Raini seakan menuntut jawaban.
"Tidak apa, hanya saja aku tidak ada diberitahu sama sekali oleh ayah mengenai kerjasama itu." Kata Rian berbohong melakukan aksinya.
Ia harus berhati-hati supaya Raini tidak menaruh curiga padanya.
"Ayahku itu orangnya susah sekali untuk percaya dengan orang lain sehingga sangat sulit untuk seseorang mendapatkan kepercayaan darinya. Jadi, mungkin saja ayah masih belum percaya padamu apa lagi kau baru beberapa bulan bekerja di kantor ayahku bukan?" Jelas Raini ringan.
"Tapi kau tenang aja, cepat atau lambat ayahku juga akan mulai percaya padamu." Lanjutnya yang kini menggenggam tangan Rian agar kekasihnya itu tidak terlalu cemas mengenai hal itu.
"Apa lagi sekarang kau itu kekasihku, jadi aku pikir kau akan lebih mudah mendapatkan kepercayaan dari ayahku. Percayalah padaku ya sayang." Raini tersenyum kepada Rian yang berada tepat di depannya saat ini.
Rian tampak menghelakan napasnya, itu artinya ia masih memerlukan waktu lebih banyak lagi untuk itu.
"Baiklah sayang, aku percaya padamu." Kata Rian seraya memberikan senyuman palsunya pada Raini.
Ia harus bisa bertahan lebih lama lagi.