Chereads / Everything Will Change / Chapter 14 - EWC 14

Chapter 14 - EWC 14

"Kalau saja aku tidak memperdulikan jabatannya sebagai anak dari pemilik perusahaan ini dan seseorang yang bisa aku manfaatkan dikemudian hari, mungkin aku sudah menjualnya untuk dijadikan wanita penghibur di pasar gelap." Kata Rian menatap tajam ke arah pintu tepat dimana Raina keluar dari ruangannya karena memang itu menjadi pintu satu-satunya yang menjadi akses keluar masuk.

Tidak ada pintu lain selain itu, jadi tidak ada jalan keluar selain dari sana kecuali kau mau lompat dari jendela ke lantai dasar yang tentu saja nyawamu akan menghilang.

-EWC-

Hari semakin gelap dan itu menandakan kalau mereka sudah bisa kembali ke rumah mereka masing-masing, Dil dan para pegawai lainnya sudah bisa kembali ke kediaman mereka. Untuk itu saat ini Dila sedang mengganti seragam kerjanya dengan pakaian bebas yang ia pakai tadi di ruang ganti.

Setelah Dila selesai mengganti pakaiannya, tentu saja ia beranjak keluar dari sana dan berjalan ke luar restauran. Ia akan meninggalkan restauran itu bermaksud untuk kembali ke rumahnya.

Seperti biasa, sebelumnya ia akan berpamitan kepada semua teman kerjanya terutama Mita karena mereka semua berbeda arah. Itu kenapa tidak ada dari mereka yang pulang bersama kecuali mereka telah janjian untuk melakukan perjalanan yang sama.

Namun tidak menutup kemungkinan kalau mereka bisa berjalan bersama hanya pada titik tertentu seperti saat ini Dila sedang berjalan bersama Mita sampai akhirnya mereka harus berpisah di tengah jalan mengingat mereka beda arah.

"Aku duluan ya Dil." Kata Mita seraya berpamitan meninggalkan Dila di sana yang saat itu ia harus melanjutkan perjalanannya.

"Hum, hati-hati ya." Jawab Dila yang ikut melambaikan tangannya ke arah Mita.

Setelahnya Dila kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke halte bus seraya memikirkan kejadian yang tadi ia alami saat ia menumpahkan minuman itu pada Rian dan ia tampak bergumam dalam setiap langkahnya.

"Bagaimana bisa ada laki-laki gila seperti itu? Dia benar-benar gila! Dia ingin membunuh orang karena aku tidak sengaja menumpahkan minuman itu padanya? Gila! Sangat gila!" Gumamnya masih tidak percaya dengan semua itu.

"Ya Tuhan aku mohon semoga aku tidak pernah bertemu dengan orang gila seperti mereka. Aku tidak tahu harus bagaimana kalau aku kembali bertemu mereka." Doanya menatap ke arah langit yang memohon kepada sang pencipta agar doanya terkabulkan.

"Kalau aku bertemu dengan mereka, bisa saja aku benar-benar kehilangan nyawaku. Huh! Aku bisa gila kalau seperti ini." Kata Dila masih setia mengoceh sepanjang jalan menuju ke halte bus yang menjadi tempat tujuannya saat ini.

Dia terus berjalan sampai akhirnya ia telah sampai di halte yang bersamaan dengan bus sudah terparkir di sana seakan sedang menunggu kedatangannya padahal itu hanya suatu kebetulan saja. Dila tentunya langsung naik ke bus tersebut yang setelahnya bus itu melaju untuk menuju ke arah halte bus selanjutnya dimana itu menjadi tempat tujuan Dila.

Saat itu perjalanan hanya memakan waktu beberapa menit saja karena bus itu melaju cukup cepat hingga ia telah sampai di halte yang ada di dekat rumahnya.

Dila pun turun dari bus itu yang setelahnya ia kembali berjalan menuju ke rumahnya.

Sesampainya ia di rumah, Dila tidak menemukan keberadaan sang ibu di ruang tamu seperti biasa dimana ibunya itu pasti menunggu kedatangannya di sana saat ia pulang dari tempatnya bekerja.

Untuk itu Dila melangkah lebih dalam lagi ke rumahnya yang tentunya ia telah membuka sepatunya sebelum ia melangkah masuk. Ia berjalan ke arah kamar sang ibu yang sesampainya di kamar ibunya itu, ia dapat melihat sang adik berada di sana tepat di samping ibunya. Saat itu ia dapat melihat ibunya yang sedang batuk dan tidak berhenti sampai ia sudah berada di depan dua orang tersayangnya.

"Ibu? Apakah ibu masih batuk?" Tanya Dila menatap sang adik dan berkata, "Apa batuk ibu tidak berhenti dari pagi tadi?" Tanyanya yang mendapat gelengan sebagai jawaban dari pertanyaan Dila saat itu.

Dila tampak khawatir, itu sangat jelas tercetak di wajahnya.

"Bagaimana kalau kita ke rumah sakit aja ya bu?" Kata Dila sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya.

"Aku juga sudah mengatakan itu sama ibu, aku sudah berulang kali mengajak ibu untuk pergi ke rumah sakit. Tapi ibu terus saja menolaknya, aku tidak tahu harus bagaimana lagi."  Kata Lucas yang saat itu tengah duduk di kasur tepat di samping ibunya seraya mengelus punggung sang ibu berharap batuk ibunya segera hilang.

"Tidak perlu nak, ini hanya batuk biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri kok." Kata ibu Dila sambil memegang dadanya yang sepertinya ia merasa lelah akibat batuknya yang tidak kunjung berhenti.

"Ayolah bu, tadi pagi ibu juga mengatakan itu. Tapi apa? Batuknya tidak hilang. Sebaiknya kita ke rumah sakit sebelum semakin parah." Sahut Lucas merasa sedih dengan kesehatan ibunya saat ini.

Uhuk... Uhuk...

"Tidak apa nak, lagi pula uangnya sayang karena itu untuk uang sekolah Lucas yang sebentar lagi harus kita bayar." Sahut ibunya membuat Dila mengerti sekarang kenapa ibunya tidak ingin dibawa ke rumah sakit.

Ibunya memikirkan keuangan mereka dan khawatir kalau semuanya menjadi tidak terkendali di saat yang bersamaan.

"Ibu tenang saja, aku masih ada uang tabungan untuk itu. Jadi ibu tidak perlu mengkhawatirkannya." Kata Dila berusaha untuk meyakinkan ibunya agar ibunya itu mau dibawa ke rumah sakit.

"Tidak perlu sayang, simpan saja uangnya. Ini hanya batuk biasa, tenang saja. Kalian tidak perlu khawatir." Katanya meyakinkan kedua anaknya.

"Kalau begitu mulai besok ibu tidak perlu bekerja lagi." Kata Dila tidak ingin membuat ibunya semakin sakit.

"Tidak nak, jika ibu tidak bekerja nanti bagaimana cara kita memenuhi kebutuhan kita sehari-hari nak?" Ibunya menolak perkataan Dila dimana anaknya itu memberi saran supaya ia tidak bekerja lagi.

"Ibu tenang aja, aku yang akan bekerja." Kata Dila mantap.

"Tapi nak, uang darimu itu tidak akan bisa mencukupi semua kebutuhan kita. Kita harus Membayar uang sekolah adikmu, uang sewa rumah dan keperluan lainnya nak." Kata ibunya menggenggam tangan Dila dan menatapnya penuh kasih sayang. "Ibu tidak ingin memberikan semua beban itu sepenuhnya kepadamu " lanjutnya yang masih saja mendapatkan ekspresi wajah anaknya yang khawatir kepada ibunya.

"Tapi ibu--" Belum sempat Dila berbicara, ibunya itu langsung saja memotong perkataannya.

"Tenang saja, sekarang pergilah mandi dan istirahat. Ibu tahu kau pasti sangat lelah habis dari kerja." Katanya menyuruh Dila untuk segera mengistirahatkan tubuhnya.

Dila diam, ia masih mengkhawatirkan kondisi ibunya. "Ibu yakin tidak ingin pergi ke rumah sakit?" Katanya sekali lagi berharap ibunya itu berubah pikiran dan mau pergi ke rumah sakit untuk berobat.