Chereads / Hi's Like, Idiot But Psiko / Chapter 3 - Tangkap Dia

Chapter 3 - Tangkap Dia

Suara teriakan Adrian terdengar karena jari jemarinya mulai di potong satu persatu dengan sadis. Mereka tidak memberi ampun sama sekali walau Adrian berusaha memohon. Adrian tidak berdaya, kedua orangtuanya sudah mati dan kini tersisa adiknya saja. Dia harap Aleandra dapat selamat karena dia yakin jika dia sudah tidak mungkin bisa selamat lagi.

Aleandra menyembunyikan diri di dalam kamar, pintu terkunci rapat dan sebuah lemari yang dia dorong dengan susah payah menghalangi daun pintu. Setidaknya benda itu bisa menghambat para penjahat yang mengincar nyawanya agar tidak masuk ke dalam sana.

Para penjahat di luar sana tidak menyerah. mereka menembaki daun pintu dengan membabi buta. Aleandra menutup telinga, dia terduduk di samping pintu sambil menangis.

Entah mereka siapa yang pasti dia harus menyelamatkan diri. Suara tembakan sudah berhenti, Aleandra berharap orang-orang itu sudah pergi tapi sayangnya tidak lama kemudian, sebuah benda berat menghantam pintu kamarnya.

"Lagi!" terdengar seseorang berteriak di luar sana dan lagi-lagi pintu kamarnya di hantam dengan keras.

Aleandra beranjak, gadis itu melangkah mundur sambil melihat pintu kamar yang mulai hancur. Tidak bisa, dia tidak bisa bertahan di kamar itu begitu lama karena orang-orang itu akan menangkap dirinya. Daun pintu pun semakin hancur, seseorang memasukkan tangannya untuk menggapai gagang pintu. Tidak mau berlama-lama, Aleandra memutar langkah dan berlari menuju balkon. Hanya satu cara yang dia punya yaitu lompat dari lantai dua dan lari.

Para penjahat itu dapat melihat Aleandra karena daun pintu yang sudah hancur, mereka juga berusaha mendorong pintu karena kunci sudah terbuka.

"Dia lari!" seseorang berteriak.

Pintu sudah terbuka, para penjahat itu berlari masuk ke dalam dan menembaki Alendra yang sudah keluar ke balkon. Aleandra semakin panik, lompat atau mati hanya dua pilihan yang dia punya.

"Berhenti kau!" timah panas kembali menghujani Aleandra. Karena sudah terpojok, teriakan Aleandra terdengar karena dia sedang melompat ke bawah saat itu.

Tubuh Aleandra berguling di antara rerumputan, sedangkan orang-orang itu mulai berpencar. Ada yang menembaki Aleandra, ada pula yang turun ke bawah untuk menangkap Aleandra karena mereka harus membawa gadis itu dalam keadaan hidup atau mati.

Aleandra meringis karena dia merasa tangannya keseleo. Dia segera bergegas untuk bangkit karena dia tidak boleh berlama-lama. Walau dengan perasaan hancur dan sedih luar biasa harus menyaksikan kematian kedua orangtuanya, dia harus pergi untuk menyelamatkan diri. Bagaimanapun dia tidak mau mati mengenaskan dan dia harap sang kakak bisa bertahan walaupun itu hal yang mustahil.

Sambil menahan rasa sakit, Aleandra berlari ke arah hutan yang gelap. Dia harus bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Sebagian dari penjahat itu mengejarnya, Aleandra lari tanpa tujuan dengan kaki yang telanjang.

"Bagaimana?" sang pemimpin bertanya pada anak buahnya yang menghampirinya untuk memberi laporan.

"Gadis itu kabur ke arah hutan."

"Terus kejar dan tangkap dia. Bos pasti menginginkan dirinya!"

"Baik!" anak buahnya pergi, untuk mengejar Aleandra.

"Lepaskan adikku!" pinta Adrian.

"Melepaskannya? Aku bukan orang yang akan melepaskan targetku!"

"Tapi kau sudah membunuh kedua orangtuaku jadi lepaskan adikku!" teriak Adrian lagi.

"Ini adalah konsekuensi yang harus kalian terima karena sudah berani mencari masalah dengan bos kami!"

Adrian menunduk, dia sangat berharap adiknya di lepaskan tapi sayangnya, orang-orang itu yang tidak mereka kenal sama sekali tidak akan melepaskan targetnya bahkan mereka punya rencana lain jika Aleandra tertangkap.

Di dalam hutan, Aleandra masih terus melarikan diri melewati pepohonan yang menjulang tinggi. Para penjahat yang mengeharnya menyebar untuk mencari keberadaannya. Hutan yang gelap tidak menghalangi mereka apalagi mereka memiliki penerang dari senjata api laras panjang mereka.

Aleandra terus berlari, dia juga terperosok beberapa kali. Keadaannya sudah terlihat kacau. Kakinya sudah dipenuhi luka, baju yang dia kenakan bahkan sudah kotor dengan tanah. Aleandra berlari sambil berderai air mata. Dia harap ada keajaiban sehingga dia dapat melarikan diri dari tempat itu, dia akan membalas kematian kedua orangtuanya nanti.

Dia semakin berlari masuk ke dalam hutan, tapi orang-orang itu tidak menyerah sama sekali. Aleandra menghapus air matanya yang masih mengalir, samar-samar dia melihat ada cahaya dari kejauhan. Apa itu api unggun yang dibuat oleh seseorang yang sedang berkemah? Sebaiknya dia berlari ke arah cahaya itu untuk mencari pertolongan karena dia sudah tidak kuat untuk berlari lagi.

"Sial, ke mana dia?" terdengar teriakan seperti itu memecah keheningan di hutan.

Aleandra terkejut saat melihat seseorang yang tidak jauh berada di dekatnya, mau tidak mau dia bersembunyi di bawah gundukan akar pohon yang sudah tumbang. Gadis itu menutup mulutnya dan ketakutan, sedangkan orang-orang itu sudah berada di dekatnya dan terus mencari keberadaannya.

Agar tidak ketahuan Aleandra bahkan berbaring di atas tanah dan masuk ke dalam lubang yang ada di bawah akar pohon, dia harap tidak ditemukan tapi dia tidak menyangka jika seekor ular sedang merayap naik ke atas tubuhnya karena dia sedang berada di dekat sarang ular tersebut. Mata Aleandra melotot, matanya tidak lepas dari ular berbisa yang terus merayap naik ke tubuhnya. Matanya kini terpejam saat ular itu merambat di atas wajahnya. Jantung Aleandra berdetak cepat, kini tidak saja takut tertangkap tapi dia juga takut dengan ular yang merambat di atas wajahnya.

Jantung Aleandra semakin berdegup cepat saat suara langkah kaki semakin jelas terdengar karena beberapa orang mendekat ke arahnya. Aleandra menangis, dia hanya bisa berdoa dalam hati agar orang-orang itu tidak menangkapnya. Seseorang dari mereka memberi sebuah isyarat dengan jari, mereka yakin Aleandra ada di sana jadi mereka pura-pura pergi untuk memancing gadis itu keluar.

Mereka pura-pura pergi dan benar saja, Aleandra keluar dari persembunyian karena dia takut ada ular lainnya. Dia berlari menuju cahaya yang dia lihat, tapi naas dia tidak tahu jika itu hanya jebakan.

"Itu dia, tangkap dalam keadaan hidup!"

"Tidak!" Aleandra berteriak dan berlari dengan sekuat tenaga. Dia sungguh tidak menyangka jika itu hanya jebakan.

Cahaya api unggun sudah terlihat dan benar saja, sepasang muda mudi sedang berkemah di hutan itu untuk menikmati malam mereka berdua.

"Tolong, tolong aku!" teriak Aleandra.

Sontak saja teriakannya menarik perhatian muda mudi itu. Mereka terkejut melihat seorang gadis sedang berlari ke arah mereka dalam keadaan kacau.

"Hei, Nona. Apa yang terjadi denganmu?"

"Tolong bawa aku pergi dari sini, segera!" pinta Aleandra memohon.

"Ada apa? Apa kau dikejar oleh beruang?" si wanita bertanya.

"Tidak, kita harus pergi sekarang!" teriak Aleandra.

Muda mudi itu saling pandang, mereka terkejut saat terdengar orang-orang berlari ke arah mereka. Aleandra semakin ketakutan. Dia tidak punya waktu untuk berbasa basi. Karena muda mudi itu masih tidak paham situasi, Aleandra meraih kunci mobil yang tergantung di celana si pria lalu dia berlari pergi. Dia tahu mereka pasti membawa mobil dan dia harus menemukan kendaraan itu untuk melarikan diri.

"Hei, apa yang kau lakukan? Kembalikan kunci mobilku!" teriak si pria.

"Cepat pergi!" teriak Aleandra pula. Dia sudah berlari memasuki hutan, sedangkan muda mudi itu terkejut melihat puluhan orang dengan senjata api laras panjang keluar dari hutan dan menghampiri mereka.

"Mana gadis itu?" seseorang bertanya demikian.

Karena takut, mereka menunjuk ke arah Aleandra berlari. Para penjahat itu segera menyusul, mengejar Aleandra karena mereka harus mendapatkan gadis itu apa pun caranya. Aleandra berlari dengan cepat, berharap menemukan mobil muda mudi itu tapi tanpa dia inginkan, kakinya tergelincir dan tubuhnya meluncur ke bawa di mana air terjun berada. Aleandra berteriak, sial. Apa dia akan mati di sana?