Chereads / Hi's Like, Idiot But Psiko / Chapter 22 - Tidak Terbiasa

Chapter 22 - Tidak Terbiasa

Aleandra tampak canggung karena mata Max tidak lepas darinya. Mereka sudah tiba di rumah, Aleandra sedang melepaskan sepatu yang dipakai oleh bosnya saat itu. Max benar-benar tidak menyangka gadis yang baru bekerja satu hari dengannya ternyata begitu berani.

Dia jadi ingin tahu, apa Aleandra sudah sering melakukan hal itu? Di lihat dari aksinya, sepertinya dia sudah terbiasa dengan aksi demikian. Rasa ingin tahu itu semakin memenuhi hati, dia semakin yakin jika Aleandra sedang lari dari sesuatu dan pelariannya itu membawanya ke California. Sepertinya perkiraannya jika Aleandra melarikan diri karena dijual itu salah besar.

Aleandra menyimpan sepatu yang sudah dia lepaskan dan setelah itu dia mendorong bosnya masuk ke dalam. Dia merasa lega karena bosnya tidak terlibat dengan permasalahan yang dia alami. Bagaimana jika bosnya terluka karena kejadian itu? Jangan sampai keluarga bosnya datang dan menuntut dirinya sehingga dia harus mendekam di penjara. Kekuatan yang orang kaya miliki sangat mengerikan, bisa-bisa dia mendekam di penjara untuk seumur hidup karena bosnya terluka akibat permasalahannya.

"Apa yang ingin kau makan, Sir?" tanya Aleandra seraya mendorong Maximus menuju kamar.

"Tidak perlu, sudah malam. Aku akan memerintahkan seseorang untuk memesan makanan nanti!!"

"Baiklah, maaf jika masakanku mengecewakan," ucap Aleandra karena dia mengira Max tidak suka dengan makanan yang dia buat.

"Tidak perlu banyak berpikir, sekarang aku mau mandi!"

Aleandra menelan ludah, lagi-lagi mandi. Kamar mandi adalah tempat paling menguras tenaga baginya tapi ini pekerjaan yang memang harus dia lakukan jadi dia tidak bisa menolak.

Aleandra melepaskan jas yang digunakan oleh Max, dia tidak berani menatap mata bosnya yang tajam secara langsung. Entah kenapa, mungkin karena dia harus melihat tubuh Max yang telanjang sehingga membuatnya canggung apalagi mereka hanyalah atasan dan bawahan.

Jas sudah terbuka, begitu juga dengan kemeja. Aleandra mulai sibuk membuka ikat pinggang yang melingkar di pinggang Max. Sepertinya malam ini dia akan kesulitan tidur karena dia akan dihantui oleh sosis Amerika super jumbo. Uhh, sungguh siksaan yang menakjubkan baginya yang sedang berjauhan dengan sang kekasih.

Entah bagaimana dengan kekasihnya saat ini, dia tidak tahu. Apa kekasihnya akan mencari saat tahu dia menghilang? Dia sangat ingin menghubunginya tapi dia takut. Bisa saja orang-orang yang mengejarnya mencari tahu tentang dirinya dan kehidupannya sehingga mereka mengetahui hubungannya dengan kekasihnya.

Aleandra tampak tidak fokus karena pikirannya. Max tampak tidak senang, entah apa yang sedang gadis itu pikirkan tapi yang pasti dia tidak fokus dengan apa yang dia lakukan.

"Apa kau sudah tidak mau bekerja lagi?"

"So-Sorry, Sir," Aleandra memaki kebodohannya, sebaiknya dia fokus dengan apa yang sedang dia lakukan saat ini.

Aleandra berpaling saat membuka pakaian Max yang tersisa. Dia belum terbiasa, sungguh. Semoga tidak berdiri seperti tadi pagi, dia harap demikian karena otak polosnya akan jadi kotor di penuhi oleh bayang-bayang sosis jumbo Amerika.

Max diam saja sambil memperhatikan reaksi Aleandra. Gadis itu beranjak dengan wajah merona, dia bahkan berusaha untuk tidak melihat anggota tubuhnya dan ketika memandikan dirinya, Aleandra menatap hal lain yang ada di kamar mandi.

"Mau sampai kapan kau berpaling seperti itu?" Max terlihat gusar dengan sikap Aleandra.

"Sorry, Sir. Aku tidak terbiasa," ucap Aleandra.

"Benarkah?" Max terlihat tidak percaya.

"Benar, ini pertama kali bagiku dan aku belum terbiasa jadi maafkan aku."

"Baiklah, segera selesaikan. Aku tidak suka berlama-lama."

Aleandra mengangguk, dia segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan membawa Max keluar dari kamar mandi. Pakaian pun dikenakan, Max memerintahkannya untuk keluar. Aleandra masuk ke dalam kamarnya untuk mandi, sedangkan Max mencari tahu tentang dirinya.

Sebuah laptop sudah berada di atas pangkuan, tapi sebelum dia mencari tahu tentang Aleandra, Max memerintahkan Jared membelikan makan malam dan setelah itu dia mencari tahu tentang Aleandra.

Saat itu, Aleandra mandi dengan cepat karena pekerjaannya belum selesai. Sambil mengeringkan rambutnya yang basah, Aleandra duduk di sisi ranjang dan terlihat termenung. Rasa kesepian melanda memenuhi hati. Entah kenapa dia jadi merindukan kedua orangtuanya yang sudah tiada.

Sekarang dia sudah tidak memiliki siapa pun lagi, dia juga merasa jika hubungannya dengan kekasihnya sudah berakhir tapi dia tidak mempedulikan hal itu. Bukannya dia tidak cinta, dia masih mencintai kekasihnya tapi sepertinya dia harus mengubur rasa cinta itu dalam-dalam karena dia tidak akan kembali ke Rusia lagi sekalipun dia sudah balas dendam.

Dia tidak akan mau tinggal di sana lagi, dia akan melupakan semua yang telah terjadi di sana. Lagi pula tidak ada gunanya dia kembali karena keluarganya sudah tidak ada lagi. Dari pada berada di tempat yang hanya memberikannya kenangan buruk, lebih baik dia berada di tempat baru untuk memulai kehidupannya. Walaupun harus dari awal tapi untuk saat ini dia harus fokus menyelamatkan diri dan tentunya dia tidak boleh lupa untuk mencari orang hebat yang bisa membantunya balas dendam.

Tanpa dia inginkan, air matanya mengalir. Sial, lagi-lagi dia menangis. Itu karena rasa rindunya pada kedua orangtuanya. Entah siapa yang menghabisi keluarganya pada malam itu tapi dia rasa orang-orang itu ada hubungannya dengan penjahat yang dijebloskan oleh ayahnya ke dalam penjara. Sepertinya penjahat itu balas dendam setelah berhasil kabur, seharusnya mereka mencari perlindungan pada malam itu juga tapi siapa yang menduga mereka akan diserang?

Aleandra menghapus air mata, sesungguhnya dia juga curiga jika orang-orang itu ada hubungan dengan apa yang kakaknya lakukan. Mengenai uang banyak yang kakaknya dapatkan, bisa saja kakaknya menipu seseorang dan orang itu tidak terima. Entah siapa tapi dia akan mencari tahu nanti setelah dia menemukan orang yang bersedia membantunya balas dendam.

Aleandra masih menghapus air matanya sesekali sampai dia dikejutkan oleh suara bel pintu. Dia segera bergegas keluar karena bisa saja itu makanan yang dibeli oleh bosnya. Jangan sampai mendapat teguran lagi, dia tidak boleh membuat bosnya kecewa.

Seorang penjaga memberikan makanan yang dititipkan oleh Jared. Aleandra membawanya ke dapur dan menyiapkannya ke atas meja. Sebelum itu dia mencicipi sedikit makanan itu karena dia ingin tahu makanan seperti apa yang disukai oleh bosnya sehingga dia bisa membuatkan makanan untuknya dengan benar.

Setelah mencicipi makanan itu dia segera melangkah menuju kamar Max dan mengetuk pintu dengan perlahan.

"Sir, makanannya sudah datang. Boleh aku masuk?"

"Hm," jawab Maximus singkat.

Aleandra membuka pintu, dia berusaha tersenyum saat masuk ke dalam. Mata Max tidak lepas darinya. Jika dilihat baik-baik gadis itu cantik tapi sayang terlihat lusuh karena penampilannya yang tidak pernah diperhatikan tapi kenapa gadis itu terlihat habis menangis?

"Makanannya sudah siap, Sir," ucap Aleandra.

"Apa kau tidak betah bekerja di sini?"

"Tidak, aku sangat senang bekerja di sini," jawab Aleandra seraya mengernyitkan dahi.

"Lalu kenapa kau menangis? Apa aku menyiksamu?" tanya Max lagi.

"Tidak, Sir. Aku hanya rindu dengan keluargaku saja," ucap Aleandra.

"Lain kali jangan keluar dalam keadaan seperti itu karena aku tidak mau ada yang menyangka aku menyiksa dirimu!" ucap Max dengan dingin.

"Maaf," Aleandra jadi merasa bersalah.

Aleandra mendorong Max menuju meja makan, dia berdiri agak jauh karena dia tidak mau mengganggu bosnya saat makan.

"Kemari, makan denganku!" perintah Max.

"Apa?" Aleandra terlihat tidak mengerti.

"Makan denganku, apa kau tuli?" Max menatapnya tajam. Jangan sampai gadis itu mati sebelum dia yang mengeksekusinya karena dia yang akan menghabisi gadis itu nanti.

"Tapi, Sir. Ini sangat tidak pantas," ucap Aleandra.

"Pantas tidak pantas aku yang menentukan jadi jangan banyak bertanya karena aku tidak suka mengulangi ucapanku!"

Aleandra terlihat ragu, mau tidak mau dia menghampiri Max dan duduk di dekatnya. Dia bahkan makan dengan canggung, sangat tidak pantas seorang pelayan makan dengan majikannya tapi dia tidak bisa menolak.

"Makan yang banyak!" ucap Max karena Aleandra begitu kurus. Semakin dia makan yang banyak semakin cepat dia gemuk sehingga buaya tua yang ada di kolam tidak hanya makan tulang saja.

Aleandra hanya mengangguk, apa dia sudah salah menilai bosnya anehnya itu? Tapi dia tidak tahu jika Max sedang memelihara korban yang bisa dia eksekusi kapan saja.