Chereads / Hi's Like, Idiot But Psiko / Chapter 23 - Musuh Lama

Chapter 23 - Musuh Lama

Hari itu, seorang wanita tampak begitu marah karena lagi-lagi anak buah yang dia utus gagal untuk menghabisi orang yang sangat ingin dia bunuh selama ini. Ini karena dendam lama, entah sudah berapa orang yang dia utus tapi mereka tidak pernah kembali karena gagal.

Hanya membunuh seorang pria idiot saja tapi tidak ada satu pun anak buahnya yang berhasil. Rasa amarah semakin memenuhi hati apalagi dua mobil yang terbakar di jalan menjadi berita hangat pagi itu.

Para penjahat yang mengejar mobil Max tadi malam memang ditugaskan untuk menghabisi pria itu. Max memang sudah tahu tapi Aleandra mengira jika orang-orang itu adalah orang-orang yang diutus dari Rusia untuk menangkapnya. Itu wajar karena sampai sekarang Alendra belum tahu siapa pria yang dia layani bahkan namanya saja dia belum tahu.

Kejadian itu tidak meninggalkan saksi juga tidak ada bukti yang memperlihatkan pelaku yang meledakan dan membakar kedua mobil itu. Para pelaku yang berada di dalam mobil juga sudah mati dan hangus terbakar, para polisi sudah menyelusuri tempat kejadian tapi tidak ada pelaku lain sehingga mereka mengambil kesimpulan jika orang-orang yang ada di mobil itu sedang bentrok. Semua bukti sudah Max hilangkan, cctv jalan juga sudah dia retas untuk menghilangkan jejak. Mereka tidak terlihat di lokasi kejadian, bahkan para petugas mendapati jika kedua mobil itu seperti saling mengejar sehingga kesimpulan yang mereka ambil semakin kuat jika ada dua kubu yang sedang berseteru dan orang-orang yang ada di mobil itu saling membunuh.

Max tidak akan pernah meninggalkan jejak, apa yang dia lakukan selalu bersih. Tidak ada saksi dan bukti tapi kejadian yang terjadi di bangunan tua meninggalkan satu saksi yaitu pembantu barunya yang lusuh.

Gadis itu adalah tawanan yang sedang dia permainkan, dia akan mengeksekusi Aleandra saat gadis itu sudah sadar jika dia sudah berada di tangannya dan tidak bisa lari ke mana pun. Rasanya sudah tidak sabar, tapi sebelum itu dia akan mempergemuk tubuhnya terlebih dahulu untuk dijadikan sarapan bagi para buaya tua. Dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya tapi entah kenapa dia ingin melakukannya untuk mengusir rasa bosan.

Teriakan wanita itu kembali terdengar, sebuah benda diraih dan dilempar sampai hancur untuk menuntaskan rasa amarah yang memenuhi hati. Seorang pria menghampirinya dengan segelas anggur di tangan, pria itu menggeleng melihat amarah kekasihnya dan melihat barang-barang yang hancur di atas lantai.

"Sayang, untuk apa kau menghancurkan semua benda itu?" tanyanya.

"Untuk melampiaskan amarahku, apa kau tidak lihat?" ucap wanita itu yang bernama Oliver.

"kau hanya menghancurkan semua benda itu saja tanpa merubah apa pun!"

"Diam, Austin! kau tidak tahu bagaimana perasaanku!" ucap Oliver dengan sinis.

"Aku tahu, tapi tenangkan emosimu. Kita bahas hal ini baik-baik," sang kekasih memberikan gelas anggur yang dia bawa pada kekasihnya, Oliver.

"Apa kau punya solusi? Kau lihat, aku selalu gagal hanya untuk menghabisi satu orang idiot saja!"

"Aku tahu, tapi seharusnya kau belajar dari kegagalanmu. Jangan sampai kau memancing yang lainnya hanya untuk menghabisi si Idiot itu. Kau tahu mereka tidak akan tinggal diam saja jika ada yang berani mengganggu salah satu di antara mereka."

"Aku tahu, tapi aku tidak mencari perkara dengan mereka!" ucap Oliver.

"kau memang tidak mencari perkara dengan mereka tapi mereka tidak akan tinggal diam saja jadi sebaiknya kita membuat sebuah rencana yang benar-benar matang untuk membalas dendam."

"Jadi apa rencanamu?" Oliver mengambil anggur yang diberikan oleh kekasihnya.

"Kau hanya menginginkan nyawa si idiot itu saja, bukan?" tanya Austin.

"Ya, aku menginginkan kematiannya agar mereka berdua merasakan bagaimana sakitnya kehilangan orang yang di sayang. Mereka harus merasakan apa yang aku rasakan jadi aku menginginkan kematian si idiot itu agar dendamku ini terbalas!" ucap Grace dengan kemarahan memenuhi hati dan tentunya semua dendam yang dia pendam selama ini ada hubungannya dengan Marline dan Michael.

"Sebab itu, kita tidak boleh gegabah lagi. Kau sudah mengirimkan banyak orang untuk menghabisi Max tapi semua gagal. Seharusnya kita belajar dari kegagalan-kegagalan yang sudah terjadi dan membuat rencana matang untuk menghabisinya."

"Maksudmu?"

"Sayang, walaupun pria itu terlihat seperti idiot tapi sampai sekarang semua orang yang kau utus tidak pernah kembali jadi sebaiknya kita tidak meremehkan dirinya!"

Oliver tampak berpikir, apa yang dikatakan oleh Austin sangat beran. Selama ini sudah berapa kali dia mengutus orang untuk menghabisi Maximus Smith tapi tidak ada satu orang pun yang kembali padanya bahkan anak buah yang dia utus kembali gagal dan mati mengenaskan di jalan.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanya Oliver seraya meneguk anggur yang sedari tadi dia pegang.

"Tidak melakukan apa-apa," jawab Austin.

"Apa maksudmu?" tanya Oliver tidak mengerti.

"Jangan melakukan apa pun, diam bukan berarti kita kalah. Kau tahu kau selalu gagal karena kau berfokus pada dirinya saja tapi sampai sekarang, ujung jarinya pun tidak bisa kau sentuh jadi sebaiknya kita berdiam diri untuk sementara waktu. Jangan menyerang, tarik orang-orang kita. Jangan sampai dia tahu siapa kau sebelum kau bisa membunuhnya karena kau akan mati sia-sia dan dendam yang kau pendam sekian lama tidak akan pernah terbalaskan. Kita lihat situasi dan tentunya, cari kelemahannya. Semua orang pasti memiliki kelemahan tidak terkecuali Maximus Smith. Dia pasti memiliki kelemahan yang bisa kita serang untuk menghabisi nyawanya!" ucap Austin.

"Yang kau ucapkan memang benar, Austin. Tapi bagaimana aku bisa tahu dia memiliki kelemahan atau tidak jika aku menarik semua orang-orangku?!"

"Yang kau katakan sangat benar, sebab itu utuslah seorang mata-mata. Ingat, jangan sampai membuat Maximus Smith curiga. Jika bisa manfaatkan seseorang yang mengenalnya untuk menjadi mata-mata, seperti karyawan atau pelayan yang ada di rumahnya. Beri orang itu banyak uang untuk informasi yang dia berikan, tidak akan ada yang mampu menolak uang apalagi jumlahnya banyak hanya untuk setiap informasi yang dia berikan padamu."

"Tapi aku pernah mendengar, dia tidak suka dekat dengan orang lain!" ucap Oliver.

"Itu hanya isu saja, bukan? Nanti aku akan membantumu mencari tahu siapa saja yang sedang dekat dengannya. Pria kaya seperti dirinya pasti memiliki satu atau dua orang kekasih. Aku juga bertaruh dia punya pelayan di rumahnya. Kita bisa memanfaatkan salah satu dari pelayan itu untuk mencari tahu tentang kelemahannya dan percayalah, cara ini lebih baik dari pada kau mengutus orang lagi untuk menghabisinya. Kau akan ketahuan atau tertangkap oleh pihak berwajib jika kau terus melakukan hal itu karena kau bisa lihat sendiri, polisi sudah turun tangan karena anak buah kita yang mati itu!"

Oliver memandangi Austin dengan lekat dan kembali meneguk anggurnya. Sepertinya apa yang diucapkan oleh kekasihnya sangat benar. Dia yakin Austin tidak mungkin mencelakainya karena mereka berdua memiliki ambisi yang sama.

Sepertinya ide yang diberikan oleh Austin tidak buruk, mereka memang harus mencari kelemahan musuh agar mereka bisa menyerangnya nanti dan dia yakin, Maximus Smith pasti memiliki sebuah kelemahan.

"Baiklah, saranmu sangat bagus. Aku akan mencari seseorang yang bisa menjadi mata-mata kita untuk mencari kelemahannya!"

"Aku senang mendengarnya, Sayang. Bersulang untuk rencana kita," Austin mengangkat gelas, begitu juga dengan Oliver. Mereka mengadukan gelas hingga berbunyi, senyum licik juga menghiasi wajah. Mereka pasti bisa membunuh Maximus Smith, hanya menunggu waktu saja dan mereka yakin mereka akan berhasil menghabisi pria itu. Tinggal memanfaatkan seseorang untuk mencari tahu kelemahan Max dan mereka akan mulai memantau dari rumah pria itu untuk memanfaatkan salah satu dari pelayan yang ada di rumahnya.