Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 11 - 10. Menemukan Cinta

Chapter 11 - 10. Menemukan Cinta

Dudo, Ambar dan Ezar merupakan teman masa kecil Adrine selama di Wonosari. Mereka bertiga banyak mengajari Adrine berbagai petualangan. Mulai dari memanah dari jarak jauh, menembak menggunakan ketapel, berayun di atas sungai menggunakan akar pohon dan menyebrangi sungai dengan batang pohon yang kecil. Sekolah merekapun sama hingga di perguruan tinggi. Mereka satu Universitas meskipun berbeda bakat dan berbeda mata kuliah. Bersyukur mereka ber empat telah menyelesaikan study mereka dengan gelar Sarjana. Mereka juga tidak memungkiri bahwa Adrine lebih cerdas dari mereka dan masuk di jajaran akselerasi lebih cepat dua tahun dari teman-temannya sehingga di usia yang ke 22 tahun Adrine telah menyelesaikan studynya dengan gelar M.A.B

Mereka ber empat mengambil liburan bersama berkeliling kota Jogja. Mereka berencana mengambil beberapa hari untuk itu. Tempat pertama yang mereka datangi adalah Taman Sari atau Taman air

"Adrine, aku ingin kita berpuas-puas membuat kenangan bersama di sini. Sehingga ketika kamu sudah pergi ke Jakarta kita tetap memiliki kenangan ini. Di sini, ber empat." kata Ambar sembari membentangkan kedua tangannya. "Mungkin 2 atau 3 hari kita berputar-putar kota Jogja." Adrine tersenyum namun raut wajah Dudo terlihat asam setelah mendengar apa yang diucapkan Ambar. "Dudo? kamu kenapa? mukamu asam mirip jeruk peras."

"Ye... Dudo khawatir Adrine ngga balik lagi ya?" Ezar mengejek dan menertawakan Dudo. Pemuda itu hanya diam mendengar celoteh kawan-kawannya. Adrine mengerti sangat mengerti Dudo memiliki perasaan padanya, namun Adrine menghargai Ambar karna dia lebih mencintai Dudo. Dan Ezar cenderung mencintai Ambar. Jadi cinta apakah itu? sedangkan Adrine tidak pernah mau dipusingkan soal hati.

Adrine berdiri menghadap dinding bangunan tebal peninggalan Susuhunan Paku Buwono II itu. Mengusapnya dan kemudian menempelkan telinganya di dinding tersebut. Mencoba merasakan dan mencoba mendapatkan sesuatu dari yang dilakukannya itu. Ezar memperhatikan tingkah Adrine yang begitu aneh. Bukan kali ini saja tapi sering dia melakukannya di segala tempat. Menyentuh dinding kemudian mengusap dan menempelkan telinganya lalu memejamkan matanya "Kumat gadis aneh itu! perasaan di semua dinding yang ia temui selalu berlaku seperti itu. Di pikirnya ada jutaan duit di dalamnya kali ya? dan jangan bilang dia bakal punya pasangan tembok" celetuk Ezar tanpa kenal tempat. Adrine tidak memperdulikan apa yang teman-temannya katakan. Dia hanya fokus dan mengikuti kata hatinya.

Dari kejauhan seorang pemuda tampan terus memperhatikan gerak gerik Adrine dan mengikutinya kemanapun ia pergi. Mulai dari saat dia duduk di kafe, mengetukkan pena ke kursi yang didudukinya, mengetukkannya di gelas bahkan lebih mengherankan lagi melihat dirinya menempelkan tubuh dan telinganya di tembok yang tebal dan berdiri kokoh. Semua pengunjung cenderung asik dengan pemandangan kolam bahkan bangunannya yang cantik, Adrine lain dari pada yang lain dia membuat seorang pemuda penasaran akan dirinya. Adrine gadis cantik meskipun tanpa make up sekalipun, membuat sang pemuda itu terus enggan melewatkan pandangannya pada Adrine terlebih dengan keanehannya.

"Adrine ayo kita berfoto." Ambar menarik tangan Adrine menuju kolam. Mereka berswafoto mengabadikan momen liburannya.

*****

Hotel...

Adrine mengambil ponsel kemudian memanggil seseorang. "Sugeng ndalu Yangkubem, Adrine nyuwun nedha pangapunten mboten taren langkung-langkung rumiyin sami Yangku." Adrine terdengar masih memohon dan merengek seperti balita. "Yangku jangan marah ya... Adrine cuma mau jalan-jalan dikit di Jogja mungkin sampai 3 atau 4 hari. Please Yangku. Tenang saja Yangku, Adrine tetap dengan Ambar, Ezar juga Dudo. Kita hanya sebentar sebelum... " Adrine menghentikan kalimatnya takut Sasongko terus mengkhawatirkan dirinya. "Yangku, sudah dulu ya.. Sugeng ndalu Yangku" Adrine mengakhiri pembicaraan dengan Sasongko lalu beranjak meninggalkan hotel sendiri tanpa siapapun.

Seorang pemuda yang telah mengikuti dan memperhatikan Adrine tiada henti ternyata booking hotel yang sama dengan kamar yang bersebelahan dengannya. Ketika Adrine berlalu meninggalkan hotel, pemuda itu melihatnya dan terus mengikuti Adrine hingga Adrine tiba di angkringan dekat hotel. Pemuda itu menghampiri Adrine dan mencoba duduk di sebelahnya. "Pa' saya pesan kopi susu satu." mendengar suara tersebut sontak Adrine berfikir jika lelaki yang duduk di sebelahnya bukan penduduk asli atau bukan orang jawa melainkan luar kota.

Adrine menoleh memperhatikan wajahnya. Pemuda itu kemudian menyadari Adrine sedang memandang dan memperhatikannya. Pemuda itu kemudian tersenyum begitupula Adrine. Pertemuan itu menjadi perkenalan satu sama lain. Pemuda itu mengulurkan tangan kananya "Saya Ferit,"

Adrine tersenyum dan membalas uluran tangannya. "Adrine".

Malam itu menjadi malam pertemuan yang menyenangkan, mereka berbagi cerita tentang masa sekolah dan kuliah. Mereka berdua sama-sama telah wisuda dan sedang bersenang-senang mengelilingi kota Jogja. Ketika asik berbincang tiba- tiba ponsel Adrine maupun Ferit berdering. Mereka saling berbicara di ponsel mereka kemudian tersenyum dan menutupnya. Tidak lama kemudian mereka membayar kopi dan kue yang telah mereka makan.

"Saya akan kembali ke hotel" ujar Adrine pada Ferit.

Ferit tersenyum dan... "Sama!, saya juga mau kembali ke hotel."

Mereka berdua kembali ke hotel tempat mereka menginap. "Adrine.. " Ferit memanggil, dia menatap Adrine lekat dan Adrine membalasnya.

"Iya,." Adrine tersenyum melihat tingkah lawan bicaranya

"Bisakah kata `Saya´ lalu kita ganti dengan `Aku´?" pinta Ferit sederhana. Adrine manganggguk dan tersenyum tanpa mengucap kata-kata.

Mereka terus saling ngobrol disepanjang perjalanan mereka menuju kamar. Karna letak kamarnya bersebelahan mereka terus berjalan bersama-sama hingga di depan pintu kamar mereka.

Adrine membuka pintu kemudian memasuki kamarnya, terlihat Ambar sedang duduk menunggu Adrine. "Hei, gadis kamu ke mana saja? Aku terus di telpone oleh om Ghandi tiada henti. Dia amat khawatir." Ambar kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah menghadap Adrine. Sementara Adrine tetap santai melangkah menghadap Ambar lalu melepas blezer yang ia kenakan kemudian meraih kedua lengan Ambar.

"Kamu tetap tenang, aku akan telpone om Ghandi. Ok!" Adrine menatap kedua mata Ambar dan Ambar membalasnya. Ambar kemudian duduk kembali dengan tenang. Dia merasa heran, temannya tidak merasakan panik sama sekali. Bahkan sejak kedatangannya kembali ke hotel, Ghandi berhenti menelpon Ambar.

"Sial!!! Kenapa nggak dari tadi kamu balik?" Ambar sangat marah pada temannya itu. Pergi tanpa bilang apapun. "Setidaknya kamu kabari aku! aku gila kalo om Ghandi telpon aku tau! rasanya jantung mau copot!" Ambar terus memarahi Adrine tapi tidak dipedulikan.

Adrine memasuki kamar mandi, kemudian dia memandang wajahnya di cermin sembari tersenyum. Tangan kanannya mengusap dada dan merasakan getaran cepat. "Aku baru mengenalnya, jantungku berdebar"

Sementara itu Ferit merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia terus mengingat perkenalannya dengan Adrine. Dia juga merasa sangat beruntung bisa berkenalan dengan mudah.

Kemudian seseorang muncul melewati kamar Ferit dan berhenti di sana hanya sekedar menatap pintu kamarnya kemudian melangkah lagi lalu berhenti di depan kamar Adrine dia juga hanya menatap saja tanpa melakukan apapun. Setelah itu dia pergi berlalu.