Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 14 - 13. Kesunyian Hati Rino

Chapter 14 - 13. Kesunyian Hati Rino

Rintik gerimis membasahi seluruh kota Jakarta mulai reda. Jalanan aspal hitam basah, pepohonan kembali segar. Bunga-bunga di taman mulai bermekaran. Genangan air di lubang-lubang jalan mulai surut. Rino Sasongko duduk di balik jendela kaca ruang tengah di mana ruangan itu adalah tempat biasa dia berkumpul dengan istri dan anaknya serta Naura. Dia duduk sendiri dengan memandang langit sedikit demi sedikit mulai terlihat biru kecerahan setelah semalamam di guyur hujan dan berlanjut gerimis. Namun Rino percaya suatu ketika akan ada pelangi yang muncul menghiasi langit setelah hujan.

Naura datang dengan membawa nasi uduk kesukaan Rino. Iyya Naura membeli dan tidak pernah memasak bahkan hampir setiap hari dia membeli masakan siap saji. Mereka hidup hanya berdua. Asisten Rumah Tangganya telah resign dua tahun silam karna usia telah menua dan tidak seharusnya bekerja.

Sejak hilangnya Adrine dan tidak ada jejak ke mana ia pergi seolah seluruh kejahatan mereda. Hanya sedikit problem pekerjaan yang mulai menyusut sejak peristiwa itu. Naura mati-matian mempertahankan perusahaan satu-satunya milik keluarga Sasongko. Mustahil bagi Naura untuk membiarkan segalanya hancur. Keyakinan Rino Sasongko bahwa anak gadisnya akan kembali suatu saat nanti.

Pesaing bisnisnya yang luar biasa kuat berasal dari keluarga Bachim dan di pimpin oleh Surya Aji Bachim. Mereka memproduksi minuman buah yang sama dengan merk berbeda. Naura belajar menjalankan perusahaan di saat usianya 21tahun dan masih tergolong sangat muda bahkan kuliah saja belum kelar. Keadaan memaksanya untuk terus berusaha mempertahankan perusahaan milik keluarga.

Kini dia masih belum menikah padahal usianya sudah 34 tahun. Dia tidak mempedulikan para pria yang berusaha mendekatinya. Naura hanya fokus dengan pekerjaannya dan kabar Adrine meskipun masih nihil. Naura merasa kesepian, bahkan nyawa yang tersisa di hadapannya hanya Rino kakaknya.

"Oh Adrine bagaimana kabarmu sayang?" gumam Naura sambil memijat keningnya, mengingat keponakannya yang hingga sekarang belum kembali. Kehadiran Naura tidak disadari oleh Rino Sasongko yang masih diam membatu di balik jendela kacanya.

Mendengar suara Naura kemudian Rino menoleh dan menyapa adik kesayanganya. "Naura... Selamat Pagi..?"

Naura kemudian melangkah mendekati Rino. "Kenapa kakak masih duduk diam di situ?" Naura tersenyum mencoba menutupi kepiluan hatinya, karna Naura lebih tau jika kakaknya lebih pilu dari dirinya. Ingin rasa hati Naura marah dan mencaci maki semua orang tapi mulutnya terkunci tidak bisa melakukan apapun. "Aku membeli nasi uduk untuk kakak. Nau bawa ke sini ya?" ujar Naura lembut.

"Tidak usah. Biar nanti kakak ke meja makan. Kamu makanlah lebih dulu." sesak rasanya 13 tahun keadaan masih sama seperti itu. Hanya sepi dan sunyi di antara kehidupan mereka. Sudah tidak pernah lagi ada suara dentuman panci yang di tabuh menggunakan sutil yang terbuat dari kayu. Tidak pernah lagi ada krayon warna warni berceceran di lantai. Sendok kotor bekas Adrine bermain pasir kemudian Adarina memarahi Adrine. Semuanya menjadi bayangan yang tak pernah pudar.

Rino tetap sama lebih sering duduk melamun di balik jendela kaca ruang tengah. Krayon warna warninya pun masih terlihat sama tidak di bereskan di atas meja belajar Adrine setelah 14tahun lalu. Tidak seorangpun boleh menyentuh untuk merapikannya kecuali membersihkannya dari debu. Bukan di kamar melainkan ruang tengah. Sering kali Rino mendatangi kamar Adrine. Kamar itu juga hanya dibersihkan dari debu tapi tidak di rapikan jua. Rino tidak ingin meninggalkan manisnya suasana Adrine kecil dan istrinya.

"Nau.. bagaimana keadaan pabrik?" tanya Rino sedikit khawatir akan keadaan pabrik semakin hari akhir-akhir ini penjualan semakin turun drastis tidak bisa seimbang.

Naura diam membeku saat kakaknya menanyakan kabar pabrik. Dia hanya menggelengkan kepala pertanda tidak baik-baik saja. Rino tetap dengan sikap tenangnya menghela nafas berfikir dirinya tidak bisa diam di rumah saja.

"Kakak, Nau akan berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan pabrik. Begitu banyak karyawan yang akan kehilangan pekerjaan mereka, penghasilan mereka jika Nau tidak mempertahankan. Akan ada ribuan keluarga kelaparan karna kita. Nau akan berjuang terus kak. Kakak jangan khawatir." ujar Naura menenangkan hati Rino. "Hari ini Nau akan turun langsung ke departemen produksi lalu Nau akan terjun langsung ke lapangan. Bila mana perlu Nau akan berangkat membeli bahan sendiri hanya memastikan bahan kualitas bagus. Kemudian Nau akan coba di bagian penjualan, dan mencari tau keluh kesah klien. Nau akan jajagi semua hanya saja kita perlu waktu." Nau menjelaskan segala sesuatunya yang tergambar di otak Naura.

"Kakak minta maaf selama ini tidak bisa berbuat apapun. Tapi kakak akan ke pabrik jua untuk membantumu. Paling tidak aku membantumu di kantor meskipun tidak di lapangan." sahut Rino menimpali.

"Tapi...?" Nau menghentikan kalimatnya karena khawatir Rino mengamuk dan tersinggung lantaran kakinya tidak kuat untuk menahan tubuhnya. Iya, pukulan dan tusukkan para penjahat gila telah membuatnya mengalami patah kaki sebelah kanannya dan tidak mampu berdiri terlalu lama.

Rino tersenyum melihat kekawatiran Nau, bagaimana tidak dia sangat bawel ketika Rino mencoba keras memenuhi keinginan dirinya. Namun demi pabrik dan nasib orang banyak, Nau mengiyyakan kemauan Rino meski berat rasa melihat kakaknya terkadang merintih karna ngilu.

*****

Mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan pintu utama kantor. Salah satu pengawal membukakan pintu mobil. Naura datang ke kantor namun ia tak sendiri. "Pa' Alin saya minta tolong ambilin kursi roda di bagasi" pinta Nau ke pengawal pribadi Rino kemudian seorang satpam bernama Edi mendatangi mereka untuk membantu Rino dan pengawalnya. Pak Alin pengawal pribadi Rino mengambilkan kursi roda dan menyiapkannya tepat di samping Rino sementara Edi sang Satpam muda mencoba memapah Rino dibantu Naura.

Rino datang dengan mengenakan kemeja biru serta jas hitam diluarnya. Kemudian Alin mendorong kursi roda yang diduduki Rino memasuki ruang pertama pabrik. Berat badan Rino sedikit menambah sehingga Alin sedikit mengeluarkan tenaga dalam untuk mendorongnya.

"Selamat datang Pak Rino" ucap Susi selaku resepsionis di perusahaan Sasongko. Tubuhnya sedikit membungkuk menyambut pemilik perusahaan yang telah lama tidak berkunjung ke pabrik. Resepsionis ini bertubuh tinggi, kecil, ramping, berambut panjang, dan berkulit kuning langsat membuat orang senang memandangnya terlebih karna keramahannya.

Di jarak jauh seorang pegawai melihat kedatangan Rino dengan mata membelalak terkejut. "Apa yang di lakukan Rino di sini? Bagaimana bisa? padahal tinggal sedikit lagi semua rencanaku berhasil. Sial, Brengsek!". Pegawai tersebut kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku celana panjangnya dan kemudian merapikan jas hijau yang ia kenakan lalu menghampiri Rino.

"Selamat pagi Pak Rino, bagaimana kabar anda?" sapa pegawai tetap Rino.

"Anton?" Rino tersenyum melihat pegawai satu-satunya yang Rino percaya untuk menemani Naura mengurus pabrik. "Saya sudah baikkan."

Anton mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan menyambut hangat bosnya. "Pak Bos, Mirai betul-betul membutuhkan anda. Mirai pasti rindu berat dengan anda, hehehehe" Anton tertawa kecil berpura-pura bahagia bosnya telah datang kembali ke perusahaan.

Perusahaan Sasongko bernama PT. MIRAI sudah 13 tahun Rino meninggalkan pekerjaannya dan mempercayakan Naura memegang alih. Dan mulai hari itu Rino akan kembali bekerja. Hal pertama yang ia lakukan adalah memeriksa satu demi satu seluruh pekerjaan pabrik meskipun pasti banyak kesulitan karena fisik yang sudah tidak sempurna seperti sedia kala.

"Baiklah Pak Bos Rino, mari saya antar ke ruangan anda." Anton mencoba membuat Rino tetap tidak mencurigai apapun mengenai dirinya.

"Baiklah, terimakasih temanku" Anton meraih gagang kursi roda dan mengambil alih tugas Alin selaku pengawal pribadi Rino.

`Temanku apaan?!´ ujar Naura di dalam hati.

Anton terus mendorong kursi roda Rino memasuki lift pabrik. Lift pertama dari lorong pertama pabrik. Naura hanya diam melihat sikap Anton yang sedikit berlebihan terhadap Rino. Iya, Naura sering kesal dengan Anton karna beda argumen.

Anton dan Naura mengantar Rino hingga di ruangannya. Kemudian Anton pamit undur diri untuk melakukan pekerjaannya. Naura menemani Rino menunggu apa yang dibutuhkan kakak tersayangnya itu "Nau?"

"Iya kak?" Naura menoleh, wajahnya masih datar melihat kakaknya sedang mulai bekerja.

"Aku ingin laporan keuangan dan laporan bagian produksi bawa ke sini." pinta Rino tanpa basa basi.

Tanpa berfikir panjang, Naura langsung beranjak keluar menemui Lena sebagai manager keuangan kemudian meminta laporan keuangan satu tahun terakhir dan menyuruhnya mengantarkan laporan tersebut ke ruangan Rino.

Setelah menemui Lena, Naura beranjak menemui Tea untuk menyerahkan laporan bagian produksi. Naura mendapatkannya tanpa menyuruh Tea menyerahkannya langsung ke Rino.

Ketika Naura melewati ruangan Lena, terdengar sedikit suara berbisik pelan dan lirih. Karna rasa penasaran, Naura melangkah mendekatinya. Naura terheran bagaimana bisa ada suara berbisik hingga terdengar dari luar ruangan tapi Lena sedang sibuk membuka lembar demi lembar kertas.

"Mmmm.... masa iya aku salah dengar?" Naura berbicara sendiri bagai orang sinting di jalanan. "Bisa jadi suara hantu di siang bolong karna belum makan siang!" gumamnya lagi. Naura tetap berfikir positif tanpa mengurangi kepercayaannya kepada karyawan Mirai.