Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 18 - 17. Laguna

Chapter 18 - 17. Laguna

Ferit dan Adrine masih asik berbincang di bawah sinar matahari pagi tepat di atas batu karang Laguna. Pakaian yang mereka kenakan lama kelamaan mengering hingga terasa hangat menyentuh kulit. Bagaimana tidak, mereka sengaja berjemur hingga benang-benang penyelimut kulit asat dan kering.

"Ferit.. aku ingin nyemplung sekali lagi." ujar Adrine melirik ke kolam Laguna. Keindahan alamnya yang masih terjaga membuat Adrine jatuh cinta.

Byurrr

"Jangan...!!!" Ferit terlambat melarang Adrine masuk berenang di Laguna lagi. Baju Adrine kembali basah kuyup, dia seperti kembali ke masa anak-anak enggan berhenti berenang di kali.

Ferit tersenyum dan menggelengkan kepala. "Gadis ini..."

Ketika Adrine merasa puas, kemudian dia mengakhiri kenikmatannya di kolam Laguna.

"Adrine, kan bajumu basah lagi!" ujar Ferit dengan jaket di tangannya. Ferit tersenyum nyiyir melihat kelakuan gadis yang baru dikenalnya 3 hari ini.

Adrine mengajak Ferit berjalan-jalan di pesisir pantai dengan pakaian Adrine yang masih basah. Di sepanjang jalan sesekali Adrine melempar air laut ke wajah Ferit. Ferit kesal Adrine menggoda dirinya, spontan Ferit melemparkan jaketnya di atas pasir pantai kemudian membopong Adrine ke arah laut.

"Ferit, turunkan aku!" tangan Adrine memukul-mukul Ferit tapi tidak dihiraukan olehnya. Kemudian Ferit menjatuhkan Adrine di kedalaman satu meter.

Byurrr...

"Hahahhahahaha...." Ferit tertawa lepas dia ikut terjatuh masuk ke air laut. Ombak datang menghampiri dan menyapu wajah mereka.

"Rese!" Adrine kesal, dia memukul punggung Ferit kemudian mereka bergelut di antara air laut sambil tertawa.

*****

Ferit dan Adrine berjalan kembali menyusuri pantai dengan pakaian basah dan jaket kering di tangannya, mereka melihat beberapa penyu telah bertelur. Ferit menghinggapi penyu tersebut.

"Adrine... liat geh penyunya lucu, mau ku bawa pulang ahhh... buat isi kolam di rumah." ujar Ferit sembari menyentuh penyu tersebut yang sedang memeluk telur-telurnya.

Adrine menampik tangan Ferit kuat, dia tidak membiarkan penyu-penyu di bawa oleh Ferit. "Hei... jangan! Kasihan...!! bagaimana kamu sangat kejam memisahkan antara anak dan induknya?!" ujar Adrine keras. Kemudian Adrine menangkap punggung penyu dan membelainya "Alangkah baiknya jika kita membiarkan mereka hidup bahagia. Bahkan kebebasan di alam yang indah ini. Dan apakah kamu mau jika kamu dipisahkan dengan kedua orang tuamu atau orang yang kamu cintai? itu akan menyakitkan tau!" jelas Adrine sangat lugas menjelaskan rasa cintanya pada alam hingga mencontohkan Ferit secara blak-blakan sebab Adrine merasa sangat terluka harus berpisah dengan orang tua yang amat ia cintai.

Ferit diam mendengarkan larangan dan alasan yang muncul keluar dari mulut manis Adrine. Dia memandang gadis di depannya dengan penuh kasih. `Gadis ini..´ Ferit menyebutnya dalam hati. Begitu banyak gadis yang dekat dengannya namun tak sepeduli Adrine tentang alam dan perasaan manusiawinya.

"Ayo kita ke sana!" ajak Adrine menyusuri pinggiran pantai dengan air berwarna hijau dan biru itu. "Indah bukan? di Jakarta mana ada kaya begini!"

Ferit terus mengikuti Adrine kemanapun Adrine inginkan. Dia menyadari waktu terasa sangat sempit dan sayang untuk dilewatkan bersama gadis kesukaannya.

"Adrine..."

Ferit menatap Adrine lekat, kemudian ia mencoba memeluk kedua telapak tangan Adrine dengan telapak tangannya.

`Adrine Aku masih ingin bersamamu menikmati liburan ini, menikmati Laguna ini denganmu. Tapi waktu cepat pergi´ Ferit berkata dalam hati. Adrine dan Ferit saling beradu pandang tanpa sebuah kalimat meluncur dari mulut antara keduanya.

Tak kalah Adrine juga bergumam dalam hati `Ferit jika kau tau, aku menyukaimu dan aku tak pernah tau dari mana rasa itu muncul. Rasa ini tiba-tiba hadir begitu saja dan begitu cepat dalam hitungan jam. Ahh biarlah apapun rasa hati tetaplah rasa hati yang tidak bisa dibohongi meskipun mulut pandai menutup namun otak dan hati terus berceloteh tentang cinta´

Adrine berucap dalam hati namun ia gengsi untuk mengungkapkannya. Dia sayup-sayup malu sebab dia seorang gadis notabene dia menjaga nilai dirinya lagipula Ferit adalah orang baru dikenal sejak tiga hari yang lalu.

Adrine tersenyum mendengar Ferit menyebut namanya,

Ferit tersenyum melihat gadis satu ini. Kedua telapak tangannya masih menggenggam kedua telapak tangan Adrine. Ferit terus menatap Adrine lekat kemudian dia tersenyum kucing ingin mengatakan isi hatinya namun tidak bisa.

"Ferit, ayo ambil gambar lagi! mana ponselku?" pinta Adrine, dia melepaskan genggaman tangan Ferit kemudian dia menengadahkan telapak tangan kanannya.

Ferit memberikan ponsel Adrine lalu kemudian dia berselfi dengan Ferit. Sesekali Ferit memeluk Adrine dari belakang seolah mereka sepasang kekasih baru jadian. Ferit benar-benar tidak ingin melewatkan moment bersama Adrine, gadis yang pernah ia lihat 13 tahun silam.

Ketika telah selesai berfoto bersama, kemudian Adrine menyadari bahwa dirinya pergi tanpa sepengetahuan sahabat-sahabatnya. Dia membuka notifikasi 37 panggilan masuk. Kedua mata Adrine membelalak bagai bola golf.

"Hah!?" gimana bisa aku lupa sahabat-sahabatku. Mereka akan khawatir. Aku lupa memberitahu, aduh!!!" Adrine mulai kebingungan. Dirinya merasa sangat bersalah telah meninggalkan kawan-kawannya tanpa kabar.

"Dudo, Ambar, Ezar... maafkan aku" Adrine menupuk ponselnya kemudian membuka lembar pesan. Dia menuliskan pesan singkat dan mencoba mengirimnya. Ketika hendak menekan tombol kirim tau... tau....

`Batre Low´

Layar ponsel berwarna putih berubah menjadi gelap dan .... mati.

"Yah... yah... yah... mati!" Adrine kelimpungan bak cacing di atas aspal tanpa air menggelinjang tak jelas. Bibirnya komat kamit kakinya bolak balik ke kanan dan ke kiri.

Ferit diam sambil terus memandang Adrine. Kelakuan Adrine membuat dirinya kepo atas kabar apa yang menghinggapi otaknya. "Adrine, kamu kenapa?" tanya Ferit karna tidak nyaman melihat wajah Adrine berubah menjadi cemas.

"Aku minta maaf Ferit, aku harus segera kembali ke hotel. Sahabat-sahabatku kelimpungan atas aku. Aku tidak meninggalkan pesan untuk mereka!" jelas Adrine mencoba agar Ferit mengerti dirinya.

"Hmmm... pakai ini" Adrine menatap Ferit dengan ponsel di atas tangannya. Tatapan mata Adrine beralih ke arah tangan Ferit. Ferit memberikan ponselnya sembari mengangguk sedikit mempersilakan Adrine mengunakan ponselnya.

Hatinya sedikit ragu meminjam ponsel Ferit namun keputusannya untuk tetap meminjam ponsel Ferit sangat besar demi sahabat dan orang rumah jikalau sampai mereka tau Adrine pergi meninggalkan teman-temannya tanpa izin.

Adrine meraih ponsel Ferit dari tangannya. Kemudian dia mencoba memanggil nomor salah satu sahabatnya untung Adine hafal dengan nomor Ambar.

Tut...tut...tut...

Tak ada jawaban...

Adrine kmbali dengan layar ponsel Ferit. Dia kembali menyentuh nomor Ambar alih-alih berharap di angkat oleh Ambar.

Tut....tut...tut..

Tak ada jawaban.

"Aduh..!!! gimana ini?" Adrine masih kelimpungan. Kemudian dia berfikir untuk mengirim pesan untuk Ambar.

`Ambar... jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja. Tunggu aku pulang ya..´ Pesan terkirim terlihat di layar ponsel Ferit. Tidak lama kemudian ada panggilan masuk.

"Hallo.,," Suara Ambar terdengar lirih tidak jelas.

"Ambar,,, ini aku Adrine. Aku minta maaf aku pergi tanpa pamit sama kali.....!" Tiba-tiba Adrine tidak menyelesaikan apa yang ingin dia katakan. Tidak ada suara keluar dari balik ponsel Ferit, hanya kebisuan yang tertinggal. Kemudian Adrine menatap layar ponsel Ferit sama hitamnya dengan miliknya. Dan ternyata... Mati....