Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 16 - 15. Pantai Kasih, Wedi Ombo

Chapter 16 - 15. Pantai Kasih, Wedi Ombo

"Ferit, mau ke mana kau?" Seorang lelaki berkaos kuning terang dengan jaket biru langit terus menguntit Ferit. Iya dia mengikutinya dari jarak jauh dengan mobil hitam yang ia kendarai.

Ferit terus melajukan mobil biru milik pamannya. Menembus malam membawa Adrine keluar dari kota Jogja menuju Gunung kidul melewati Jalan Imogiri. Tapi bukan ke Gunung kidul Wonosari melainkan ke arah pantai. Adrine tertidur di sepanjang jalan. Mereka keluar dari kota pukul 12 malam.

Ferit melajukan mobilnya pelan khawatir Adrine terbangun. Sesekali Ferit memandang wajah Adrine lalu menyentuh rambutnya dengan sangat halus. Adrine tertidur pulas mungkin karna seharian jalan dengan sahabat-sahabatnya terlebih malamnya Ferit mengajak pergi keluar menculik dirinya. Seperti itulah Cinta tanpa kenal waktu kapan dia bertemu dan tumbuh.

*****

Pukul 02:39 WIB

Ferit menghentikan laju mobil sementara Adrine masih tertidur pulas, wajahnya menghadap Ferit dan malam itu angin berhembus kencang. Melihat Adrine sedikit meringkuk bagai udang, kemudian Ferit melepas jaket yang ia kenakan dan menyelimuti tubuh Adrine menggunakan jaketnya. Adrine tidak menyadarinya, dia masih terlelap dengan mimpinya. Ferit memandang Adrine tiada habis. Seolah ia tidak ingin meninggalkan waktu bersama dengan Adrine, karena dirinya sehari lagi akan kembali pulang ke Jakarta.

"Adrine... aku tidak tau mengapa aku begitu menyukaimu. Aku berharap kamu gadis aneh yang pernah ku lihat 13 tahun silam di Taman air." ucap Ferit sangat lirih sembari mengusap rambut hitam kecoklatan lebih cenderung terlihat coklat itu. Jari jemari Ferit kemudian turun membelai wajah Adrine sangat pelan dan lembut namun ia tidak berani lama-lama menyentuh wajahnya yang halus dengan hidung mancungnya. Kemudian Ferit menarik tangannya kembali karna dia berfikir akan mengganggu tidur Adrine.

"Apakah aku jatuh cinta denganmu Adrine? dan apakah kita akan saling bertemu kembali?" tiba-tiba Ferit memiliki perasaan gelisah. Bahkan berjuta rasa ingin tahu banyak hal tentang Adrine membuat dirinya terus berusaha dekat dengan Adrine. Namun sayang keberadaan Ferit hanya tinggal hitungan jam.

Ferit menyandarkan tubuhnya, tak lupa ia memasang alarm di ponselnya alih-alih ingin melihat sun rise di ufuk timur pantai. Ferit terus memandang Adrine, wajah mereka saling berhadapan. Lama kelamaan Ferit tertidur dan bermimpi.

Pukul 04:30 Wib

Suara alarm ponsel Ferit berbunyi. Adrine terbangun, dia mengusap kedua matanya menggunakan jari jemarinya. Dia terkejut tubuhnya berselimut jaket dan melihat Ferit masih tertidur di hadapannya. Adrine memandang lelaki sebayanya itu. Lelaki yang baru dikenalnya.

Ketika Adrine memandang Ferit, cepat dia tersadar bahwa dirinya sudah tidak lagi berada di kota melainkan di tempat parkir yang entah tidak tau di mana.

"Di mana ini?" kedua mata Adrine mencari-cari sesuatu di luar mobil sejenis manusia ataupun apalah yang berada di luar mobil. Adrine sedikit takut karna suasana sangat sepi. Hanya terdengar gemuruh pepohonan tertiup angin kencang. Sekilas terdengar pula deburan air sangat lirih. Adrine menebak di pikirannya bahwa dirinya di sebuah sungai atau sejenisnya.

Suasana di luar masih gelap tapi sedikit remang. Adrine berusaha menangkap ponsel Ferit yang berada di genggaman tangannya dan terus berbunyi tiada henti namun sang pemilik masih asik dengan mimpinya. Sedikit demi sedikit Adrine menyingkirkan jari-jari tangan Ferit. Bibir Adrine bergerak-gerak mirip dukun komat kamit tak jelas berharap Ferit tidak terbangun. Ketika ponsel Ferit hendak di cabut, tiba-tiba Ferit menggerakkan tubuhnya.

"Ups..aaaaaa!!" bibir Adrine mangap lebar kemudian Adrine mengangkat kedua tangannya dan kesempatan mengambil ponsel Ferit terbuka lebar. Buru-buru Adrine sigap mengambil benda brisik tersebut dan pada akhirnya ponsel Ferit berhasil diambil. Secepat kilat Adrine mematikkan bunyi brisik alarm. "Huh..!!"

"Halaah.... penjahatnya tidur, enaknya kaburr!!" Setelah Adrine meletakan ponsel Ferit di wadah berbentuk kotak sebelah gigi mobil kemudian dia dengan jurus menghilang dengan lembut pergi dari Ferit dan meninggalkannya di mobil ketika tertidur pulas.

Adrine beranjak keluar dari mobil, dia menyusuri dari ujung ke ujung barangkali ada sesuatu, mungkin manusia atau kedai kopi atau lesehan dan mungkin angkringan.

Adrine menemukaannya, wajahnya berseri kegirangan ketika dia mengetahui dimana dirinya berada. "Wedi Ombo..ye...." Adrien menari-nari tepat di depan mobil. Berputar-putar bak komedi putar. Rambutnya tergerai melayang-layang terbang. Adrine melompat-lompat seperti anak kecil. Adrine kecil telah tumbuh dewasa dan detik ini bersama pujaan hatinya. Pujaan hati tapi belum pernah nyatakan cinta diantara mereka. Mereka hanya bersenang-senang dan menikmati liburan.

Dari dalam mobil, Ferit terbangun dari mimpinya ketika Adrine masih menari, berputar dan melompat. Adrine tidak menyadari ada beberapa pasang mata yang melihat aksinya. Ferit tersenyum melihat wanita yang ia culik sedang menari-nari di kegelapan tepat di depan mobil.

Ketika Adrine merasa cukup puas dengan aksinya kemudian dengan sigap dan kilat dia berlari menuju pintu mobil Ferit dan membukanya. Ferit menyadari Adrine akan menghampiri dirinya kemudian Ferit menutup kedua matanya kembali berharap Adrine tidak mengetahui bahwa dirinya telah bangun dan melihat aksinya. "Ferit..??" Adrine mencoba membangunkan Ferit dengan menggoyangkan tubuhnya.

"Ferit.." panggilan pertama tidak didipedulikan oleh Ferit.

"Ferit..."

"Ferit...bangun.." Adrine terus membangunkan Ferit. Dan dia berhasil. Ferit membuka kedua matanya dan kedua tangannya menengadah, mengepal ke atas seperti akan meninju.

"Hoammm.... " kepalan tangan Ferit mengenai sedikit pipi dan rambut Adrine. Hahahaha Adrine tertipu... dia tidak mengetahui bahwa Ferit telah menikmati dirinya menari-nari.

"Adrine...??? kamu sudah bangun? kamu korban penculikanku kenapa kamu malah bangun lebih dulu?" tanya Ferit, bego.

"Lah tersangkanya molor mulu, korbannya kabur dong! Ayo.. keluar." rengek Adrine sembari menarik-narik lengan kanan Ferit. Adrine sedikit manja karna girang.

Ferit menurunkan kaki kanannya, dia belpolah seperti manusia yang baru saja tersadar dari mimpi. Tubuhnya terhuyung ketika keluar dari mobil. Rambutnya berantakan, kedua matanya menyipit ketika terhembus angin pagi.

"Bagaimana ceritanya tersangka sempoyongan mirip orang mabuk? lalu bagaimana kalau korban kabur? hisss..." Adrine melontarkan pertanyaan seolah dirinya memang korban penculikan.

Adrine menarik lengan Ferit, tak lupa Adrine mengambil jaket Ferit lalu memberikan padanya segera setelah itu Adrine menutup pintu mobil. Melihat reaksi Adrine yang sangat girang Ferit kemudian memakai jaketnya.

Adrine meraih telapak tangan Ferit mengajak ke pantai. Suasana masih terbilang sepi karna hanya ada beberapa gelintir pengunjung. Sayup-sayup angin subuh berhembus, Adrine sangat bersemangat bahkan dia melupakan sahabat-sahabatnya yang ditinggalkannya di hotel.

Ferit menuruti Adrine, dia mengikuti Adrine dengan telapak tangan masih terkunci dengan telapak tangan Adrine. Adrine terus menyeret Ferit melewati jalanan, langit sudah mulai memunculkan warna gelap kekuningan pertanda matahari sedikit lagi muncul. Adrine terus menyeret lelaki tersebut menuju lokasi maklum karna akses mobil belum bisa masuk ke lokasi hanya mampu di tempuh dengan berjalan kaki ataupun kendaraan roda dua.

"Adrine..." Ferit memanggil gadis itu namun tidak di hiraukan.

"Adrine..." Ferit terus memanggil menyebut namanya.

"Adrine..." karna kesal Ferit menarik balik tangan Adrine hingga tubuhnya menghadap Ferit. Mereka saling beradu pandang dan rambut Adrine terus terbang melayang-layang ke udara.

Ferit memecah adu pandang, "Apa kamu bisa lebih cerdas dari ini? perjalanan masih jauh, bisa-bisa kakimu bengkak setelah ini!"

"Hemmm....."Adrine terdiam bibirnya mengempis, otaknya melongo mendengar mulut lawan bicaranya berkata demikian.

Ferit melepas genggaman tangannya, lalu ia pergi berlalu meninggalkan Adrine sendiri, diam di tempat. "Huft...!" Adrine menghela nafas, dia kesal dalam diam karna dalam pikirannya pasti dia akan melewati suasana dingin pagi di pantai dan matahari tersenyum indah.

Adrine masih dalam posisi di tempat, dia hanya melangkahkan kakinya ke kanan satu langkah lalu berbalik ke kiri satu langkah mirip setrika listrik.

Lima menit berlalu setelah Ferit menghilang dari pandangan Adrine tiba-tiba ia datang menghampiri Adrine dengan sepeda motor tanpa merk, hitam polos. Adrine terkejut, bagaimana bisa dia mendapatkannya?

"Ferit? lagi-lagi kamu dapat kendaraan, milik siapa itu?" tanya Adrine curiga. Ferit hanya tersenyum getir dia tidak memberitahukan bagaimana dia mendapatkan sepeda motor tersebut.

"Mau cepat sampai ngga? apa mau jalan kaki saja biar kakimu bengkak?" pungkas Ferit meledek Adrine. Tanpa banyak berfikir tanpa bicara apapun Adrine naik di belakang Ferit dan mereka melaju menuju lokasi.

Dari balik bilik warung berkisar 10 meter lelaki yang menguntit Ferit kemudian melakukan hal yang serupa dengan Ferit, meminjam sebuah sepeda motor milik penduduk setempat. Dia terus mengikuti Ferit dan Adrine.

"Apa yang kau lakukan Ferit?"

*****

Byurrrr....

Deburan ombak air laut menghantam bebatuan karang. Angin bertiup kencang membuat seluruh seisi pantai dan sekitarnya berjoget-joget tak jelas. Langit gelap mulai terlihat berwarna abu dan mulai pudar sedikit dengan warna orange. Sedikit demi sedikit warna orange menembus seluruh kegelapan malam. Fajar naik menglahkan malam.

"Ferit, lihat pemandangan di sana!" ujar Adrine menunjuk ke arah timur. Matahari memunculkan sinarnya nan indah dan mempesona. Adrine tersenyum girang, tanpa persetujuan Ferit kemudian gadis itu berjalan di atas pasir putih mendahului Ferit.

Adrine sangat exited, Ferit terus membuntuti gadis tersebut tanpa banyak dia berbicara. Kedua kaki Ferit terus berjalan berusaha mensejajari Adrine, kaki gadis itu sangat ringan sehingga lihai berjalan di pesisir pantai.

Subuh telah pergi matahari mulai terlihat jelas. Terlihat beberapa pengunjung melakukan camping di sekitar area pantai. Hati Adrine berseri bahagia sangat bahagia bahkan dirinya masih belum menyadari sahabat-sahabatnya.

"Adrine.." Ferit menyebut namanya ketika Adrine melaju sedikit lebih cepat dan mendahului Ferit.

Adrine terus melangkahkan kakinya menuju Laguna, sedikit jauh namun Adrine tetap menikmatinya.

"Adrine...hati-hati!" ujar Ferit yang terus membuntuti Adrine. Nyalinya cukup besar melewati medan yang lumayan terbilang ekstrim. Bebatuan karang yang menjulang bekas lava gunung berapi tidak terlihat rapi namun sangat exotic. Air laut yang semula tidak terlihat warnanya semakin siang semakin terlihat keindahan warnanya dengan jelas.

Adrine berhenti di puncak bebatuan nan tinggi, Ferit meraih posisi di sebelah Adrine. Pandangan mereka berdua tertuju ke arah laut lepas. Adrine tersenyum kucing, karna merasa lelah dia ambil posisi duduk di atas batu karang. Ferit mengikutinya.

Mereka duduk sambil berbincang banyak hal. Tak terasa matahari mulai memberi kehangatan di balik baju mereka.

"Ferit, coba tengok lubang berbentuk kolam itu!" Adrine menunjuk air berada di antara bebatuan karang membentuk lingkaran panjang seperti kolam. Airnya begitu jernih dan terlihat hijau toska. Adrine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju spot yang ia ingin tuju. Ferit bangkit mengikutinya.

"Ferit, ayo kita berfoto. Aku ingin mengambil gambar berdua." Adrine mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, kemudian ia mengambil gambar berdua bersama Ferit. Mereka berdua saling tersenyum.

Dari kejauhan penguntit Ferit dan Adrine masih bersembunyi di balik pepohonan dan bebatuan karang. Jaket biru menutupi seluruh awaknya. Sembari bersembunyi diam-diam dia mengambil kamera dan mengambil gambar antara Ferit dan Adrine. Entah untuk siapa dia melakukannya.

"Ferit, aku mau coba ke sana. Nanti kamu ambil gambarku ok!" pinta Adrine tanpa basa basi seperti kekasihnya. Ketika hendak berjalan tiba-tiba Adrine terpeleset dan.....

Byurrrr....

Adrine nyemplung ke kolam Laguna. Sontak Ferit terkejut dan cemas. "Adrine..." tangan Ferit mengambang seolah akan meraih tangan Adrine. Namun sial semua terlambat, Adrine telah dilahap air Laguna hingga tak terlihat kepalanya sama sekali karna deburan air dari tubuhnya.

Tubuh Ferit membungkuk memanggil Adrine namun tak kunjung muncul ke permukaan.

"Adrine..."

Ketika duburan air dari tubuh Adrine mereda kepala Adrine muncul ke permukaan.

Adrine berteriak minta tolong "Ferit.. tolong"

Blubup..

Tubuh Adrine naik turun ke permukaan air. Tanpa banyak berfikir, Ferit melepas jaket dari tubuhnya dan masuk ke kolam Laguna.

Byurrr....

"Adrine...."

Ferit meraih lengan dan tubuh Adrine, dia berusaha menyelamatkan Adrine. Ketika kecemasan Ferit memuncak tiba-tiba Adrine tertawa lepas seperti tak tau malu. "Hahahahahahaaaa..."

"Adrien...?" Ferit menganga melihat reaksi Adrine. Spontan Ferit sadar akan Adrine telah menipu dirinya. Adrine bisa berenang. Adrine menipu Ferit.

.

"Adrine...!! nggak lucu!!" Ferit marah, karna dia begitu cemas terjadi sesuatu dengan Adrine. Dalam benaknya dia tidak bisa berenang.

"Aku akan naik ke atas, kamu akan tetap di sini atau naik?" tanya Ferit sembari memikirkan tidak memiliki baju ganti.

"Ferit, kita bermain-main di sini dulu ayo.." Adrine merayu pada lelaki pujaannya tapi disayangkan dia tidak mau mengikuti rayuan Adrine berharap Adrine keluar dari kolam itu.

Ferit menepi, namun Adrine tidak mengikuti Ferit. Ferit mulai menapaki bebatuan, Adrine tetap menenggelamkan dirinya menikmati karang di dasar kolam.

"Hemmm.."

Ferit berbalik, akhirnya dia kembali ke Adrine yang tengah asik berenang. Awalnya Ferit marah namun kemarahannya melunak ketika melihat Adrine berenang bagai lumba-lumba dengan pakaian serba panjang.

"Gadis ini... bikin greget."

Ferit dan Adrine akhirnya bermain di kolam Laguna bersama, mereka tertawa seperti berusia 8 tahun seperti anak kecil tepatnya. Sesekali Ferit menghilang dari pandangan Adrine dan menyelam kemudian muncul seolah akan memeluk Adrine. Mereka bagai kekasih namun bukan kekasih.

Penguntit Ferit dan Adrine terus memotret aktivitas mereka. Bahkan ketika mereka menyelam di kolam. Dia mengambil gambar dengan berbagai upaya hingga rela dengan posisi tengkurap di atas batu karang berharap tidak ketahuan. Namun sayang... Ferit sesungguhnya mengetahui ada seseorang yang mengikutinya dan mengambil gambar mereka.