Chereads / Lengan Berdarah / Chapter 5 - 4. Kabar Adrine

Chapter 5 - 4. Kabar Adrine

Naura melamun di balik meja kantin Rumah Sakit, duduk termenung sambil berpikir apa yang akan dilakukan untuk menjaga keselamatan satu sama lain. Bahkan polisi belum menemukan jejak Adrine. Brosur pencarian anak telah tersebar dan bahkan selebaran di media internet telah diekspos namun semua masih nihil. Penjahat-penjahat itu masih mengintai keluarga Sasongko. Ketika pikirannya masih melayang tiba-tiba telpon genggam Naura berdering. Naura memungut telponnya dan melihat nomor tak dikenal memanggil. Namun Naura enggan menjawabnya.

Di lain tempat tepatnya di tengah kerumunan pasar tradisional jauh tanpa ada yang mengenali, Ghandi mengembalikan telphone yang sudah ia pinjam milik salah satu pedagang kain. Mengetahui Naura tidak menjawab telphonnya kemudian Ghandi berlalu pergi meninggalkan pasar dan mendatangi kedai kopi. Kedai tersebut sering di datangi oleh sekelompok preman berkelas ketika malam tiba dan ketika siang kedai tersebut dipenuhi para preman pasar dan orang yang telah langganan di kedai tersebut.

Ghandi memesan secangkir kopi hitam panas dan kue. Duduk diam sambil mencari sesuatu seperti informasi atau sejenisnya.

Datang dua orang lelaki biasa mungkin pelanggan kedai karna penampilannya biasa tidak seperti preman pada umumnya sembari berbincang lalu mendekati meja dan duduk di kursi. "Bro, baru-baru ini ada selebaran anak hilang. Kabarnya si anak Sasongko. Di sana dijelaskan tertera ada luka di lengan kirinya. Dan barang siapa yang melihat atau menemukannya dapat imbalan loh bro" kata salah satu lelaki tersebut. "Udin, tau ngga lu,? imbalannya ngga tanggung-tanggung, uang tunai tiga ratus juta bisa buat kawin lagi loh, hahahahaha... " ujarnya sembari tertawa tebahak-bahak.

"Loh bukannya anak itu yang diculik satu minggu yang lalu ? beritanya heboh."sahut Udin teman lawan bicaranya. "Trimo, tetangga gua juga sempet liat kejadiannya pas mau anter pesanan. Tapi tetangga gua gemetaran katanya nyeremin. Katanya yang nyerang di dalem rumah ada empat orang yang di luar ada dua orang jagain kali yak?."ujar udin sambil berbisik.

"Memang diculik, tapi sayang penjahatnya bego. Anak itu hilang padahal katanya tidak sadar. Aneh!" kata temannya yang bernama Rimo.

"Tau dari mana lu Rim?" Udin penasaran Rimo bisa banyak mengetahui keadaan sesungguhnya tapi sayang pertanyaan yang dilontarkan Udin diabaikan. Udin sangat mengakui jika Rimo sangat update berita-berita dari segala sisi.

Mendengar apa yang telah dibicarakan, Ghandi terus menjadi pendengar setia hingga mereka beranjak keluar dari kedai tersebut. Ghandi kemudian mengikuti kedua lelaki tersebut hingga tiba di sebuah jalanan sepi. Dengan sigap dan cepat Ghandi meraih lengan dan meletakan pisau runcing kecil pada pinggang salah satu lelaki tersebut seolah akan menusuknya. Ghandi mengintrogasi beberapa pertanyaan, dan setelah mendapatkan apa yang ia butuhkan kemudian membebaskan kedua lelaki tersebut dan pergi berlalu.

*****

Sufi sedang mengaduk-aduk tepung dengan mixer sedangkan Adrine sibuk mengoles mentega ke atas loyang. "Adrine, kamu sudah selesai belum sayang?" tanya Sufi sambil mematikan mixer yang dipegangnya. Wajah Adrine tergores tepung dan mentega menempel di segala sisi tangannya. Adrine melangkah mendekati Sufi.

"Sudah te, boleh ngga warna yang dicampur ke adonan kita kasih warna pink?" Adrine membujuk Sufi, Sufi tersenyum kemudian meraih hidung mancung Adrine. Kulit putihnya yang lembut membuat Sufi selalu ingin menyentuhnya.

"Peluk tante sayang," Sufi meminta, Adrine lalu memeluk Sufi lalu mencium rambutnya.

"Hei hei hei bidadari-bidadariku sedang apa kalian?" Ghandi datang tiba-tiba. "Wah kalian penuh dengan tepung, apa om boleh membantu pekerjaan kalian sayang?"

"Dengan senang hati" jawab Adrine sambil tersenyum kegirangan. Mereka bertiga kemudian melanjutkan membuat kue ulang tahun bersama. Memang tidak ada yang merayakan hari jadi kelahiran tapi itu hanyalah ide untuk mengusir rasa bosan diantara Sufi dan Adrine. Alih-alih menghilangkan kebosanan diantara Sufi dan Adrine tapi ide tersebut membuat hati Sufi dan Ghandi makin menyayangi Adrine seolah anak mereka sendiri.

Setelah mengembang dan matang kue tersebut diambil dari oven. Dengan semangat Adrine mengambil krim berwarna merah dan putih. "Sebentar ya.. kita tunggu kuenya sedikit dingin" ujar Sufi mengingatkan Adrine.

"Adrine ngga sabar ingin menghias te. Kayaknya enak, baunya wangi dan warnanya cantik." Sufi tersenyum. Setelah dingin kue tersebut kemudian dioles krim putih oleh Adrine dan di rapihkan oleh Sufi. "Te, Adrine mau krimnya kita siram coklat di atasnya kemudian kita hias dengan warna merah." Sufi tersenyum dan mengangguk. Membiarkan Adrine berkreasi sesukanya. Sufi dan Ghandi bahagia namun sedih, Bahagia melihat Adrine tersenyum namun sedih karna situasinya yang masih belum baik. Terlebih mereka ingat dengan anak perempuan yang sebaya dengannya. "Ghandi, sampai kapan dia harus sembunyi? dia rindu ayah dan ibunya." ucap Sufi sambil menyeka air matanya. Ghandi sangat mengerti situasi ini tapi Ghandi masih belum bisa berbuat apapun.

Pukul 7 malam..

Ghandi dan Adrine telah bersiap di depan televisi dengan roti di atas mejanya. Sufi lalu datang menghampiri mereka dengan membawa teh dan kopi. Mereka memotong kue dan memakannya bersama. "Om, Adrine mau lihat ayah sama momy." Adrine merengek membujuk Ghandi. Melihatnya Ghandi sangat tidak tega.

"Bagaimana kalo tunggu luka Adrine telah sembuh?" Ghandi melontarkan saran sebab Ghandi masih sering melihat kawanan anak buah Khetek berkeliaran di mana-mana. Bahkan pernah mendatangi Rino di Rumah Sakit.

"Om, luka Adrin sudah mulai pulih. Nih.." Adrine menepuk lengan kirinya dan berharap Ghandi mempercayainya.

"Coba om buka kasanya ok!" Perlahan Ghandi melepas kasa yang menempel di lengan Adrine dan melihat luka di lengannya mulai kering dan menggantinya menggunakan plester.

****

"Hallo Naura, Adrine aman bersamaku kami ingin menemuimu besok. Dia ingin bertemu ayahnya." Ghandi memberikan kabar keadaan Adrine. Dengan seksama Naura mengamati suara yang menelphonenya.

"Hallo, apa kamu Ghandi?"Naura menebak tapi tebakannya tidak meleset karna Ghandi telah lama bekerja di keluarga Sasongko meskipun telah lama mengundurkan diri.

"Naura, tidak penting siapa aku yang jelas Adrine ingin kembali dan bertemu dengan kalian. Apakah disitu telah aman?" Ghandi memastikan kondisi di rumah Sasongko melalui Naura.

Naura menjelaskan bahwasannya kondisi keamanan sangat tidak bagus. Dan bahkan masih sering beberapa preman masih menanyai Adrine dan Rino beserta Adarina. "Sungguh aku bersyukur Ghandi, aku sangat berterimakasih Adrine bersamamu. Aku tidak tau mengapa para penjahat yang tak ku kenal menyerang kami bahkan mengejar kakaku, istrinya dan anaknya. Mereka mengejar tiada henti. Bahkan setelah disebar selebaran tentang Adrine banyak orang berbondong-bondong mencari Adrine hingga anak jalanan mereka periksa lengannya satu persatu."Ghandi semakin khawatir. serasa Jakarta telah dipenuhi para penjahat. "Ghandi, temui aku besok tanpa Adrine jangan biarkan Adrine keluar dari rumahmu untuk sementara waktu. Aku ingin bicara" pinta Naura membuat janji. Ghandi menyetujuinya dan kemudian mereka saling menutup telphone.

Setelah Naura berbincang dengan Ghandi dengan langkah cepat Naura menghampiri Rino kakak laki-lakinya. Naura menceritakan keadaan Adrine dan menjelaskan di mana Adrine berada. Namun Rino melarang Naura memberitahu Adarina sebab dia sangat ceroboh dan tidak bisa tenang karna kepanikkannya bahkan tidak bisa menyimpan apa yang harus ia simpan.