Hari-hari bertemu dengan Naira. Lagi. Setelah sekian lama. Kali ini gue punya fakta menarik. Yang gue sendiri juga heran sekaligus bingung. Saat gue nulis ini pun masih agak nggak percaya. Kalian bisa tebak, ekspresi gue kayak gimana? Jadi, ternyata gue satu kelas sama Naira. Kok bisa? Iya, jawabannya bisa. Karena ternyata, Naira juga nunda kuliahnya. Ini yang buat gue heran sekaligus bingung. Rencana gue dengan rencana Naira ternyata sama. Dan gue nggak tahu sama sekali. Gue pikir, kita hanya satu kampus saja. Beda fakultas, beda angkatan, tapi ternyata. Semua diluar kendali gue. Tuhan memang jagonya memberi kejutan.
Gue nggak tahu pasti alasan dia nunda kuliah itu apa. Karena selama ini yang gue tahu, ya, dia sibuk dengan dunia perkuliahannya. Sesuai dengan apa yang dia cita-citakan dulu.
Sekarang gue bingung harus bagaimana. Apakah gue harus pura-pura nggak kenal? Tapi gue kangen banget sama Naira. Gue kangen masa-masa sekolah dulu. Kenapa harus ada jarak diantara kita, Nai? Kenapa?
Oh iya satu hal lagi. Atas dasar apa Naira kuliah bisnis? Bukannya dulu dia mau jadi desainer? Argh, Naira. Lo benar-benar sukses bikin gue penasaran. Haruskah gue juga melakukan penyelidikan untuk hal ini? Yang benar saja. Perkara si manusia kulkas dan perempuan manis itu saja belum terpecahkan. Kalau begini, lama-lama gue nggak jadi pebisnis malah jadi tim penyidik bareskrim.
Oke, cukup. Menceritakan pertemuan gue kembali dengan Naira, lumayan membuat perut gue lapar. Dan gue tipikal orang yang paling nggak bisa nahan lapar. Kecuali dalam keadaan mendesak. Gue bisa berubah menjadi orang yang paling jago nahan lapar.
Gue memutuskan untuk mencari makanan di meja makan. Hanya ada nasi dan kulkas, nggak ada makanan yang bisa mengganjal perut. Stok mie instan kosong. Bangunin Bunda, nggak enak juga. Yasudah, jalan satu-satunya adalah ke tempat taichan shinchan.
Tepat pukul 22.30 gue keluar rumah. Di tengah cuaca yang lumayan dingin. Hoodie hitam, celana pendek dan sandal jepit. Style ternyaman gue. Bawa motor seru juga. Sudah lama nggak menikmati udara malam sambil motoran.
Oke lets go.
Gue keluar rumah dengan membawa sejuta kenangan yang ada di motor. Kalau kalian ingat, gue sering antar jemput Naira pakai sekuter butut ini. Motor yang selalu membawa kita jalan-jalan kalau lagi suntuk. Dan juga saksi bisu Naira diganggu cowok brengsek gara-gara si motor kehabisan bensin. Terlalu banyak momen-momen menarik di motor ini.
Sepanjang perjalanan gue berusaha untuk menikmati udara malam hari. Pikiran gue nggak bisa berhenti memutar kenangan bersamanya. Sesekali gue tersenyum saat mengingat kecerobohan Naira. Meskipun setelahnya gue selalu tertampar oleh kenyataan, bahwa Naira sudah pergi dari hidup gue.
Kata orang, salah satu cara untuk menghilangkan penat adalah dengan jalan-jalan naik motor, keliling kota. Sendiri. Bahkan kalau bisa sambil teriak. Itu adalah healing yang sangat mudah dan murah. Jujur, sebenarnya gue pengen banget teriak yang kenceng banget. Tapi takut disangka orang gila. Pasalnya jalanan masih ramai. Dan untuk mengakali itu, gue memilih untuk bernyanyi. Single recycle pertama gue yang juga membuat gue dikenal banyak orang. Teman Tapi Cinta.
๐๐๐
"Bang satu porsi ya."
Abangnya noleh sebelum menjawab, "Mau disini aja atau dibungkus?"
"Emm, disini aja deh bang."
"Oke," jawabnya sembari mengacungkan jempol.
Sate Taichan Shinchan adalah tempat makan favorit gue dari jaman sekolah. Tempat makan pinggir jalan yang rasanya nggak kalah nikmat dengan resto mewah. Ada banyak makanan juga jajanan yang berjajar disepanjang jalan. Jadi tempat Abang shinchan ini memang paling pas untuk kuliner malam. Selain makanannya enak, tempatnya juga sekarang lebih bersih dibanding dulu. Bagus. Jadi lebih nyaman juga kalau makan di tempat.
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, sate pesanan gue datang juga. Akhirnya setelah sekian lama.
"Udah putus, mas?" tanya abangnya waktu menghidangkan sate di meja gue dan itu sukses bikin gue kaget.
"Hah? Siapa yang putus bang?"
"Ya, masnya sama pacarnya yang dulu sering kesini itu lo."
Yang dia maksud pasti Naira. Karena dulu gue sering banget ajak Naira makan disini. Dan dia ngira Naira adalah pacar gue. Hahaha. Kocak sekali.
"Oh, Naira?"
"Ya nggak tau mas. Pokoknya mbak nya yang cantik dan rambutnya keriting itu. Yang dulu pernah teriak-teriak cuma gara-gara kecoak," sambil tertawa dia menceritakan sosok Naira.
"Iya, dia lagi sibuk bang sekarang."
Ternyata abang shinchan masih ingat kejadian waktu itu. Kalian juga pasti ingat kan? Kejadian waktu gue dan Naira cari makan malam-malam. Dimana Naira teriak seperti orang kesurupan karena pada saat itu tiba-tiba ada kecoak. Dan dia membuat heboh pengunjung lain. Memang si Naira tukang buat ulah.
๐๐๐
Menjadi seorang penyanyi yang terkenal memang impian gue sejak dulu. Dan jujur dulu, gue memang sangat berambisi untuk itu. Tapi setelah gue merasakan ada diposisi yang gue inginkan. Gue merasakan begitu banyak tekanan. Ya, memang belum sebesar penyanyi-penyanyi papan atas yang ada di Indonesia, tapi at least gue diberi Tuhan kesempatan untuk merasakan nama gue dikenal banyak orang. Dan ternyata itu lumayan bikin gue tertekan. Kadang gue merasa di atas angin karena gue adalah orang yang hebat karena pencapaian gue, dan kadang juga gue takut dengan semua itu. Karena sering mendengar pujian dari orang, nantinya itulah yang akan menghancurkan gue. Dan gue nggak mau hancur karena hal konyol.
Satu hal yang sangat gue syukuri adalah Alhamdulillah gue punya Bunda yang nggak pernah lupa buat ingetin gue agar jangan sampai lupa injak bumi. Bunda selalu bilang begini,
"Kamu nggak boleh merasa tinggi hati. Sebab ada Tuhan yang Maha Tinggi. Ingat, etika. Kamu punya nama, punya uang, tapi semua itu nggak berguna kalau kita nggak beretika. Karena semua itu nggak berlaku untuk membeli etika. Arka, bibit dari kehancuran adalah rusaknya etika."
Bunda Syafira adalah Bunda kebanggaan gue. Gue beruntung lahir dari seorang ibu hebat seperti Bunda. Ayah juga beruntung punya istri seperti Bunda. Eh iya, gue baru ingat. Gue pernah janji ke kalian semua untuk bercerita tentang Ayah gue. Rasyid Mahendra. Ayah yang juga sahabat gue, teman ngobrol, bahkan kadang jadi musuh gue. Musuh dalam perebutan hak milik repot tv dan Ac. Hahaha. Iya, Ayah nggak bisa kena dingin yang berlebih. Karena pasti bersin-bersin. Sedangkan gue, kebalikannya. Gue lebih suka dingin dan nggak bisa tenang kalau seandainya ada di ruangan yang agak panas.
Oke baiklah. Cerita Ayah akan gue lanjut setelah ini.