Ada banyak cara Tuhan dalam menunjukkan rasa sayangnya. Mulai dari cara yang lembut sampai cara yang bisa dibilang kasar. Bahkan kadang juga dalam bentuk teka-teki. Dan yang diterima Ayah menurut gue masuk dalam kategori kasar. Sangat kasar malah. Ketika Ayah mulai bangkit dari ketergantungan alkohol, dan Bunda juga mulai mengurangi banyaknya aktivitas di luar rumah yang nggak penting-penting banget itu, Justru Tuhan ambil satu persatu apa yang Ayah dan Bunda sayangi. Mulai dari jabatan Ayah, teman, sahabat, bahkan orang tua Ayah. Yang pada saat itu hanya tinggal Kakek. Karena nenek sudah meninggal saat Ayah masih SMA. Sedangkan Bunda sudah yatim piatu sejak SMA.
Pertama Tuhan tarik kesombongan Ayah yang dia dapat dari jabatannya. Ayah di pecat secara sepihak. Karena alasan apa? Untuk yang kali gue nggak bisa bilang ke kalian alasannya apa. Yang jelas karena ada problem internal. Seperti yang gue bilang, kalu gue diberi ijin Ayah sama Bunda untuk menceritakan masa lalu gue dan keluarga dengan catatan gue bisa memilah mana yang sekiranya bisa gue bagi ke kalian. Dengan tujuan bisa jadi pelajaran untuk kita semua. Semoga ya. Semoga kalian yang baca ini bisa memetik hikmah dari apa yang gue sampaikan.
Oke kembali lagi.
Jadi, dulu. Ayah itu bisa dibilang orang yang petantang-petenteng. Dengan jabatan yang mentereng, kadang suka seenaknya sama karyawan. Suka memerintah di luar jam kerja. Dan, merasa dirinya itu orang yang paling terhormat. Karyawan harus tunduk padanya. Mangkanya begitu kehilangan jabatan, Ayah seperti orang linglung. Dia bingung dan nggak tahu apa yang harus dilakukan. Hari-hari Ayah dihiasi dengan melamun dan melamun. Tapi, dibalik musibah itu, untungnya Ayah nggak kembali minum.
Gue kelas 6 SD saat kejadian itu. Itu artinya Ayah dan Bunda perlu biaya lebih untuk keperluan sekolah gue selanjutnya. Gue ingat percakapan mereka saat di ruang tamu.
"Kita harus segera bangkit, Ayah. Sebentar lagi Arka masuk SMP, sedangkan keuangan kita lagi berantakan begini," ucap Bunda di meja makan. Sambil sibuk menyiapkan makan malam. Sedangkan Ayah masih dengan kesibukan yang sama selama beberapa hari. Melamun.
Melihat Ayah terus-terusan melamun. Bunda melanjutkan ucapannya.
"Bunda udah stop semua arisan-arisan Bunda. Sekarang kita harus fokus berjuang bersama dari nol. Demi masa depan Arka."
Pada saat kejadian itu, jujur gue belum sepenuhnya ngerti. Karena nggak banyak perubahan yang gue rasakan. Selain melihat Ayah yang setiap hari selalu murung. Dan menurut gue nggak berpengaruh juga buat gue, pada saat itu. Gue tetap mendapatkan fasilitas yang selama ini gue dapat. Cuma memang, uang jajan gue sedikit berkurang. Saat itu Bunda bilang kalau kita harus hemat. Dan Bunda juga mulai mengajari gue bahwa nggak semua keinginan gue itu harus terpenuhi. Gue yang dari kecil selalu mendapatkan kemudahan untuk semua keinginan-keinginan gue, tiba-tiba harus memilah. Agak kaget dan susah nerima awalnya. Tapi mau nggak mau gue belajar untuk itu.
Setelah satu bulan hanya diam merenung, akhirnya Ayah mau bangkit lagi. Itu juga karena setiap hari Bunda nggak berhenti menyemangati. Melihat suaminya mulai bergerak untuk bangkit, senyum di bibirnya mulai merekah perlahan.
Level sakit yang paling tinggi adalah kehilangan. Dan level kehilangan yang paling tinggi adalah kematian. Disaat raga bukan lagi terpisah oleh jarak. Melainkan alam yang berbeda. Hidup memberikan pilihan. Hidup juga menyajikan teka-teki. Dalam hidup kita diajari tentang banyak arti. Salah satunya adalah ingat dan ikhlas. Ingat bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini hanyalah titipan. Dan ikhlas jika suatu hari Tuhan ambil kembali. Akan tiba masanya Tuhan mengambil kembali apa yang seharusnya diambil.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sebuah kalimat yang gue rasa sangat tepat untuk menggambarkan seorang kepala rumah tangga bernama Rasyid Mahendra. Setelah kedudukan, jabatan dan kekayaannya hilang, selang tiga bulan setelah itu, saat Ayah mulai bangkit, Tuhan ambil salah satu orang yang Ayah sayang. Yaitu Nenek. Dia kembali hancur. Kehilangan sosok Ibu yang selama ini memberinya semangat. Seperti kehilangan harapan hidup.
"Ayah yang sabar ya. Kita akan selalu bersama melewati ini semua."
Kalimat yang setiap saat terucap dari mulut Bunda begitu melihat Ayah mulai lunglai. Gue akui, Bunda memang support system terbaiknya Ayah.
Gue yang sekarang mengingat kejadian itu, seperti membaca dongeng. Apa yang terjadi dengan Ayah, gue banyak banget belajar tentang arti hidup ini.
Kehilangan yang terjadi pada Ayah bisa dibilang bahwa Tuhan sebenarnya nggak mengambil. DIA hanya mengganti dan mengajari agar lebih baik. Memang Ayah nggak lagi kaya harta, tapi Ayah kaya akan ilmu kehidupan. Dan itu jauh lebih baik. Karena menjadikan Ayah lebih bijak dalam menjalani hidup. Dan yang paling penting bisa lebih menghargai sesama.