Chereads / THE DARKNESS AKRAM / Chapter 24 - CIUMAN NAFSU

Chapter 24 - CIUMAN NAFSU

Mereka berhadapan dengan pintu raksasa yang tak kalah besar dari pintu depan, lalu membuka pintu itu.

Tanpa memberi kesempatan Elina untuk menolak atau melawan, Akram menarik Elina melewati ambang pintu lalu menutup pintu itu dengan cepat di belakang mereka.

Elina langsung terpaku, kakinya seolah beku, tidak berani melangkah lebih jauh ke tengah ruangan. Matanya memindai pemandangan yang terbentang di depannya, menampilkan ruangan yang sangat luar seperti gambaran bagian dalam apartemen modern mewah yang semula hanya bisa dilihat oleh Elina di majalah majalah atau iklan properti yang tidak sengaja muncul di website yang dia kunjungi melalui ponselnya.

Berkebalikan dengan nuansa kastil di lantai satu dan dua yang tampak seperti muncul dari abad pertengahan, lantai tiga ini tampak begitu modern, dengan gaya perabotan minimalis dan berbagai peralatan digital yang tampak sangat canggih bertebaran di seluruh ruangan.

Ruangan yang tertampil di depan matanya ini sangat luas. Sepertinya, Akram menggunakan seluruh bagian lantai di tingkat tiga kastil besar ini secara penuh untuk membangun sarang pribadi yang disesuaikan dengan seleranya.

Seluruh perabotannya dan tampilan ruangan ini seolah mencerminkan jiwa Akram yang gelap dan kelam, bernuansa hitam gelap, berpadu dengan dinding dan karpet tebal dengan gradasi lapisan warna abu-abu yang mendominasi.

"Kastil ini terletak di sebuah pulau yang jauh berada di tengah laut." Akram melangkah menjauh sedikit dan kemudian membalikkan tubuh dengan santai, bersedekap, menatap Elina dengan pandangan tajam, mengawasi dengan tatapan menilai yang tak ditutup tutupi.

"Aku sudah memperingatkan kepadamu bahwa kau tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri di sini. Daratan terdekat terletak sangat jauh dan memerlukan perjalanan satu hari penuh jika kau menggunakan kapal dan hanya ada satu kapal yang datang dan pergi setiap satu bulan sekali untuk mengirimkan persediaan makanan dan bahan kebutuhan pulau ini. Lupakan untuk menyelinap ke kapal itu karena kuyakinkan kepadamu, bahwa penjagaannya sangat ketat. Kau juga harus tahu bahwa pantai yang mengelilingi pulau ini kadang-kadang digunakan sebagai tempat berjemur buaya air asin yang berukuran sangat besar. Jangan lupakan keberadaan hiu di tengah lautan yang siap memangsamu kalau kau berani-beraninya mencelupkan kakimu ke dalam air laut. Jika kau takut darah dan tidak ingin dimangsa hidup hidup dengan cara yang sangat menyakitkan, aku sarankan kau untuk tidak menyentuhkan kakimu ke garis pantai pulau ini."

Akram menghentikan kalimatnya dan memerhatikan wajah Elina yang pucat pasi mendengar kalimatnya dengan tatapan tajam. "Ketika kau bersamaku, kamera pengawas akan dimatikan. Tetapi, jika aku tidak sedang bersamamu, kau tetap berada dalam pengawasan penuh. Jika kau berusaha melukai dirimu sendiri, atau bertindak bodoh dalam upaya melarikan diri, maka sebelum kau melakukannya, aku akan tahu dan mencegahmu, lalu membuatmu menyesal seumur hidup." Akram tidak perlu menjelaskan dengan terperinci, tetapi Elina langsung teringat pada pada ancaman Akram sebelumnya yang menyatakan akan mematahkan tangan dan kaki Elina lalu membuatnya invalid seumur hidupnya.

Akram melepaskan jasnya dan menyampirkan di punggung sofa besar di belakangnya. Tangannya bergerak melonggarkan dasinya, lalu membuka bagian atas kancing kemejanya sementara dirinya berbalik, bergerak melangkah mendekati Elina.

Kembali Elina merasakan dorongan untuk berlindung dan menjauh. Langkah Akram perlahan tetapi mengintimidasi, layaknya predator besar yang hendak memerangkap makhluk tak berdaya yang akan dijadikan mainanya sebelum kemudian dilahap dengan kejam.

Elina melangkah mundur ketika Akram melangkah mendekatinya. Lelaki itu tampak lebih berbahaya dengan kemeja yang terbuka beberapa kancing dan dikeluarkan dari ikat pinggang celananya, rambut Akram yang semula rapi di sisir ke belakang tampak sedikit berantakan, menutup sedikit sisi dahinya dan menaungi tatapan matanya yang tajam.

Punggung Elina membentur pintul yang tertutup di belakangnya, dan dia menelan ludah ketika Akram tidak memperlambat langkah dan baru berhenti ketika lelaki itu sudah berada dekat sekali dengan Elina, hampir menempel di depan tubuhnya.

Elina harus mendongakkan kepala untuk menatap wajah Akram yang menjulang di atasnya, dan mata mereka bertemu lalu saling terpaku. Lelaki itu sekarang menunduk, membuat wajah mereka hampir bersentuhan.

Ekspresi Akram tidak terbaca, tubuh jangkungnya yang kontras dengan tubuh mungil Elina makin membungkuk dengan kedua tangan memerangkap Elina di sisi kiri dan kanan kepalanya, menahan telapak tangannya di sisi kayu pintu yang terletak tepat di belakang Elina.

Dan tanpa meminta izin, Akram setengah membungkukkan tubuh untuk mengimbangi ukuran tubuh Elina, wajahnya mendekat, mengembuskan napas hangat di bibir Elina sebelum kemudian bibirnya hendak memagut bibir Elina tanpa peringatan. Seketika itu juga, didorong oleh refleks perlindungan dirinya, Elina langsung memalingkan wajah, membuat bibir Akram meleset dan mendarat di pipinya.

Akram mengerutkan kening, jemarinya menyentuh dagu Elina dan mendongakkannya.

"Kau tidak boleh menolak. Karena kau ada di sini untuk melayani dan meyenangkanku. Tidak tersedia pilihan lain untukmu," bisiknya parau, bibirnya lalu mendarat lagi perlahan, menyusuri sisi wajah Elina dengan hembusan napasnya yang panas dan menggoda.

Elina meringis, berusaha menggerakkan tangannya ke dada Akram dan mendorongnya, tetapi tentu saja percuma. Lelaki di depannya itu bergeming, laksana dinding batu yang keras dan tak tergeser sedikit pun oleh kekuatan lengan Elina yang kurus.

" Kau..... kenapa kau melakukan ini padaku? Kenapa harus aku? Kau... kau bisa mendapatkan banyak wanita lainnya.... " Napas Elina terengah engah ketika Akram malahan seolah tak peduli dengan pertanyaan Elina

Lelaki itu tidak mau repot repot menjawab pertanyaan Elina, malahan mulai memagut cerita tanpa ampun, melumatnya dengan kuat, seolah olah ingin mencecap seluruh rasa Elina dan melahapnya sampai tak bersisa.

Ciuman itu berlangsung lama dan sangat erotis, dengan melibatkan lidah dan kemampuan Akram yang sangat ahli serta berpengalaman.

Dan tidak lama kemudian ketika Akram melepaskan pagutannya, Elina langsung mencari udara untuk bernafas, memenuhi paru parunya yang kering kerontang karena tak ada oksigen yang diperlukan.

Ketika Elina mulai terbatuk batuk dengan mata panas berkaca kaca, Akram yang masih berdiri begitu dekat dengannya malahan berdiri diam dengan bibir menipis seolah menahan senyum .

"Kau sama sekali belum berpengalaman dengan lelaki , ya?" Pertanyaan Akram seolah tak memerlukan , karena lelaki itu tak mengetahui kepuasan dirinya karena telah menjadi lelaki pertama bagi Elina .

Elina mendongakkan kepala, mengungkapkan Akram dengan mengakui, dan sikap menantang Elina itu membuat geraham Akram mengetat. Bibirnya kembali menyentuh bibir Elina, setengah menggigit untuk menunjukkan superioritasnya.

"Terserah kau mau kutukan dan kutukanku dalam bisa. Aku tidak bisa. Aku tidak peduli dengan apa yang kau rasakan." Akram berucap dingin tanpa perasaan sama sekali, tiba-tiba saja tubuh tidak datang untuk meraup Elina dalam gendongannya.

Menunduk mencondongkan ke arah Elina yang berusaha melepaskan diri dari gendongannya, Akram langsung melumat bibir Elina penuh dengan nafsu, terus menciumi dan melumat bibir Elina sambil melangkah membawa perempuan itu ke sisi lain ruangan, menuju ruangan yang lebih kecil dengan tempat tidur besar yang terbentang hampir mendekati sebagian besar isi kamar itu .