Chereads / Chosen Blood / Chapter 23 - Desahan

Chapter 23 - Desahan

Vesha yang tadinya berdiri disebelah Rachel, tiba-tiba saja melayang dari udara karena satu hentakan tangan kanan Shine, Vesha harus menekukan tububnya kedepan untung menahan tekanan yang diterima, dan memperlambat gerakan tubuhnya yang semakin jauh. Ia mendarat dilantai dengan posisi sebelah lutut berlutut sementara yang lainnya tertekuk Sembilan puluh derajat, kedua tangannya menyentuh lantai untuk menahan alur pergerakan.

Suara berisik yang ditimbulkan membuat keluarga Clay ikut naik ke atas dan memastika apa yang sedang terjadi di sana. Vesha kembali menatap kea rah mereka berlima seolah tidak terjadi apa-apa.

"Tiadak ada yang terjadi di sini, kenapa kalian malihatku seperit itu? Seolah aku melakukan kejahatan, aku bahkan tidak mengeluarkan taringku sama sekali," Vesha berbicara sambil menatap seolah memang tidak terjadi apapun.

Mereka berlima masih menatap kearah Vesha dalam diam. Hal tersbut membuat Vesha semakin merasa keberadaan Rachel menimbulkan maslaah kepada keluarga yang sebelumnya ama dan saling percaya.

"Kalian tidak percaya kepadaku?" tanya Vesha yang tidak percaya dengan tatapan mereka.

"Kalian bisa menanyakan langsung kepada wanita itu," lanjut Vehsa sambil menunjuk kearah Rachel.

Rachel menatap kearah Vesh, terlihat jelas jika matanya memberikan kode kepadaku, ia menatap sinis kepadaku. Tentu saja ini tidak seperti yang ia katakan, jika saja aku memiliki setengah dari kekuatan mereka … akan kutujukan luka ini kepada mereka.

Rachle bahkan sedang membayangkan, bagaimana raut wajah wanita itu ketika dirinya membuka syal yang menutupi luka dilehernya. Taring wanita iut pasti akan keluar, kuku-kuku mereka akan memanjang dan dirinya yang memiliki setengah dari kekuatan mereka akan mengeluarkan kuku yang sama panjang. Mereka berdua akan melompat ke sisi masing-masangi, saling beradu kekuatan.

Meloncat dan merangkul tubuh satu sama lain, layaknya pengulat … Rahcel meulai membayangkan bagaimana dirinya mulai merobek pakaian belakang Vesha yang memang terlihat seksi tersebut, meningglakan beka cakeran yang dalam dikulit sempurna wanita itu.

Dan ia mulai membayangkan mencabik-caik kulit leherwanita itu dengan sebuah gigitan yang dalam, tidak mematikan tapi cukup untuk membuat bekas disana.

"Kau tidak apa-apa Rachel?" Clay bertanya sambil berjalan mendekat.

Pertanyaan itu membuayarkna pikiran dan khayalan Rachel, sekaligus menyadarkan dirinya sendiri, betapa menakutkan dirinya, ada jiwa psikopat yang terbangun dalam dirinya.

Rachel menatap mereka satu perasatu yang menunggu kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Tidak … tidak apa, tidak ada yang terjadi kepadaku, ini hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku baik-baik saja" jawab Rachel sambil menatap Vesha.

Vesha menatap balik kepada Rachel dan memberikan sebuah senyuman penuh kemenangan.

Tentu saja aku tdiak bisa menyaktan hal yang sebenarnya, aku juga kana merusak kepercayaan keluarga ini, tapi alasan yang paling masuk akal untuk menutup mulut adalah karena aku masih igni hidup. Jika aku harus mati, setidaknya tiak dengan ceara yang menggerikan seperti itu.

"Ayolah …, kalian barus saja pulang berlibur, seharusnya kalian pasti memiliki hal menyenangkan yang ingin kalian bicarakan. Bagaimana kalau kalian beristirahat dulu dan berbicara nanti atau mungkin kalian ingin berlibur lagi?" Clay tersenyum, berusaha untuk mengurangi ketanganan yang terjadi dari tadi.

"Benar …, sebaiknya kita beristirahat dulu," Cadee mengiyakan perkataan Clay. Ia memeluk ringan pundak Casey, membawanya keluar ruangan.

Begitupun dengan Veha, ia berjalan dengan santai melewati Rachel dan si anjing bau.

"Jangan memasang wajah seperti itu, seolah anjing galak Shine!" Clay mengingatkan Shine.

"Benar, aku hampri saja menggigit mereka, atau kau juga ingin merasakan gigitan anjing?" tanya Shine kesal, dengan tangan yang masib berada dibahu Rachel.

"Ah… ku tidak terlalu suka dengan anjing dan sejenisnya," Clay kembali bercanda.

"Aku tidak suka denan keluargamu, cukup satu orang bau disini, tidak lima orang. Sungguh kalian keluarga terbau yang pernah aku temui," Shine tersenyum.

Walaau sebenarnya ia cukup menderita dengan aroma yang menusuk untuk indera penciumannya.

"Berusahalah untuk tidak bernapa, maka kau tidak akan mencium baunya sama sekali. Itu adalah satu-satunya cara yang bisa kau lakukan," Clay memberikan saran dengan wajah polosnya.

"Shine bisakah kau meninggalkan kami berdua, adahal yang ingi aku katakan kepada Rachel," Clay memebrikan tatapan seriusnya.

"Lima menit, lebih dari itu aku akan masuk tanpa perignata," Shine memberikan izin sambil berjalan keluar kamar.

Clay berjalan mendekat kepada Rachel, Rachle hanaya menatap Clay … perlahan kaki wanita itu bergerka mundur, secara refleks ia menjauhkan diri dari Clay.

"Ah …, maaf aku tidak bermaksud melakukannya," Rachel segera membenarkan dan memperjelas kelakuannya kepada Clay.

"Tidak masalah, apa kau baik-baik saja?" Clay kemablai bertanya.

"Aku sudah menjawab sebelumnya," Rachel mengangkatkan bahunya, menyatakan tidak.

"Kau pasti ketaktuan tadi," tangan Clay mulai bergerak kearah Rachel.

Rachel menatap gerakan tangan Clay yang mulai mendekatinya.

"Kau menyembunyikannya?" Clay bertanya sambil menarik syal yang ada di leher Rachel.

Mata Clay melihat dengan sangat jelas, bekas biru yang membeka disana, jari-jari yagn meneka kuat pada leher Rachel.

"Setidaknya kau tidak mati!" tegas Rachel.

"Dia yang melakukannya kepadamu?" Clay kembali bertanya, walau dia tahu persis siapa yang melakukannya, hanya ingin memastikan langsung.

Dengan ragu … Rachel menatap kearah mata Clay yang menatapnya dalam, ia menganggukan kepalanya dengan sangat perlahan sambil melihat reaksi apa yang akan diberikan Clay.

"Mereka orang baik …" Clay menjawab.

Sudah kuduga dia akan tetap mengatakan hal tersebut … ada rasa kecewa di dalam hatinya. Setidaknya dia menginginkan pembelaan kepadanya, misalnya perkataa 'Aku akan memberikannya pelajaran'.

"Percayalah … mereka orang baik dan maaf … telah melakukan hal ini kepadamu," Clay melanjutkan perkataanya yang terpotong tadi.

Tangan putih Clay perlahan menyentuh luka-luka yang ada di leher Rachel, membuat wanita itu bergedik geli, Rachel menyentuh tangan Clay, menghentikan gerakan tangan itu.

Namun tangan Clay menahan tangan Rachel, mengenggamnya erat … dan tangan yang lain mulai bergerak menyentuh leher Rachel, Clay semakin mendekatkan diri kepada Rachel, semakin dekat dan semakin dekat, dia menghebuskan nafas tepat ditekuk Rachel.

Rachel berusaha menahan sensasi merinding tersebut dengan menggigit kecil bawahnya. Menahan nafasnya sedalam mungkin hingga tidak menghembuskannya kepada Clay. dan Clay mengetahuinya dengan jelas, jika Rachel sedang menahan nafasnya.

"Ini pasti akan semakin membiru, biarkan aku membantu mu mengobati lukamu, sebelum anjing itu masuk ke dalam sini dan melihat lukamu. Dia pasti akan membuat masalah lagi jika mengetahuinya," Clay membuka pembicaraan.

"Ti … tidak perlu, nanti aku akan mengobatinya sendiri," jawab Rachel, ia ingin segera menjauh dari Clay.

Terlalu dekat dengannya membuat dirinya merasakan sesak nafas. Entah apa yang terjadi … atau dirinya terlalu lama menjomblo? Membuatnya merasakan sesak nafas jika berada terlalu dekat dengan lelaki tampan?

"Luka yang di dapat dari kami, tidaklah sama dengan luka-luka yang kalian alami sebelumnya, merekan akan semakin mmebiru dan membengkak, jika tidak segera diobati … luka itu akan lebih cepat mmebusuk dan memberika denyutan yang menyakitkan nanti malam," Clay menjelaskannya dengan sangat detail.

Clay melangkah menjauh untuk mengambil obat yang memang dibuat kusus untuk luka-luka yang diperbuat oleh kaumnya.

Clay mengibaskan rambut gray Rachel kearah berlawanan dengan luka itu, dengan sangat lembut tangan-tanganny mulai mengoleskan salap yang terasa sangat dingin dan sangat wangi dileher Rachel.

Sentuhan dingin nan lembut itu membuat Rachel tanpa sengaja mengeluarkan suara yang membuat mereka terdiam berdua.

"Argh … ah …," Rachel tanpa sengaja mendesah.