Chereads / Luna dan Pangeran Serigala / Chapter 17 - Persiapan Menemui Liora

Chapter 17 - Persiapan Menemui Liora

Malam mulai menjelang, Luna, Alice, dan Eryk terlihat sibuk membahas persiapan untuk menjumpai Liora esok hari. Ketiganya terlihat serius berfikir, tak ayal raut wajah bingung sesekali tampak menghampiri ketiganya. 

"Bagaimana kalau kita menemui Liora di tempat Tuan Demian," saran Alice. 

"Tuan Demian? Siapakah dia?" tanya Eryk. 

"Beliau merupakan penjual daging dan darah rusa langganan Liora," jawab Alice. 

"Apa kau tahu tempat dimana Tuan Demian berdagang?" tanya Luna. 

"Tentu Lun, aku sudah mencari tahu apa yang kita butuhkan untuk hari esok," ucap Alice. 

"Bagus Alice, aku sangat berterima kasih padamu," ucap Luna bahagia. 

Tiba-tiba obrolan mereka dikejutkan oleh suara gemuruh dari dalam perut Eryk. 

"Apakah kau lapar Eryk?" tanya Luna tertawa. 

"Tentu Lun hehe," jawab Eryk dengan menggaruk kepalanya. 

"Ayo kita mencari makanan dulu, setelah perut kita terisi barulah kita bahas rekaman menemui Liora," ajak Luna. 

Ketiganya menyetujui dan mulai meninggalkan penginapan untuk mencari makan. Para pemuda itu terlihat sedang berjalan kaki menyusuri jalan. 

"Malam di kota yang indah," puji Alice. 

"Iya Alice, jalanan disini terlihat terang tak seperti di desa," sahut Luna. 

Sepertinya ketiganya sangat menikmati keindahan kerlap kerlip cahaya lampu kota di malam hari. 

"Lihatlah di sebelah sana, ramai sekali. Mungkin makanan yang ia jual sangatlah enak," potong Eryk. 

"Sepertinya ucapan kamu benar Eryk, lihatlah para pembeli sepertinya sangat menikmati kudapan yang mereka jual," ucap Luna. 

Rasa penasaran semakin menghampiri ketiga pemuda itu. Namun ketika mereka hendak mendekati tempat tersebut, langkah mereka dihentikan oleh kedatangan para pemungut pajak yang sempat mereka temui tempo hari. 

"Lihatlah, mereka datang lagi," sahut Luna. 

"Sial, kenapa mereka harus menghampiri penjual itu. Kita sangat menginginkan makanan yang mereka jual," ucap Eryk sebal. 

"Tenanglah Eryk, serahkan padaku. Luna, berikan selendang yang kau bawa. Aku akan mengenakannya," ucap Alice. 

Luna pun memenuhi permintaan Alice untuk meminjamkan selendang yang ia bawa. 

"Ini Alice, apa kau akan tetap membeli makanan itu?" ucap Luna. 

"Tentu Lun, aku tahu kalian sangat menginginkan makanan itu," jawab Alice. 

Ia pun segera meninggalkan adik serta sahabatnya. 

Perasaan kacau dan khawatir menghampiri Luna dan Eryk, kala melihat aksi kenekatan sahabatnya itu. 

"Eryk, tahanlah Kakakmu," ucap Luna. 

"Sudah terlambat Lun, ia sudah terlalu jauh. Tenanglah, aku yakin ia akan baik-baik saja," ucap Eryk. 

"Aku sangat mencemaskan dia," ucap Luna sambil mengusap pelu yang berjatuhan. 

Kecemasan itu pun berakhir, hela nafas lega terdengar dari pernapasan Luna kala melihat Alice berjalan menghampiri mereka. 

"Syukurlah, dia sudah kembali Eryk," ucap Luna. 

"Aku sudah menduga hal baik akan terjadi," sahut Eryk. 

"Ayo segera tinggalkan tempat ini sebelum para pemungut itu melihat kita," ucap Alice. 

Ketiganya segera meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat. 

"Alice apa kau mendapatkan makanan itu?" tanya Eryk. 

"Tentu saja aku mendapatkannya," ucap Alice tersenyum. 

"Untuk apa para pemungut itu menghampiri penjual makanan ini?" tanya Luna. 

"Tentu saja untuk meminta bagian mereka," sahut Eryk. 

Alice mengangguk, membenarkan jawaban sang adik. 

"Mereka sungguh terlalu," tandas Luna. 

"Cepatlah menikah dengan Marck, supaya kau dapat menghentikan kejahatan mereka," canda Alice. 

"Kau saja yang menggantikan aku menikah dengannya," balas Luna. 

Tak terasa, tibalah mereka di penginapan Tuan Henry. 

"Akhirnya sampai juga, ayo kita makan," ucap Eryk bersemangat. 

"Ini makanannya," kata Alice menyodorkan kantong makanan yang ia bawa. 

Benar saja, makanan yang mereka makan sangatlah lezat. Tak sia-sia perjuangan Alice untuk mendapatkan nya. Kudapan yang mereka santap benar-benar tidak mengecewakan dan memanjakan lidah ketiganya. 

"Ini benar-benar lezat, tak sia-sia kau nekat membelinya," bisik Eryk pada Kakaknya. 

"Berhentilah memuji makanan ini dan segera habiskan. Karena setelah ini kita akan membahas cara untuk dapat menemui Liora," bentak Alice. 

Mendapati Kakaknya kesal karena ulahnya, Eryk merasa puas. 

"Luna, bagaimana kalau besok kita pura-pura membeli daging rusa. Eryk apa kau sudah mendapatkan informasi jam berapa Liora biasa menemui Tuan Demian?" kata Alice. 

"Liora biasa ke pasar itu jam sembilan atau jam sepuluh pagi, kecuali ada sesuatu yang mendesak ia akan membuat janji dengan Tuan Demian," ucap Eryk. 

Sepertinya Kakak beradik itu bisa diandalkan untuk membantu Luna menyelesaikan permasalahannya. 

"Baiklah, besok aku akan mencoba menunggu Liora di tempat Tuan Demian berdagang," ucap Luna. 

"Kami akan memantau engkau dari jauh Lun, kami akan memastikan keamanan untukmu," ucal Alice. 

Luna sangat merasakan ketulusan yang Alice berikan untuknya, ia sangat bersyukur mempunyai seorang sahabat yang selalu ada setiap ia butuhkan. 

"Terima kasih untuk kalian, aku sangat bersyukur dengan adanya kalian di hidupku," ucap Luna memeluk Alice. 

"Sama-sama Lun, hanya ini yang bisa kami lakukan untuk membalas kebaikan keluargamu pada kami," ucap Alice. 

Tetesan air mata Luna membuat Alice semakin terharu dan sesekali ia mengusapnya. 

"Sudah Lun, jangan menangis lagi. Aku akan sedih jika kau terus melakukan itu," ucap Alice. 

"Maafkan aku Alice, tapi aku tak dapat membendung air mataku ini," ucap Luna sesenggukan. 

"Sudahlah dan beristirahat lah, siapkan hari untuk esok menemui Liora," saran Alice. 

"Apa kalian lupa dengan tunggangan kalian? Lihatlah mereka tampak lemas, apa kalian belum memberinya makanan?" potong Eryk. 

"Astaga, kami lupa belum memberinya makan," sahut Luna. 

"Aku hanya bercanda, mereka sudah aku beri makanan enak tadi sore," canda Eryk tertawa. 

Dengan perasaan kesal, Alice menghampiri sang adik dan memukul lengannya. 

"Rasakan,ini balasan untuk orang yang sudah menipu kita".

"Sakit Kak," teriak Eryk. 

Luna merasa terhibur dengan canda tawa mereka, ia tak bisa membayangkan andaikata Tuhan tak menghadirkan teman seperti Alice dan Eryk dalam hidupnya. 

"Hari masih sore, apa kalian tidak ingin menikmati secangkir teh dan makanan" tanya Luna. 

"Boleh Lun, bagaimana kalau kita menikmati susu hangat dan makanan di halaman belakang?" saran Alice. 

"Kalian tunggulah disini, aku akan membawakan apa yang kalian inginkan," ucap Eryk. 

"Baiklah Eryk kami akan menunggumu di halaman belakang," jawab Luna. 

Eryk segera meninggalkan area penginapan untuk mencari susu dan makanan. Sementara Kakaknya dan Luna menantinya di pekarangan yang berada di belakang penginapan. Empat puluh menit berlangsung, namun tak nampak tanda-tanda kedatangan pemuda itu. 

"Eryk kenapa lama sekali Alice?" tanya Luna cemas. 

"Entahlah, mungkin ia bertemu gadis cantik disana," canda Alice. 

Keduanya pun tertawa, tiba-tiba terdengar suara teriakan."Kejar dia, jangan biarkan pemuda itu lolos lagi".

Suara lantang tersebut seketika membuat Alice dan Luna panik. Perasaan mereka mendadak berubah kacau. 

"Alice, suara siapa itu?" ucap Luna gugup. 

"Entahlah Lun, ayo kita bersembunyi di balik pepohonan itu," ajaknya. 

Dari balik pepohonan mereka melihat para pemungut pajak yang tempo hari mengejar mereka berada di sekitar penginapan Tuan Henry. Sepertinya mereka sedang mencari seseorang, jantung Alice semakin berdegup kencang. Hatinya bertanya, apakah mereka sedang mencari sang adik atau orang lain.