Kejutan, tidak selamanya menghadirkan tawa. Kejutan, tidak selamanya menghadirkan haru yang membuat setiap hati menjadi hangat. Karena ternyata, ada kejutan yang memberikan luka. Ada kejutan yang menyayat dada. Ada kejutan yang membuat air mata menetes karena rasa sedih yang ia rasa.
Kejutan itulah yang saat ini dirasakan oleh Fahri, dia dikejutkan dengan berita duka kepergian ayahnya. Tanpa ia ketahui, kepulangannya ke Indonesia bukankah kepulangan untuk memberikan kebanggaan kepada sang ayah. Melainkan sebaliknya, kepulangan nya berubah menjadi seorang anak yang melakukan kewajiban terakhir kepada ayahnya. Memandikan jenazah yang ayah, mengkafaninya, dan juga menyolatkannya.
Ternyata setelah 5 tahun menimba ilmu di negeri orang, ilmu yang ia dapatkan digunakan untuk tugas terakhirnya. Luka ini sangat berat bagi dirinya, dan dia tidak tahu bagaimana cara mengobati luka itu.
***
Beberapa tamu yang datang melayat mulai meninggalkan rumah duka. Satu persatu dari mereka meminta izin untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Sang ayah sudah dikebumikan. Tugas terakhir untuk mengantarkan sosok yang paling dikagumi nya sudah selesai dilakukan. Kini hanya doa yang bisa ia hanturkan.
Fahri, Ibu, dan kedua adik perempuannya duduk di sudut ruangan. Sang pemuda tampan merangkul mereka semua dalam pelukannya. Kini Fahri yang merupakan putra satu-satunya dari almarhum akan mengambil tanggung jawab yang tidak mudah. Dia bertanggung jawab melindungi ibu dan juga kedua adiknya. Dia bertanggung jawab untuk menjaga mereka dengan sepenuh hati dan sekuat kemampuan yang ia miliki.
"Apa yang sebenarnya terjadi Bu? Kenapa ayah tiba-tiba meninggalkan kita semua?" sang putra bertanya kepada ibu yang telah melahirkan dirinya ke dunia.
"Bukan tiba-tiba, Nak! Sudah tiga tahun terakhir, ayah mau menderita sakit keras. Semakin hari, sakit yang dia derita semakin bertambah parah. Lambat laun dia bahkan tidak bisa bergerak," Fahri terkesiap. Dia sama sekali tidak pernah mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh ayahnya. Pria itu merasa heran mengapa semua ini bisa terjadi.
"Apa? Kenapa ibu tidak menceritakannya kepada ku? Setidaknya aku bisa pulang dan membantu ayah. Kenapa ibu membiarkan aku tetap melanjutkan pendidikan ku sementara kalian di sini dalam keadaan menderita," tanya Fahri kepada ibunya.
"Ayahmu yang meminta kami merahasiakan semuanya darimu," jawab wanita paruh baya itu dengan nada bersalah.
"Lalu Bu, bagaimana ini bisa terjadi? Jika selama ini ayah sakit, lalu siapa yang bekerja? Siapa yang mencari uang untuk kebutuhan hidup kalian dan juga biaya sekolah adik adik? Dan bagaimana ibu bisa mengirimkan uang setiap bulan kepadaku?" Pertanyaan selanjutnya dilontarkan oleh sang putra. Wanita paruh baya itu hanya menunjukkan kepala mendengar pertanyaan tersebut, seakan sulit sekali pertanyaan itu untuk dijawab. Karena itulah sang ibu hanya diam tanpa suara.
"Kenapa ibu hanya diam saja? Jawab aku Bu," desak Fahri.
Wanita paruh baya itu menatap wajah putranya, tatapan penuh rasa bersalah. Fahri tidak bisa mengartikan tatapan tersebut. Dia hanya membalas tatapan ibunya dan menunggu jawaban dari wanita yang telah mengandung nya selama 9 bulan itu. Lalu, sampai suara, wanita paruh baya itu justru menggandeng tangan putranya. Berjalan menuju kamar kedua orang tuanya. Fahri yang tidak mengerti tetap mengikuti langkah ibunya. Berharap dia mendapatkan jawaban di sana.
"Duduklah!" perintah wanita paruh baya itu kepada sang putra. Fahri pun menuruti kata-kata ibunya. Dia duduk di atas tempat tidur yang sudah menua. Membiarkan ibunya meninggalkan dirinya menuju lemari kecil yang terdapat di sana. Tidak berapa lama salah ibu mengeluarkan sebuah amplop bewarna coklat. Dia sedikit ragu saat menimbang lembang amplop tersebut. Namun akhirnya diapun berbalik arah dan mendekati putranya yang masih setia menunggu dirinya. Wanita baru baya itu menyerahkan amplop yang ada di tangannya kepada putra satu-satunya.
"Apa ini Bu?" tanya Fahri. Dia tidak mengerti mengapa ibunya justru memberikan sebuah amplop kepada dirinya. Mungkinkah jawaban dari semua pertanyaannya ada di dalam amplop ini?
"Buka dan bacalah! Kamu akan mengerti!" Wanita itu berkata kemudian berlalu begitu saja. Meninggalkan Fahri dalam rasa bingung yang luar biasa.
"Papa!" panggil wanita itu disamping ranjang ayahnya. Kedua mata Zoya mulai memanas saat melihat sosok pria gagah yang paling istimewa di hati gadis itu terbaring tak berdaya. Bagus Surya Raveena membuka sedikit matanya satu mendengar suara sang putri yang sangat ia sayangi dan sangat ia rindukan.
"Sayang," panggil pria paruh baya itu sangat lemah. Zoya mendekatkan wajahnya kemudian memberikan pelukan kepada sang ayah tercinta.
"Apakah papa baik-baik saja? Kenapa papa bisa sakit? Papa harus segera sembuh." Wanita itu berkata seraya menahan air matanya yang hendak keluar. Pria paruh baya itu tersenyum melihat putrinya sudah tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik. Semakin hari dia semakin memikirkan putri satu-satunya yang ia miliki di dunia.
'Bagaimana aku bisa pergi dengan tenang dari dunia ini jika aku meninggalkan putriku seperti ini,' batin pria paruh baya tersebut.
"Papa baik-baik saja! Tetapi, papa punya satu permintaan kecil kepadamu. Apakah kamu mau mengabulkan permintaan Papa?" Pria paruh baya itu berkata sambil menatap wajah putrinya.
"Ah Papa, kenapa papa berkata seperti itu? Kenapa papa harus meminta sesuatu dari diriku. Bukankah aku juga adalah milik Papa?" jawab wanita itu kepada ayahnya.
"Menikahlah!" Ucapan sang ayah membuat Zoya sangat terkejut. Wanita itu tidak menyangka jika permintaan sang ayah adalah pernikahan. Dia tidak pernah berfikir sebelumnya. Zoya merasa bingung bagaimana cara menghadapi permintaan itu.
"Ha? Menikah? Papa pasti hanya bercanda kan," ucap Zoya sambil terkekeh.
"Papa serius! Kamu harus menikah dengan pria pilihan Papa," lanjut pria paruh baya itu dengan tegas. Zoya tidak bisa berkata-kata. Kali ini dia benar-benar paham bahwa apa yang dikatakan ayahnya bukanlah main-main. Perintah sang ayah bukan hanya candaan biasa. Tetapi sebuah perintah tegas yang harus diikuti oleh Zoya.
"Tidak! Papa boleh meminta apapun dari aku. Tetapi selain pernikahan. Aku belum mau menikah, apalagi untuk saat ini," ucap Zoya menolak permintaan ayahnya.
"Apa? Apakah kamu menolak keinginan papamu sendiri?" tanya pria paruh baya itu.
"Apakah Kamu sudah tidak menyayangi papa lagi?" Pertanyaan selanjutnya terlontar.
"Bukan seperti itu Pa, Papa jangan salah paham kepadaku, aku akan mengikuti semua perintah papa kecuali menikah," jawab Zoya.
Bagus Surya Raveena segera mengalihkan pandangannya. Seakan-akan dia enggan menatap wajah putrinya sendiri. Zoya menjadi serba salah, di satu sisi dia tidak ingin membuat ayahnya kecewa namun di sisi lain dia tidak bisa memenuhi permintaan akan ayah untuk menikah apalagi dengan pria pilihannya. Wanita itu berada di jalan buntu karena tidak tahu langkah mana yang harus diambil.