Keluarga Wijaya mendapatkan banyak bantuan dari seorang pria yang bernama Bagus Surya Raveena. Di adalah sahabat baik dari Muhammad Adam Wijaya yaitu ayah kandung Fahri. Persahabatannya yang begitu lama membawa Bagus bersedia memberikan banyak hal untuk keluarga Fahri. Sehingga kedua adiknya bisa bersekolah seperti biasa, sehingga kebutuhan hidup mereka bisa terpenuhi, biaya pengobatan sang ayah juga di lunasi, bahkan biaya sekolah Fahri tetap di tanggulangin. Namun ternyata, semua itu tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar dari setiap pemberian kebaikan dari tangan orang lain. Fahri hanya bisa terduduk lemah tidak berdaya. Pria itu tidak bisa berpikir dengan jernih, mengabulkan permintaan terakhir sang ayah adalah tanggung jawab yang harus ia pikul. Namun menikah dengan wanita lain yang bahkan tidak ia kenal menjadi sebuah beban tersendiri bagi dirinya.
"Nak, pak Bagus Surya Raveena sudah meninggal dunia. Ibu baru saja mendapatkan kabarnya," ucap wanita paruh baya itu memberikan kabar kepada sang putra atas musibah yang menimpa keluarga calon istri dari Fahri. Hal ini semakin membuat keadaan menjadi tidak terkendali. Situasinya semakin rumit, para calon pengantin sama-sama kehilangan ayah mereka dalam waktu yang hampir bersamaan.
***
"Nona, tolong buka pintunya!" Seorang sekertaris yang sangat setia berdiri di depan pintu kamar Zoya, mengetuk pintu perlahan untuk berkomunikasi dengan seseorang yang berada di dalam kamar tersebut.
"Nona, anda tidak bisa terus-terusan seperti ini. Jika anda menyayangi tuan Bagus, anda harus berhenti menghukum diri anda sendiri. Tuan pasti ingin agar anda bisa menerima semuanya dengan ikhlas," bujuk Florida. Sudah beberapa hari berlalu, dan wanita itu masih mengurung diri di dalam kamarnya. Dia sama sekali tidak berniat untuk keluar dari sana apalagi untuk menikmati harinya. Kehidupan gadis itu sudah hancur, dia sudah kehilangan harapan untuk hidup. Apalagi saat dia ingat akan pesan yang disampaikan oleh sang ayah sebelum menutup kan mata. Pesan yang meminta agar Zoya menikah dengan seorang pria.
"Nona, tolong buka pintunya sebentar! Ada hal penting yang harus saya bicarakan," lanjut wanita tersebut.
Zoya enggan membukakan pintu untuk siapa pun. Dia masih berada dalam kesedihan yang tidak berujung. Satu-satunya orang yang bersedia diajak bicara oleh Zoya adalah Florida. Dia merupakan sekretaris yang ayah dan juga temen baiknya. Sejak kecil mereka sering bermain bersama. Bagus Surya Raveena mengangkat Florida menjadi anak angkat nya sekaligus menjadi sekretaris pribadinya. Karena itulah hubungan Zoya dengan Florida bukan hanya atasan dan bawahan saja. Tetapi mereka memiliki kedekatan lainnya.
Klek...
Terdengar suara handle pintu terbuka. Florida berdiri di depan pintu melihat sosok Zoya yang sangat mengenaskan. Rambutnya berantakan, begitu juga dengan tubuhnya. Zoya bahkan masih mengenakan piyama beberapa hari yang lalu. Setelah membukakan pintu, Zoya kembali menuju ranjang nya dan kembali merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Meski dia sudah tidur berhari-hari lamanya, namun rasa lelah yang ia rasakan belum juga menghilang dari dirinya. Wanita cantik itu ingin kembali melanjutkan tidurnya.
"Nona, anda harus bangun! Karena besok, anda akan menikah," ucap Florida. Ucapan yang membuat gadis itu sontak berdiri dan menatap wanita yang ada di hadapannya.
"Apa katamu? Suasana hatiku sedang tidak baik, jadi aku berharap agar kamu tidak menambah beban hatiku. Aku tidak mengijinkan untuk becanda," tegas wanita itu. Zoya kembali menutupi tubuhnya dengan selimut. Setelah beberapa saat menatap wajah wanita itu dengan penuh amarah.
"Semua ini benar Nona. Aku tidak lagi bercanda. Anda harus bersiap-siap untuk pernikahan besok," lanjut Florida.
"Aku tidak mau," jawab wanita itu.
"Ok! Jika anda tidak mau, maka anda harus segera angkat kaki dari rumah ini." Zoya terkejut karena tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Florida. Dia kembali duduk dan menatap wanita tersebut.
"Apa maksud mu?" bentuknya dengan nada tinggi.
Pok... Pok...
Florida menepuk tangannya sebanyak 2 kali. Isyarat itu membuat seorang pria bertubuh tegap dan berpakaian serba hitam melangkah masuk ke dalam kamar Zoya. Di tangannya terdapat sebuah dokumen, dari sikap yang ditunjukkan oleh pria tersebut terlihat sangat jelas. Tatapan Zoya tidak terlepas dari dokumen yang ada di tangannya. Hatinya bertanya, 'dokumen apakah itu?'.
"Tolong bacakan," perintah Florida kepada Alexander yang merupakan asisten pribadi dari Bagus Surya Raveena.
Alex melakukan apa yang diperintahkan oleh Florida kepada dirinya. Pria tampan berpakaian rapi itu mulai membaca kalimat demi kalimat yang terdapat di dalam dokumen tersebut. Kalimat yang membuat Zoya hanya bisa membulat kan kedua matanya karena rasa tidak percaya.
Dokumen itu berisi tentang wasiat terakhir sang ayah yang mengatakan bahwa seluruh harta kekayaan milik ayahnya akan disumbangkan kepada pantai asuhan jika Zoya tidak bersedia menikah dengan pria pilihannya. Pernyataan ini bukan hanya mengejutkan Zoya, tetapi juga membuat dirinya sangat marah. Dia tidak percaya bagaimana sang ayah bisa membuatnya dalam keadaan yang sangat sulit. Bagaimana cara ayah bisa membuat Zoya dihadapkan pada pilihan yang tidak bisa menguntungkan dirinya.
"Pergi!" teriak gadis itu dengan sangat kuat. Dia memerintahkan agar kedua orang yang berada di dalam kamarnya segera pergi meninggalkan dirinya. Zoya berada dalam kebingungan atas keputusan yang harus diambil. Apakah di harus menikah seperti permintaan sang ayah. Atau dia harus rela kehilangan semua harta kekayaan ayahnya yang seharusnya menjadi miliknya.
Gadis itu mengambil ponsel kemudian mencoba menghubungi kekasihnya.
"Kamu ada di mana, Sayang?" tanya Zoya.
"Aku masih di dalam perjalanan, Sayang. Aku berjanji akan segera menemuimu," jawab Bernard.
"Katakan kepadaku, apa yang harus aku lakukan? Papa memaksa ku untuk menikah." Wanita itu mulai menceritakan keadaan dirinya kepada sang pacar. Bernard adalah kekasih Zoya sejak dia duduk di bangku SMA. Ketika Zoya berada di Amerika, wanita itu juga mengundang kekasihnya untuk datang ke sana. Namun ketika pulang ke Indonesia, gadis itu hanya pulang sendirian karena Bernard beralasan bahwa dia memiliki urusan pekerjaan yang harus dilakukan di Amerika.
"Apa?" Bernard tentu sangat terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Zoya. Selama ini dia tidak tahu tentang rencana pernikahan yang sudah diatur oleh ayah dari kekasihnya.
"Kamu pasti menolaknya," tebak pria tersebut.
"Tentu saja! Tapi-" Zoya tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Tapi kenapa?" tanya Bernard dengan penuh rasa penasaran.
"Papa mengancam, jika aku tidak mau menikah dengan pria pilihannya. Papa akan menyumbangkan semua harta miliknya panti asuhan." Bernard terdiam mendengar kata kekasihnya di seberang telepon. Tiba-tiba sesuatu membuat dirinya merasa khawatir.
"Aku akan meninggalkan semuanya. Aku akan meninggalkan rumah ini dan meninggalkan semua harta milik Papa. Aku lebih memilih kamu dibandingkan dengan semua harta ini. Aku akan datang kepadamu. Kamu jangan khawatir ya," lanjut Zoya.
"Tidak! Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu? Kamu tidak boleh kehilangan semua harta yang seharusnya menjadi milikmu," ucap Bernard spontan.
"Apa maksudmu?" jawab Zoya. Untuk beberapa saat Bernard terdiam seribu bahasa. Dia harus memilih alasan yang tepat agar kekasihnya tidak mencurigai dirinya.
"Maksudku, bukankah kamu bisa berpura-pura menikah dengannya. Setelah itu kamu mengambil kesempatan untuk menceraikan dirinya dan kita menikah serta hidup bahagia selamanya," ucap pria itu memberikan alasan. Zoya percaya dengan kata-kata kekasihnya dan akhirnya diapun setuju dengan rencana yang disampaikan oleh Bernard.
Panggilan telepon ditutup, seorang wanita cantik dan berpakaian terbuka tiba-tiba muncul di belakang Bernard. Merangkul leher pria tampan itu.
"Sayang," ucapnya mesra.