"Kamu benar-benar gila, Freislor! Kenapa kamu mengorbankan kesempatan hidupmu!" pekiknya dengan nada tinggi. Namun, semua itu terlambat. Para arwah itu lebih dulu menikmati darah Freislor. Setelah mereka puas, para arwah itu hilang satu per satu. Langit yang tadinya terbelah, kembali menjadi satu kesatuan utuh. Tubuh Reos dan yang lainnya, jatuh ke bawah dengan cara yang mengenaskan. Tubuh mereka seketika hancur, dan mengeluarkan percikan darah di beberapa rumah warga.
"Ah, tidak, ini sangat kacau," ucap Breckson. Ia terlalu khawatir dengan keadaan Freislor, dan itu membuatnya bertambah parah ketika tubuh gadis itu terjatuh. Gadis itu memejamkan mata setelah ia melirik ke arah Breckson. Remaja itu sesegera mungkin meraih tubuh Freislor.
"Freislor," ucap Breckson sembari menitikkan air mata. Remaja itu segera membawa tubuh Freislor ke sebuah ruang kesehatan terkemuka di kerajaan. Di sela-sela perjalanan, terlihat dengan jelas bahwa, Krapolis yang beberapa waktu berada di dalam tubuh Freislor, keluar secara perlahan dari sana. Ketika dirinya keluar, Krapolis terlihat seperti sebuah kertas yang terbakar oleh api. Breckson yang melihat hal itu menurunkannya perlahan.
"Jaga gadis kecil ini, aku mohon," ucap Krapolis yang berwujud api. Breckson menundukkan kepala dan membungkukkan badannya. Tanda bahwa dirinya bersiap untuk melakukan hal itu.
"Pasti," jawabnya kemudian. Yah, itulah satu kata yag dipegang teguh oleh Breckson. Krapolis menunjukkan senyumannya di hadapan Breckson. Ia tahu bahwa Breckson adalah salah satu orang yang benar-benar memiliki sebuah kebaikan hati. Setelah mengatakan kalimat itu, Krapolis pergi meninggalkan berkas cahaya api di langit. Breckson kembali membawa tubuh Freislor ke istana. Ia mengangkat tubuh gadis itu dengan hati-hati.
"Freis, bertahanlah sebentar lagi," ucapnya sembari menangis. Remaja itu mempercepat langkahnya. Beberapa daunan dan bunga tiba-tiba terlepas dari rantingnya, seakan menyatu dan menjadi seorang manusia. Lantas, kedua tangannya terarah ke depan Breckson. Wajahnya tersenyum, lalu muncul sebuah bola air yang mana di dalamnya terdapat bunga mawar.
"Ah, Dreoluis," kata Breckson. Ia mengambil bunga mawar yang ada di dalam air itu sembari tersenyum manis. "Terima kasih banyak, Aluivor," ucapnya. Dedaunan yang berdiri di sebelahnya mengembangkan senyuman. Sebelum mereka kembali melekat kepada ranting yang berdiri di sana, ia membelai lembut kedua pipi Freislor, tak lupa, ia juga mencium keningnya. Hal itu membuat Freislor terbangun. Breckson pun merasa senang akan hal itu.
"Freis, ah.. thanks God," ucapnya pelan. Remaja itu mengucapkan syukur kepada sang semesta. Freislor yang mulai tersadar mengedipkan kedua matanya beberapa kali. Selanjutnya, ia menoleh ke arah Breckson dan melihatnya.
"Breckson, aku ingin makan permen," pinta Freislor dengan suara lembut. Gadis itu tahu bahwa temannya nampak cemas karena melihat keadaannya. Oleh karena itu, Freislor berusaha untuk membuat suasananya menjadi tenang.
"Freis, kamu ini baru bangun setelah pingsan, kok bangun-bangun langsung minta permen, sih?" tanya Breckson kepada Freislor.
"Kamunya tegang gitu sih, ngga suka aku. Hahaha," jawab Freislor dengan suara yang masih lemah. Gadis itu membetulkan posisi kepalanya agar nyaman.
"Dih, awas aja kamu," kata Breckson sembari mencubit hidung Freislor. Gadis itu merengek, ia menunjukkan wajahnya yang kesal.
"Breckson, hentikan. Itu tidak lucu, wlee," Freislor tersenyum dan mengejek remaja yang berada di hadapannya. Breckson akhirnya mengalah dan menganggukkan kepala. Ia tak bisa melihat temannya itu mengeluh di hadapannya.
"Iya deh, aku ngalah aja biar kamu seneng."
"Good boy," balasnya sembari tersenyum. Breckson membantu Freislor bangkit dan duduk dengan benar. Freislor seketika menatap temannya dari atas hingga bawah. Ia ingin memastikan bahwa temannya baik-baik saja.
"Heum, kamu tadi nggak kenapa-napa, kan?" tanya Freislor sembari menaikkan salah satu alisnya. Breckson terkejut dengan pertanyaan itu. "Kamu pikir, aku bisa tenang setelah lihat kamu menyerang mereka sendirian? Hah, yang benar saja."
"Oh, gitu. Ya udah sih, tapi emang aku maunya nyerang sendirian, Breckson. Karena itu bukan tanggung jawabmu. Dan, makasih banyak karena udah menyelamatkanku," ucap Freislor sembari mengusap kepala Breckson.
"Freis, kenapa Reos selalu menyerangmu? Apa yang sebenarnya dia incar dari kaummu?" tanya Breckson. Remaja itu duduk dan menekuk kedua lututnya. Setelah itu, ia menyilangkan kedua tangannya.
"Apa aku harus memberitahumu? Jujur saja, hal seperti itu sebenarnya dilarang, Breckson. Dan aku sudah berjanji kepada Tuan Krapolis untuk menyimpannya sampai aku mati. Kau tahu sendiri bahwa kaumku menjunjung tinggi untuk menyimpan sebuah rahasia," jawab gadis itu sembari menundukkan kepala. Breckson yang mendengar jawaban itu seketika menggenggam salah satu tangan Freislor.
"Apa kau meragukan sahabat baikmu yang sudah menemanimu sejak kecil? Aku benar-benar kecewa jika kamu melakukannya," ucap Breckson dengan wajah sedih.