"Freis, mulai sekarang. Jangan pernah melakukan semuanya sendirian, oke? Ada aku di sini. Kalo kamu menganggapku sebagai sahabatmu. Maka, kamu harus mau membagi masalahmu denganku, oke?" tanya Breckson sembari memeluk gadis itu. Freislor menitikkan air mata dan menganggukkan kepala pelan. Sang peri yang menyaksikan keduanya perlahan terbang di antara mereka. Ia berubah menjadi titik api kecil dan menghilang. Tak ada lagi cahaya yang membersamai mereka kecuali bulan yang tengah berkuasa di langit.
"Kemarilah, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," ucapnya dengan suara lirih. Breckson melepaskan pelukannya, salah satu tangannya masih memegang tangan Freislor. Dan tangan lainnya mengangkat dagu Freislor. Kini, mereka saling bertatapan. "Apa kau mau ku tunjukkan sesuatu? Kau tahu, aku tidak pernah menunjukkan kisah ini kepada siapapun sebelumnya. Tapi, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu." Freislor yang mendengar hal itu seketika bertanya mengenai hal itu.
"Breckson, kau boleh mengatakan apapun padaku. Tapi, jika itu membuatmu sedih, tak apa jika kamu tidak ingin memberitahukannya padaku. Aku akan menghargai keputusanmu," kata Freislor. Gadis itu tersenyum manis di hadapan Breckson.
"Aku tidak menganggapnya sebagai paksaan, dan aku memang ingin melakukannya sendiri. Jadi, aku akan mengatakannya padamu secara langsung. Tapi, apa kamu bersedia mendengarkannya?" Breckson melirik ke arah Freislor sebelum ia menundukkan kepala.
"Tentu saja, Breckson. Kamu tidak perlu memintaku, aku sudah pasti akan mendengarkannya," jawab Freislor sembari tersenyum. Gadis itu menggenggam tangan Breckson dengan kedua tangannya. Di malam itu, mereka berdua saling memejamkan kedua mata. Breckson mencoba menarik energi Freislor untuk masuk ke dalam energinya. Pancaran cahaya berwarna abu-abu dan ungu dengan wujud merak seketika terbang dan menjelma di hadapan keduanya. Sesekali, mereka berdua mengeluarkan suara-suara yang indah.
"Kita di mana?" tanya Freislor dengan suara lirih. Gadis itu masih sama, hanya saja, ia tidak lebih tinggi dari orang-orang yang berada di dunia berbeda.
"Kita tidak sedang berada di dunia kita, ini adalah dunia paralel yang tergabung dengan algoritma masa lalu. Semuanya terangkum jelas dari energi yang ku bagikan padamu, ikuti aku. Dan jangan terlalu jauh dariku. Aku tidak ingin kerepotan mencarimu nanti," ucap Breckson sembari tersenyum. Ia mengulurkan salah satu tangannya di depan Freislor.
"Baiklah, apa ini akan memakan waktu lama?" tanya Freislor. Gadis itu masih bertanya-tanya mengenai apa yang akan terjadi. Breckson yang berada di depannya seketika menyunggingkan senyuman.
"Tidak akan lama jika kau menurut padaku, Freislor. Ini adalah salah satu hal yang ingin aku beritahukan padamu sejak lama." Breckson tersenyum ke arah gadis itu. Mereka berdua berjalan ke sebuah pemakaman. Freislor melihat ke arah sekitarnya. Ia tak mengerti apa yang harus dikatakan olehnya kepada Breckson. Karena sebenarnya, dia merasa ketakutan untuk pergi ke sebuah pemakaman. Tapi, ia hanya mengikuti keinginan Breckson.
"Ke mana kita akan pergi?"
"Di sini," balas Breckson. Mereka berdua sampai di salah satu makam yang masih baru. Freislor yang berdiri di sampingnya mencoba membacanya lebih dekat. Ada sebuah tulisan aksara jawa yang apabila dibaca akan menghasilkan sebuah tulisan yakni, "Kalbuiya."
"Siapa dia? Kenapa kita ke sini?" tanya Freislor. Gadis itu memegang ukiran di batu nisan yang berdiri gagah.
"Dia adalah Ibuku, Freis. Sudah lama aku tidak mengunjungi makamnya. Aku tidak pernah bertemu dengannya sejak aku berusia tujuh tahun. Dan baru sekarang, aku berani ke makamnya. Kau tahu, Lord Swerol selalu mencegahku datang ke sini karena, ia pikir itu akan menyakitkan untukku. Tapi, sekarang aku memberanikan diri untuk melakukannya." Freislor yang berdiri di sebelahnya seketika menekuk satu lututnya. Ia memberikan pernghormatan di depan nisan itu.
"Jreyspo," ucapnya lirih. Kedua tangannya bergerak memutar di hadapannya. Menciptakan sebuah karangan bunga yang akhirnya diletakkan di makam itu. Setelahnya, gadis itu memejamkan kedua mata, dan memberikan doa terbaik untuk ibu dari sahabatnya. Breckson diam-diam memperhatikan apa yang dilakukan sahabatnya.
"Breckson, kemarilah. Kamu harus mendoakan Ibumu," ucap Freislor. Kali ini, ia berusaha menjadi sosok perempuan yang lembut. Dan hal itu membuat Breckson terkejut. Karena, ia tak biasa melihat sahabatnya melakukannya. Namun, baginya itu bukanlah sebuah masalah besar. Alhasil, Breckson duduk di samping Freislor dan ikut mendoakan sang ibu.
"Apa kau merasa tenang setelah melakukan hal ini, Breckson?" tanya Freislor sembari tersenyum ramah ke arahnya.
"Yah, aku merasa tenang setelah aku berada di sini. Terima kasih karena telah menemaniku, ayo kita kembali ke dunia kita."