Chereads / Javanese Freislor / Chapter 3 - Berhentilah atau Semua Orang Akan Membencimu

Chapter 3 - Berhentilah atau Semua Orang Akan Membencimu

"Ah, aku rasa itu tidak mungkin, Tuan. Aku yakin dirimu sedang berkhayal. Jendela itu hanya berukuran dua puluh centi meter. Lagi pula, jendela-jendela itu sepertinya tidak punya fungsi yang jelas, Tuan," ucap Breckson sembari tertawa lirih.

"Tunggu sebentar, bisakah aku bertanya satu hal? Kenapa gambar yang tampak di sini hanya ada satu? Kenapa yang lainnya nampak tidak jelas?" tanya Freislor, ia menimbang sesuatu. Satu hal yang pasti, gadis itu memiliki rasa penasaran yang tinggi.

"Ah, itu karena aku hanya ingin menampakkan satu saja di hadapan kalian. Sudahlah, kalian lebih baik pulang. Ini sudah larut malam," balas lelaki itu sembari tersenyum di hadapan keduanya. Kali ini, warna tubuhnya berubah menjadi biru.

"Ta-"

"Ah, benar. Ini sudah larut malam. Selamat malam, Tuan," ucap Breckson sembari tersenyum di hadapan keduanya. Freislor mengernyitkan kedua matanya ke arah Breckson. Ia tak suka dengan tindakan Breckson yang mencegahnya. Remaja itu menggenggam tangan Freislor dan langsung bergegas pergi dari sana. Di sepanjang perjalanan, keduanya sama-sama diam. Sampai akhirnya, Freislor memilih untuk membuka percakapan terlebih dahulu.

"Breckson, harusnya kamu tadi nggak nahan aku. Kita hampir ketemu jawabannya. Aku yakin, kita bisa tahu banyak kalo kita tanya ke orang itu, beneran. Tapi, kamu malah bikin kacau, ngerti nggak?" tanya Freislor dengan nada kesal.

"Kapan kamu mau sadar, Freislor! Apa yang kamu cari itu nggak nyata! Aku bahkan tidak pernah mendengar isu kalo Lord Swerol itu ingin berbuat jahat! Ubahlah cara pandangmu, atau-"

"Atau apa? Kenapa kau berhenti mengucapkannya, Breckson?" tanya Freislor sembari berhenti berjalan. Breckson yang berjalan di depannya, seketika berhenti. Ia berbalik ke belakang dan menatap Freislor dengan tatapan datar.

"Atau semua orang akan membencimu," balasnya sebelum dia pergi.

"Breckson, kenapa kau mengatakan hal itu padaku? Apa aku terlihat seperti orang bodoh? Apa kau mengira bahwa aku sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi?" tanya Freislor dengan nada tinggi. Gadis itu tak mampu membendung amarahnya.

"Kemarilah, biar ku putar waktu agar kau mengerti," balas Breckson dengan cepat. Ia sama sekali tak tanggung-tanggung untuk menarik paksa tangan Freislor. Dalam hitungan ke tiga, Breckson menaruh jemari telunjuknya di kening Freislor. Dunia di sekeliling mereka berubah. Segala hal menjadi berwarna abu-abu.

"Satu, dua, tiga," Breckson kembali melakukan perhitungan. Setelahnya, mereka berdua berada di dalam lingkungan yang berbeda.

"Buka matamu, lihat? Aku sedang membawamu ke masa lalu. Biar ku luruskan, aku tidak berniat untuk membuatmu sedih atau yang lain. Aku harap, kamu bisa mengambil pelajaran dari sini," ucap Breckson. Mereka berdua berjalan melewati orang-orang yang ada di tahun empat Masehi. Masa dimana Freislor pertama kali masuk ke negerinya.

"Hahaha.. lihat gadis itu, aku sangat membencinya! Bukankah dia sangat tidak pantas untuk tinggal bersama dengan kita? Kenapa harus dia yang ada di sini?"

Breckson dan Freislor melihat beberapa orang tengah mencemoohnya. Dan hal itu membuat Freislor tak mampu berkata-kata. Karena itu semua adalah lukanya, sangat sulit baginya untuk berdamai dengan keadaan seperti itu. Perlahan, ia melepaskan tangannya dari Breckson. Di saat bersamaan, Freislor berjalan ke depan dan melihat beberapa orang mengejek dirinya.

"Tidak, aku mohon, jangan mengejekku. Aku minta tolong, sungguh. Aku dan wargaku tidak ada tempat tinggal. Kami semua tidak memiliki rumah," ucap Freislor sembari memeluk salah satu kaki warga. Gadis itu terus saja melakukan hal yang sama.

"Kita tunggu saja keputusan Lord Swerol! Aku yakin, dia pasti mengusir kaum mereka dari sini! Dasar pembawa sial!" bentak wanita yang tengah berlagak kasar. Seluruh warga yang berkumpul di sekitar Freislor seketika melemparinya dengan sampah yang telah mereka bawa.

"Apa kita bisa pergi sekarang? Sudah cukup, Breckson! Itu adalah lukaku! Kenapa kamu selalu melakukan hal yang mengecewakan di hadapanku?" tanya Freislor sembari melihat ke arah Breckson. Remaja yang berdiri di sebelahnya, memutar kedua matanya.

"Sudah ku bilang, kan? Bisakah kau mengesampingkan sensitifmu itu dan memahami apa yang ingin ku tunjukkan padamu?" Breckson bertanya kepada Freislor dengan nada tinggi. Breckson mudah terpancing emosi di saat-saat seperti ini.

"Kamu sebenernya ada rasa simpati nggak, si?" bentak Freislor. Gadis itu terluka, air matanya berjatuhan, dan ia memutuskan untuk pergi dari dimensi waktu yang membawanya pada masa lalunya.