"Frelortueis, grouthemet," ucap Freislor. Gadis itu memejamkan kedua mata. Sedangkan kedua tangannya, ia gabungkan menjadi satu. Berkas cahaya berwarna putih dan hitam bertebaran di sepanjang jalan. Berkas cahaya itu menggabungkan diri mereka, sehingga menjadi bola raksasa. Tak ada yang tahu mengenai sebuah keajaiban, hanya dirinyalah yang mengetahui hal itu. Laksana seorang peri dan juga seorang elf, begitulah perumpamaan cahaya yang terbentuk di depannya.
"Kreysa! Apa kamu siap? Ini giliranmu," ucap sang kakak sembari tersenyum lebar. Kreysa, gadis mungil yang berada di depannya mengambil alih di depan kakaknya. Dilihatnya sepuluh serigala yang kini melingkari dirinya dan juga kakaknya.
"Pergilah, Kak. Aku akan melawan mereka, Kakak jangan khawatir soal ini, Kakak bisa mengandalkanku." Kreysa dengan tegas mengambil perannya secara keseluruhan.
"Baiklah, jangan sampai kau mati! Aku tidak akan menerimanya!" teriak Freislor sembari tersenyum dan berlari ke arah yang berlawanan dengan adiknya. Kemudian, ia memutuskan untuk terbang ke angkasa.
"Hwietsu," katanya lirih. Terbentuklah sebuah kaca berbentuk persegi panjang yang melindungi dirinya. Perlahan, kaca itu berwarna pelangi. Tapi, di detik-detik selanjutnya, kaca itu terlihat tak berwarna. Sengaja, agar musuh tak bisa melihatnya. Ia memejamkan kedua matanya perlahan, mencoba menggali dirinya sendiri. Detik selanjutnya, ia berada di dunia berbeda. Keadaan di sana tak sama. Freislor menjadi lebih anggun dari sebelumnya dengan gaun berwarna merah. Daerah di sekelilingnya juga berubah.
"Apa yang kau lakukan di sini, Freislor? Kenapa kamu mendatangiku?" tanya seorang manusia setengah banteng. Suaranya berat, kedua matanya setengah buta. Namun, bisa dipastikan, hati dan pikirannya sangat jernih. Semua orang tahu, bahwa dia disebut sebagai Krapolis, sosok pelindung kaum Nertroliy seperti Freislor. Tak ada yang bisa menyaingi intuisi dan juga kejeliannya.
"Aku ingin bersatu dengan dirimu, aku membutuhkanmu untuk mengatasi masalah duniawi. Seperti biasa, kau tahu bahwa kita akan dihadapkan dengan situasi di ambang batas, bukan?" tanya Freislor sembari tersenyum lirih. Gadis itu menapakkan kedua kakinya searah dengan garis lintang 45 derajat, simbol bahwa dirinya berada di dalam dua pilihan. Siapa pun tahu, bahwa 45 adalah simbol dari empat ikrar negara Zavrainz, dan lima adalah sebuah perpaduan dari hakikat manusia itu sendiri.
"Heum, apa mereka berbuat onar lagi? Kenapa matamu memerah, aku tidak suka dengan warna merah," ucap sang Krapolis.
"Itu karena aku ingin menunjukkan keberanianku, tolong, aku membutuhkanmu. Aku tidak ingin rakyat kita disalahkan lagi setelah kejadian di masa lalu," pinta Freislor. Gadis itu tersenyum tipis, sesekali ia menatap mata sang Krapolis dengan raut wajah sedih. "Aku pasti akan membantumu, bergegaslah. Biarkan aku memenjarakan dirimu. Aku akan menyatu dengan dirimu setelahnya, apa kau bersedia melakukan hal itu?" tanya sang Krapolis. Kedua telinganya yang kecil seketika tumbuh menjadi besar, seperti telinga kelelawar yang memancarkan cahaya putih dan hitam.
"Tentu saja, aku tidak akan mengambil kendali diriku secara berlebihan, aku janji, aku percaya padamu," ucap Freislor sembari tersenyum lebar. Gadis itu memejamkan kedua mata, daerah di sekelilingnya dikuasai cahaya kuning keemasan. Sang Krapolis menengadahkan kepalanya ke atas. Hendak membuat keputusan kepada langit yang ia lihat. Dalam sekejap, tubuhnya meluruh, menjadi seberkas cahaya.
"Fwertyouil," ucapnya dengan suara berat. Cahaya itu bergerak ke atas, berputar cepat, dan memasuki tubuh Freislor melalui pikirannya. Tubuh Freislor seketika bertambah kuat. Seiring dengan masuknya berkas cahaya Krapolis ke dalam tubuhnya, kilauan cahaya berwarna kuning keemasan itu memudar.
"You are ready, girl," ucapnya pada diri sendiri. Kini, tubuh Freislor tak lagi sama. Kendali pikiran dan hatinya dikuasai sepenuhnya oleh Krapolis. Gadis itu hanya bisa menonton dari kejauhan. Karena ia sadar, bahwa dirinya terkurung di dalam dirinya sendiri, dengan dimensi yang berbeda. Freislor memberanikan diri terbang ke atas langit. Ia bertemu dengan petir dan beberapa simbol lain yang tengah hidup dan melawan dirinya.
"Guansin, Relopso, Atreas, sudah lama aku tidak melihat mereka, hahaha," ucap Freislor. Kedua tangannya bermain-main di udara. Di satu sisi, beberapa hewan yang tadinya bergerak bebas di angkasa melawan Freislor. Mula-mula, mereka memerangi Freislor dengan sihir tertua yang sengaja dibangunkan kembali. Sihir itu membuat Freislor sedikit kewalahan. Guansin, sosok hewan berbentuk setengah manusia menyerang Freislor dengan perisai yang ia buat sendiri dengan sihirnya.
"Aaaa!" Freislor bergegas menyerang Guansin. Breckson yang melihat dari kejauhan, seketika mengejar Freislor. Beberapa masyarakat yang melihat hal itu terkejut, dan memilih untuk berlindung di rumah mereka.
"Apa yang kau lakukan, Freislor? Kenapa kamu melawannya sendiri?" tanya Breckson. Freislor hanya bisa berdiam diri. Di satu sisi, semburan api, perlahan keluar dari langit. Beberapa warga yang melihatnya menganggap bahwa Dewa Derusi tengah marah.
"Oh tidak, apa yang mereka perbuat? Ini benar-benar kacau! Bisakah kita keluar dan menghentikan mereka!" bentak Lord Swerol dari arah istana.