"Dengar, biar aku yang menghadapinya. Tenanglah," balas Freislor sembari tersenyum tipis. Gadis itu berjalan dengan tenang. Ia memberi hormat dengan membungkukkan badannya di depan lelaki itu.
"Kami berdua hanya memastikan benda-benda yang terbuang di sini berada tepat di ruang dimensinya masing-masing, Tuan. Kami tidak ingin nantinya benda-benda itu menimbulkan kekacauan sehingga algoritma dari dunia ini berubah. Itu akan membahayakan negeri kita nantinya," ucap Freislor. Gadis itu mengatakannya dengan lugas. Kedua tangannya ia silangkan ke belakang.
"Benarkah? Bukankah hal sepenting itu seharusnya dilakukan oleh para penjaga? Ke mana mereka semua?" tanya orang itu.
"Mereka tengah berjaga di perbatasan, Tuan. Seharusnya, mereka datang sebentar lagi. Kebetulan saja, aku dan temanku ini sedang lewat di daerah sini. Dan kami akhirnya bertemu dengan para penjaga itu. Awalnya, aku pikir kami berdua tidak akan melakukan interaksi. Tapi, ternyata mereka membutuhkan bantuan dari kita berdua. Jadi, kami berdua melakukan hal ini."
"Heum, begitu rupanya. Aku tidak tahu apa yang tengah terjadi dengan dunia, gadis kecil. Apa yang kita lihat sekarang bisa saja hanya sebuah kesenangan belaka. Pada akhirnya, kita akan bertahan di dalam peranan masing-masing. Tapi, tidak ada yang tahu kapan itu akan terjadi," ucap lelaki yang kini membuka tudung kepalanya. Ia menampakkan wajah aslinya. Kini, Freislor bisa melihat dengan jelas sebuah guratan luka yang ada di kedua pipinya.
"Apa yang Anda bicarakan, Tuan?" tanya Breckson, ia penasaran akan hal itu. Sayangnya, orang itu lebih memilih untuk diam. Wajahnya yang sedih membuat warna tubuhnya berubah menjadi abu-abu. Freislor yang melihat hal itu melirik Breckson dengan tajam. Seolah memberikan pertanda agar dirinya berhenti bertanya mengenai hal-hal yang tidak seharusnya dibicarakan.
"Akh, tidak apa, anak-anak. Sebaiknya kalian pulang, biar aku yang menjaga tempat ini. Lihatlah, apa bagusnya tempat ini? Di sini hanya ada benda-benda buangan. Semuanya hanya berisi tulang-belulang dan beberapa benda yang tidak lagi dianggap penting oleh manusia. Satu-satunya yang berharga dari ruangan ini adalah lubang dimensi yang tergambar jelas di tanah yang kalian pijaki."
"Apa?" tanya Freislor, ia terkejut bukan main. Alih-alih dengan cepat, kedua matanya terarah ke tanah. Di sana, tergambar jelas sebuah putaran lingkaran yang terbentuk dari tanah. Ada tujuh bagian yang menggambarkan perputaran arah semesta dari nenek moyang mereka. Pertama adalah Kwertiu, seekor banteng raksasa yang memegang matahari. Simbol dari keadaan duniawi yang ditakdirkan untuk selalu menyinari siapa pun.
"Wah, lihatlah. Sekarang kalian berdua jadi terkejut karena hal ini, hahaha. Lebih baik kalian pergi dari sini. Tidak baik jika kalian terus berada di sini. Selamat beristirahat, anak-anak," ucap laki-laki itu sembari menampakkan senyuman di wajahnya.
"Apakah tidak ada hadiah untuk kami berdua karena kami telah berjaga di sini? Kami berdua sudah sering melakukan hal ini, dan sampai saat ini, tidak ada satu pun orang yang memberikan imbalan kepada kami," ucap Freislor sembari tersenyum simpul.
"Heum, tentu saja. Ini akan menjadi rahasia kita bertiga, apa kau siap untuk hadiahnya?" tanyanya sembari tersenyum.
"Tapi, biar aku perkenalkan diriku kepada kalian. Namaku Charles, siapa nama kalian?"
"Oh, saya Freislor, dan ini Breckson."
"Nama yang bagus," jawab Charles. Lelaki itu memutar kedua kakinya ke arah empat puluh lima derajat utara. Lantas, secara perlahan, tanah yang yang mereka pijaki seakan bergerak, membentuk sebuah lipatan-lipatan yang simetris dan teratur.
"Lihat ini," ucap Charles sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah jendela yang ada di ruangan itu. Jendela itu berbentuk persegi, segitiga, dan juga oval. Tak ada yang spesial dengan jendela-jendela itu. Bahkan, setengah dari jendela itu retak, berkarat, dan berdebu.
"Hah? Jendela?" tanya Breckson sembari mengerutkan dahi.
"Yah, itu bukan jendela biasa, anak-anak. Konon katanya, jendela itu adalah ruang penghubung dari dimensi waktu. Kita bisa pergi ke zaman apapun yang kita mau, termasuk kematian."
"Apa?" tanya Breckson tak percaya.
"Aku tahu kalian akan terkejut mendengar hal ini. Tapi, ketiga bentuk dari jendela itu mengindikasikan sesuatu. Pertama, simbol segitiga yang merupakan sebuah peradaban lama. Kedua, simbol persegi yang menjadi kehidupan yang ingin kita jelajahi. Dan yang terakhir, adalah simbol oval. Tak ada yang tahu simbol oval itu merupakan lambang dari apa. Tapi, satu hal yang pasti. Jika kalian ingin melakukan perjalanan waktu, kalian bisa menggunakannya lewat jendela itu," ucap Charles sembari tersenyum dan mendekati jendela itu.