"Done," ucapnya perlahan. Wanita itu bergegas pergi dengan koper berukuran sedang. Entah apa yang dirahasiakannya. Tak ada satupun orang yang mengetahuinya. Ibu Freislor berjalan ke tengah-tengah ruangan. Ia menghentakkan kakinya sebanyak tiga kali, sebelum akhirnya lenyap di telan oleh sang lantai. Di satu sisi, Freislor tengah berada di tempat kerjanya. Ia bekerja di sebuah tempat pembuatan pedang. Tempat yang tak seharusnya ditempati oleh seorang gadis sepertinya.
"Selamat pagi, Mr. Werbour, apa kabar?" tanya gadis itu kepada seorang lelaki tua yang tengah menajamkan mata pedang. Freislor memperhatikannya tengah duduk di hadapan api.
"Ah, Freislor. Aku baik-baik saja. Kau selalu datang tepat waktu, aku menghargai itu," ucapnya sembari tersenyum. Freislor pun segera bergegas untuk melakukan pekerjaannya. Freislor memang bekerja di tempat pembuatan pedang, namun, ia bertugas untuk mengecek pemesanan dan melakukan administrasi. Ia bekerja di bagian depan karena, dirinya dianggap sebagai sosok yang mampu melakukan percakapan dengan baik.
"Aku akan mengecek pesanan di depan. Apa ada hal yang harus aku lakukan selain itu?" tanya Freislor sembari menoleh ke arah Mr. Werbour. Beliau berhenti sejenak. Tungku api yang menyala itu membuat keringat bercucuran di wajahnya. Lantas, beberapa saat kemudian, ia berbicara dengan lirih, "Yah, kamu bisa melakukan promosi untuk salah satu jenis pedang terbaru kita, Freis."
"Ah, apa kita mempunyai yang baru? Aku tidak pernah melihatnya," ucap Freis sembari memakai seragamnya di sudut ruangan.
"Kau bisa mengambil contohnya di bagian depan. Aku sudah menyiapkannya sejak kemarin sore. Oh iya, jangan lupa untuk melakukan pengecekan terhadap transaksi selama seminggu ini. Karena aku akan mengeceknya besok, selamat bertugas," jawab Mr. Welbour sembari tersenyum dan mengepalkan salah satu tangannya. Berniat untuk menyemangati gadis itu.
"Heum, baiklah. Aku akan melakukannya sebaik mungkin. Selamat bertugas juga, Mr. Welbour," jawab Freislor sembari menyunggingkan senyuman. Gadis itu berjalan ke bagian samping dari ruangan. Terdapat satu pintu masuk yang berada di sudut ruangan dengan tulisan "Sugeng enjing" di bagian depannya. Pertanda bahwa siapapun yang bekerja di sana, selalu didedikasikan dengan semangat kerja tinggi, dan berusaha untuk memiliki energi yang cukup seperti di pagi hari, sekalipun mereka bekerja hingga sore, atau bahkan larut malam.
"Heum, biar ku lihat," ucap Freislor. Gadis itu terus berjalan ke sisi ruangan. Dilihatnya beberapa rak berbentuk persegi dan beberapa gantungan yang terdiri dari beberapa pedang. Setelahnya, ia beralih ke meja depan yang mana terdapat beberapa laci dan sebuah meja panjang.
"Oke, jadi, ini pedang yang baru?" tanyanya pada diri sendiri. Gadis itu menyaksikan sebuah poster yang menampakkan adanya penampakan pedang terbaru. Di sana, ia bisa menyaksikan sebuah pedang dengan simbol peta dunia.
"Heum, menarik," ucapnya pada diri sendiri sembari tertawa lirih. Gadis itu mengambil pedang yang berada di pojok ruangan. Kini, ia bisa melihat pedang berwarna perak panjang.
"Permisi," ucap salah seorang wanita yang berada di luar tokonya. Gadis itu langsung mengembalikan pedang ke tempat semula. Kini, ia berubah menjadi sosok yang ramah.
"Ya, silahkan masuk," Freislor tersenyum dan berjalan mendekati sang wanita. Ia bisa melihat dengan jelas sorot kedua mata berwarna ungu yang teduh. Di tengah keningnya, terdapat lambang pedang berwarna hitam dipadukan dengan putih dan merah. Kedua telinga gadis itu berukuran kecil, lebih kecil dari ukuran telinga manusia pada umumnya.
"Apakah di sini ada pedang baru? Aku kemarin mendengarnya dari saudaraku," ucap wanita itu sembari melihat ke arah Freislor. Gadis itu menganggukkan kepala sembari tersenyum lebar. "Heum, aku bahkan belum tahu kelebihan pedang itu apa? Gimana cara menjelaskannya?" batinnya. Ia tengah berpikir dengan keras.
"Apa kau bisa memperlihatkannya padaku? Aku sangat ingin melihatnya," pinta wanita yang berjalan-jalan mengitari salah satu rak yang ada di ruangan.
"Baiklah, tunggu sebentar," jawab Freislor sembari tersenyum. Gadis itu berjalan dengan perasaan ragu. Namun, ia sangat pintar menyembunyikan keraguannya di hadapan wanita itu. Setelah sampai di sudut ruangan. Salah satu tangannya mengambil pedang itu. Ia mencoba menganalisanya beberapa saat. Sampai akhirnya, setelah ia yakin. Freislor kembali berjalan dan memberikannya kepada sang wanita.