"Pastikan untuk seluruh perlengkapan pribadi nona besar tidak ada yang terlewatkan." Tegas Laurent yang berbicara melalui telepon genggam miliknya.
Dia segera menutup telepon setelah melihat Maria keluar dari ruangan.
Mereka saling menatap untuk beberapa detik. Dan berjalan menuju lift. Lift bergerak kelantai paling atas. Setelahnya, Maria dan Laurent berjalan menaiki beberapa anak tangga menuju rooftoop.
Suara bising helikopter sangat jelas terdengar ketika Laurent membuka pintu rooftoop. Beberapa pria berjas hitam langsung membungkukkan diri saat mereka melihat Maria.
"Hati-hati nona," ucap Laurent berusaha membelah suara bisingnya helikopter. Rambut panjang bergelombang maria menari tak beraturan. Dia masih mengenakan baju setelan jas maroon yang dikenakannya pada saat pemotretan tadi.
Pria berjas hitam megulurkan tangan membantu Maria untuk menaiki helikopter dan mengambil posisinya yang duduk tepat dibelakang pilot. Maria langsung mengenakan headphone. Pilot mulai mengendalikan kemudinya saat Maria sudah siap.
Baling-baling helikopter semakin kencang menandakan pilot akan menerbangkan helikopter. Laurent tak melepas pandangan terhadap Maria meski helikopter sudah beranjak pergi, terbang membelah awan.
Dia tetap mendongakkan kepala sampai helikopter tak lagi terlihat. Setelah itu barulah berbalik untuk meninggalkan rooftoop. Tapi langkahnya terhenti saat dia melihat Axton yang juga sedang berdiri didepan pintu rooftoop menatap langit. Tatapannya juga seolah menghantarkan keberangkatan Maria.
*
"Kau tak curiga dengan persetujuan mereka?" Tanya Bruno.
"Ha… ha… ha… menurutmu begitu?" Jawab Diego menimpal pertanyaan.
Untuk beberapa detik mereka saling menatap kemudian tertawa bersama.
"Apapun rencana mereka yang terpenting adalah kita berhasil membuat mereka menikah." Ujar Diego.
Bruno menaikkan alisnya menandakan persetujuan atas ucapan Diego.
"Aku dengar mereka memenuhi undangan wawancara majalah Works hari ini." Timpal Diego
"Benarkah hanya itu yang kau dengar?" Tanya Bruno.
Diego menaikkan satu alis dan mengangguk.
"Agh… kau ini," ucap Bruno sambil membuka handphone.
"Coba kau baca." Timpalnya.
Beberapa detik mereka focus terhadap tulisan artikel yang dibaca dari layar handphone Bruno. Setelah itu Diego dan Bruno kembali tertawa.
Disaat yang bersamaan mereka menyeruput teh yang tampak terasa masih hangat.
"Maaf tuan." Suara tegas yang tiba-tiba terdengar. Ternyata, suara itu berasal dari pria berjas hitam yang datang menghampiri mereka. Diego dan Bruno meletakkan gelas teh.
Diego sedikit mengangguk memberikan isyarat padanya. Tampaknya, ia adalah seorang kepercayaan Diego.
*
Laurent dengan teliti memeriksa berkas yang ditinggal oleh Maria. Matanya tak teralihkan oleh apapun. Meski beberapa kali handphone nya bergetar karena panggilan masuk, dia tetap tak menyadari itu.
Dia seorang yang hampir sama dengan Maria bila berurusan dengan pekerjaan. Apalagi, dalam hal ini perusahaan sedang mengalami kerugian yang tinggi. Dia harus memeriksa dengan teliti mengenai semua hal yang terjadi sementara Maria tak ada diperusahaan.
Sementara Axton sedang merebahkan badannya dikursi kerja sambil memicit dahi. Kemudian dia kembali duduk dengan tegak dan beberapa detik tenggelam dalam pikiran. Tak lama dari itu, dia beranjak dengan sigap dari duduknya dan pergi meninggalkan ruangan.
Axton tampak terburu-buru, seperti ada sesuatu yang harus dikerjakannya dengan cepat. Dia melangkah panjang tanpa menghiraukan karyawan sekitar yang memberi hormat padanya. Axton menggunakan lift dan langsung menuju bassment. Dia menekan tombol kunci yang membuat pintu mobil terbuka secara otomatis dan sedikit berlari mendekati mobil. Mobil ferari abu melaju dengan cepat dari tempat parkirannya.
***
Warna langit keorenan sudah mulai berubah menjadi keungu-unguan dan kemedian menjadi abu tua gelap dan hitam. Menandakan langit senja sudah berubah menjadi langit malam. Helikopter baru saja mendarat dirooftoop hotel mewah yang terdapat dikota Cassanova. Para pelayan dan beberapa pria berjas hitam sudah menunggu untuk menyambut kedatang Maria.
Maria yang baru saja turun dari heli langsung disapa dengan hormat dan hangat oleh manajer hotel. Kemudian dia melangkah menuju pintu rooftoop yang tentu saja diikuti oleh semua orang yang menyambutnya. Sementara, helikopter kembali membelah awan gelap dikota Cassanova.
Pintu lift terbuka, Maria keluar dan langsung menuju kamar yang telah disediakan untuknya. Langkahnya berhenti tepat didepan pintu kamar.
"Kalian cukup datang pada saat aku memanggil," ucap Maria tegas pada para pelayan yang dari tadi mengikuti.
"Bbaik nona," jawaban serentak dari lima pelayan.
Maria tidak terlalu suka dengan pelayanan yang berlebihan. Pribadinya yang mandiri membuatnya seolah tak membutuhkan bantuan orang lain. Sementara dengan kedudukannya dan status sosial yang dia miliki membuat orang akan melayaninya dimanapun dia berada.
Dia menempelkan card dipintu yang dengan otomatis pintu terbuka. Maria masuk dan langsung berjalan kearah kamar mandi. Tampaknya, dia akan segera membersihkan diri dan berangkat ke lokasi pembangunan properti miliknya. Dia memang tak suka membuang-buang waktu.
*
Sementara diperusahaan Meia group beberapa karyawan masih tampak sibuk didepan komputer masing-masing meski hari sudah malam. Laurent sendiri masih sibuk dengan berkas dan laptopnya. Jari-jari lentik Laurent menari dengan lincah diatas keybord laptop tipis abu tua.
Suasana lenggang perusahaan sangat terasa. Hanya suara jarum jam dan ketukan khas suara keybord laptop.
*
"Nona mobil sudah siap," terdengar suara wanita dibalik telepon genggam Maria.
Maria memutuskan telepon dan langsung melangkah kearah pintu. Didepan pintu dia sudah disambut dengan seorang wanita berjas hitam dengan ikatan kuncir kuda.
Wanita itu memberi hormat dan dengan sigap mengikuti langkah panjang Maria. Maria mengenakan busana yang lebih santai saat ini. Bisa dibilang, tidak formal. Jarang sekali rasanya melihat Maria berpenampilan seperti ini. Dia mengenakan kaos dan jeans yang dipadukan dengan kemeja big size. Sepatu boots tapak bergigi menjadi pilihan yang sangat cocok dalam paduan style nya.
Mobil ferari hitam sudah menunggu didepan loby hotel. Wanita berjas dengan sigap membuka pintu mobil. Maria masuk dan duduk dengan tenang. Mobil melaju melawati lampu-lampu malam kota Cassanova.
Untuk beberapa saat Maria tertegun melihat lampu kota yang ditata sangat indah. Jika dilihat dari atas lampu-lampu ini seperti bintang yang bertaburan dilangit yang terlihat abstrak namun sungguh indah. Tidak salah jika kota ini dijuluki dengan kota sejuta cahaya.
Maria mengedipkan mata dan sedikit menggelengkan kepala, seolah dia harus segera menyadari dirinya untuk tidak larut terlalu lama dengan kekaguman ini. Segera dia mengambil Ipad dan memeriksa berkas digital.
Sisinga betina memang tak pernah menyia-nyiakan waktu yang dimilikinya. Padahal tak apa jika dia sedikit memanjakan pandangan untuk sekedar merelax kan pikiran. Namun, dia tak pernah melakukannya.
Hidup Maria terlalu kaku akan pendirian atau mungkin kebiasaan. Ambisinya terkadang membuat dia lupa akan dirinya yang membutuhkan waktu untuk beristirahat.
Tapi, seperti itulah dia, bahkan setelah perjalanan panjangnya hari ini dia tidak terlihat lelah. Wanita itu sungguh luar biasa, tanpa cela.