"Chalondra, kau melihat Shone?"
"Mmm…, tidak Nyonya."
"Tuan besar?"
"Tidak juga Nyonya."
"Aggghh…., kemana para pria itu. Mengapa meninggalkan ku tanpa memberi tahu." Dumel Sorenda.
Cholendra hanya bisa tersneyum tipis melihat Nyonya besarnya mendumel sendirian.
"Apa aku lucu?"
"Aah, maaf nyonya." Jawab Chalondra sambil menunduk.
"Kau hanya terlihat semakin cantik saat sedang kesal dengan tuan," timpal Chalondra menggoda.
"Iggh, kau ini," ujar Sorenda dan mereka tersenyum bersama.
"Aaaa…," kata Chalondra memecah sendaan mereka.
"Nyonya. Saya ingin mengatakan sesuatu." Bisik Chalondra
Sorenda mengerutkan kening dengan wajah heran.
"Pasti kesal mu akan hilang nyonya." Timpalnya lagi. Semakin membuat Sorenda penasaran.
"Cepat katakan Chalondra," ucap Sorenda sedikit memaksa.
"Pohon white peach yang nyonya pesan sudah datang,"
"Benarkah?" Tanyas Sorenda, meyakinkan.
Chalondra mengangguk girang.
"Paman Dalgon sudah memindahkan ke tempat yang sudah nyonya sediakan." Jelas Chalondra.
"Bagaimana mungkin kalian tidak melaporkan ini padaku,"
"Maaf nyonya, ketika pohon itu datang. Nyonya masih menerima tamu."
"Aaaa, ya sudah. Itu tidak penting. Sekarang aku ingin melihatnya."
"Apa? Sekarang nyonya?" Tanya Chalondra heran.
"Jadi menurutmu?"
"Nyonya, ini sudah malam. Nanti tuan bisa marah kalau nyonya mengunjungi kebun malam-malam begini." Jelas Chalondra.
"Tuan bisa pergi tanpa memberi tahu ku. Aku juga bisa pergi tanpa mendengar perkataannya."
Sorenda langsung berjalan kepintu belakang menuju kebun. Chalondra menyusul dengan langkah ragu.
'Harusnya, tidak ku laporkan malam-malam begini' gerutu Chalondra dalam hati.
Sorenda selalu exaitide dengan tanaman. Apalagi pohon white peach merupakan tanaman yang sudah tiga bulan ditunggu kedatangannya oleh Sorenda. Jika nyonya-nyonya besar pada umumnya sangat menyukai barang-barang mewah seperti, berlian, tas branded atau bahkan mobil mewah, lain hal nya dengan Sorenda. Dia sangat menyukai tanaman.
Diego menyediakan lahan untuk istri tercinta berkebun yang letaknya disisi sebelah timur mansion miliknya. Tidak jauh dari kandang kuda. Walau masih dilingkungan mansion, jarak antara bangunan utama dan kebun lumayan jauh. Apalagi jika berjalan dimalam hari. Akan terasa sedikit mencekam. Ya, walaupun tidak kekurangan cahaya, namun, tetap saja terasa sedikit mengerikan.
Diego tak pernah melarang Sorenda dengan kesenangannya, asal jangan ke kebun dimalam hari. Karena menurutnya mereka tidak akan pernah tahu bahaya apa yang akan ada didepan sana. Bisa saja ada binatang-binatang beracun, sperti, ular, kalajengking atau binatang beracun lainnya.
Chalondra melangkah sambil menyesali perkataannya. Niat ingin membuat nyonya senang, malah terjebak dalam keadaan yang serba salah.
'Kalau tuan besar tahu bagaiamana? Aduh, aku bisa dimarahi, tidak hanya dengan tuan. Tapi oleh nenek,' Chalondra overthinking dan tak konsen dengan langkahnya.
'Brugh' dia menabrak Sorenda yang tiba-tiba terhenti.
"Chalondra, apa kau melihat itu?" Tanya Sorenda menunjuk ke satu arah sambil memicingkan mata.
Chalondra mengikuti arah yang ditunjuk oleh Sorenda. Memicingkan mata dan mengoleh untuk lebih memeriksa.
"Tidak nyonya."
"Kau ini. Masih muda tapi penglihatan mu sangat buruk," ucap Sorenda.
"Aku rasa ada seseorang disana."
"Hmmm…, yang benar saja nyonya."
"Ku rasa iya. Ayo," ucap Sorenda sambil melanjutkan langkahnya.
"Nyonya, sebaiknya kita balik saja." Chalondra menghentikan Sorenda dengan menarik tangan nyonya bsesarnya.
"Bagaimana kalau yang nyonya lihat itu pencuri?"
"Chalondra. Kenapa kau begitu ketakutan. Mansion ini sangat teruji kemanannya. Tak mungkin orang asing bisa masuk melewati server gerbang dengan mudah."
Mereka melanjutkan langakah.
"Sepertinya, tadi aku melihatnya disini," ucap Sorenda menunjuk sisi antara kandang kuda dan pagar kebun.
"Mungkin saja paman Galdon."Timpalnya.
Chalondra menoleh kanan-kiri, waspada terhadap sekitar.
Jika dilihat dengan seksama, pemandangan sekitar sangat indah. Suasana alam yang sangat menenangkan. Namun, Chalondra tak lagi menikmatinya, karena rasa taku dan khawatir yang berlebih.
Mereka masuk ke lahan kebun dan mulai melewati pohon-pohon apel fuji yang memang sedang berbuah. Kebun yang sangat terawat. Sorenda mengandalkan Galdon dalam hal ini. Seorang yang memang ahli dalam botani dengan ilmu otodidak nya.
"Wah, ini memang benar-benar bisa menghiburku. Aku tak menyangka pohon ini akan dikirim pohon yang sudah berbuah lebat."
"Jika tahu begini aku tak hanya memesan tiga batang pohon." Timpalnya girang.
Chalondra tersenyum lebar. Seolah rasa takut yang baru saja dirasanya hilang begitu saja. Dia juga mengagumi pohon white peach yang saat ini berada didepannya. Pohon yang tidak terlalu besar sudah berbuah begitu lebat. Dan yang uniknya lagi, daun buah ini bewarna hijau kekuningan. Dengan batang yang rindang bercabang membulat. Mirip seperti pohon sakura.
"Nyonya. Saya boleh memetiknya?" Tanya Chalondra girang.
"Menurutmu, kita jauh-jauh jalan kesini hanya ingin memandanginya?" Goda Sorenda.
"Benarkah nyonya,"
"Karena ketakutan mu kau sampai lupa membawa keranjang buah ku." Celetuk Sorenda.
Chalondra memetiknya dengan lembut, setelah itu langsung menggigitnya dengan semangat.
"Kau!" Ucap Sorenda.
Wajah Chalondra yang putih bening memerah, "maaf nyonya, aku menggigitnya tanpa meminta izin dari mu."
"Kau tidak mencucinya terlebih dulu Chalondra, pohon ini habis dari perjalanan yang panjang didalam mobil box. Apa kau tahu ada seberapa banyak kuman yang sudah menempel padanya?"
"Ohh… heeee…hmmm," Chalondra tersenyum kikuk sambil menggaruk kepala yang tidak gatal dan melanjutkan gigitan potongan daging buah yang sempat tertahan.
"Hmmm…," matannya membulat lebar.
"Manis sekali nyonya. Saya tidak pernah memakan buah semanis ini sebelumnya."
"Wah, benarkah?" Sambut Sorenda.
Chalondra mengangguk dan tersenyum lebar, kemudian dia kembali menggigit buah itu untuk yang kedua kalinya.
"Nyonya, akan kuptikkan untuk mu."
Chalondra memetiknya dan langsung menyodori buah peach putih itu pada Sorenda. Tapi, dengan cepat dia menariknya kembali. "Sebentar Nyonya. Akan saya cuci lebih dulu," ucapnya sambil tersenyum manis.
Kebun seluas ini tentu memiliki sumber air disekitarnya. Chalondra tentu sangat mengetahui itu. Karena dia sering sekali membantu pekerjaan paman Galdon. Dia membungkuk saat menghidupkan keran air.
'BRAAAK' terdengar suara benda yang jatuh. Tentu, membuat Chalondra terkejut.
*
Mobil ferrari hitam memasuki area pembangunan. Bangunan gedung yang tampak seolah baru runtuh karena gempa bumi. Maria menekan tombol untuk membuka jendela kaca mobil. Dia memperhatikan seksama pemandangan yang tidak menyenagkan ini. Setelah mobil berhenti dan terpakir. Dia langsung membuka pintu tanpa dibantu oleh Lona (siwanita berkuncir kuda berjas serba hitam).
Kedatangannya langsung disambut kepala lapangan. Terlihat para pekerja yang mengenakan baju lapangan membungkuk menyambutnya.
Maria tak lagi menghiraukan orang-orang yang berada disekelilingnya. Dia melihat jeli kearah seluruh bangunan. Meski malam hari, tempat ini cukup terang untuk memperhatikan lokasi. Namun, didalam gedung tentu saja masih memiliki batasan cahaya.
"Berapa orang yang terjebak didalam," tanya Maria tegas.
"Satu orang lagi nona." Jawab kepala lapangan sigap. Namun, tetap tak berani menatap.
Barulah Maria mengedarkan pandangan kearah pekerja-pekerja yang baru saja berhasil dievakuasi. Matanya berbinar dan nafasnya seolah tak beraturan.
"Beri mereka makanan dan layanan kesehatan terbaik."
"Siap nona,"