Chereads / Pernikahan Gila Nona Arogant / Chapter 30 - Ku Pastikan Kau akan Susah Membedakan Matahari Terbit dan Terbenam

Chapter 30 - Ku Pastikan Kau akan Susah Membedakan Matahari Terbit dan Terbenam

"Dimana titik pasti pekerja itu terjebak?"

"Sektor timur lantai sembilan dibagian toilet nona."

Maria melanjutkan langkah, diikuti oleh kepala lapangan dan Lona. Lona, ajudan yang ditunjuk langsung oleh Laurent untuk memastikan keselamatan Maria selama berada disina.

Pekerja laki-laki berlari dari arah depan dengan membawa pelindung kepela (helm) ditangannya. Maria dan pengikutnya menghentikan langkah saat laki-laki itu menghampiri.

"Maaf nona," ucap laki-laki itu, menunduk. "Nona harus mengenakan ini." Sambil ia memberi helm.

Dengan sigap Lona langsung menyambut helm dari tangan pekerja laki-laki itu. Maria menggangguk kaku. Sambil melanjutkan langkah, Maria dan Lona mengenakan helm yang dirberikan tadi. Helm sangat wajib dikenakan pada saat dilapangan.

Jarak mereka semakin dekat dengan bangunan inti yang membuat langkah Maria semakin cepat dan tak sabar. Semua pekerja membungkuk dan memberi hormat padanya. Terlihat beberapa unit mobil alat berat yang terpacak didiepan dan bagian sisi timur bagunan.

Dilihat dari pergerakan para pekerja dan team penyelamat yang dipanggilkan khusus oleh pihak perusahaan, tampak kalau satu korban lagi belum berhasil dievakuasi.

'BRAAAK' bunyi keras yang berasal dari dalam. Membuat team penyelamat menarik katrol untuk keluar dari bagunan yang digantungi oleh penyelamat yang lainnya. Namun, penyelamat itu keluar seorang diri.

"Sisi samping dinding bagian depan toilet kembali ambruk," jerit penyelemat yang tergantung dikatrol.

Maria mengingat penjelasan Axton. "Hentikan pergerakan alat berat!" Perintah Maria.

"Tapi, nona…,"

"Bangunan sangat renta akan getaran, semakin tinggi tekanan getaran maka dinding-dinding itu akan semakin mudah untuk ambruk. Bahkan bangunan ini akan segera rata dengan tanah." Seka Maria dalam penjelasannya.

Kepala lapangan yang menyadari kebenaran dari pernyataan Maria tak lagi membantah. Dia memberi kode pada team penyelamat untuk mematatikan mesin mobil alat berat.

Maria sigap melangkah dan sedikit berlari menuju dalam bangunan.

"Nona," teriak Lona.

"Apa yang nona lakukan,"

"Semua tetap tenang disini. Aku harus memeriksanya sendiri."

"Perintahkan saya untuk memeriksanya nona." Ujar Lona secara tegas.

"Ku perintahkan kau tetap disini menunggu ku sampai keluar."

"Tapi nona…,"

Maria langsung masuk kedalam gedung yang sudah tampak tak beraturan. Dia hanya mengandalkan senter kepela yang melekat dihelm. Perlahan dia menyusuri bangunan, beberapa kali serpihan jatuh kelantai dasar.

Dia meraba dinding dan berjongkok mengambil beberapa sampel dinding yang roboh. Memperhatikan material-material itu, 'brengsek' gumamnya.

Sementara diluar para pekerja dan Lona merasa tak tenang.

"Apakah memang ada jalur untuk menuju lantai sembilan?" Tanya Lona pada kepala lapangan.

"Satu-satunya adalah jalur evakuasi tangga darurat, tapi di lantai lima tangga itu sudah retak dan rentan untuk ambruk. Risiko terlalu besar untuk jalur itu, nona."

"Tambah pencahayaan, tempak seluruh lampu kearah gedung." Perintahnya.

"Tapi, listrik kita terbatas untuk bisa menerangi gedung. Karena aliran listrik didalam gedung harus segera diputus kalau tidak akan lebih membahayakan yang berada didalam."

Lona mengedarkan pandangan memperhatikan sekitar. Mencari cara agar area gedung dapat diterangi dari luar. Sebab, hari semakin larut dan Maria dengan keras kepala tetap memutuskan untuk masuk.

*

Chalondra mengedarkan pandangan dalam takutnya, memeriksa sekeliling untuk memastikan kesumber suara. Dengan heningnya malam suara air keran yang mengalir menjadi sangat terdenagar. Segera dia mematikan keran dan pergi meninggalkan tempat itu.

Dia sedikit berlari menuju tempat dimana dia dan Sorenda sebelumnya. Tapi, dahinya mengerut saat dia tak mendapati Sorenda disana.

"Nyo…,nyonyaa…,"

"Nyonya," panggilnya khawatir dicampur rasa takut.

Dia menggenggam erat buah peach yang telah dicucinya tadi. Sesekali menbungkuk melihat dari antara pohon-pohon buah yang rimbun. Kebun ini ditanami buah khusus dalam anggota golongan pome (buah yang terdiri dari kulit, daging, biji dan rongga).

Jadi, tak hanya pohon peach putih yang baru saja diletak. Ada juga apel, pir, plum dan jenis-jenis yang lainnya. Ditanam berdasarkan jenis dengan jarak yang sudah diperhitungkan.

Chalondra berjalan diantara pohon-pohon sambil menoleh kanan-kiri mencari-cari Sorenda.

'Apa mungkin nyonya sudah kembali kerumah, aghh.., tapi tak mungkin nyonya meninggalkan kunsendiri. Atau…,jangan-jangan…enggak…enggak, rumah ini dilengkapi dengan keamanan yang canggih, tidak mungkin ada penjahat' Chalondra dalam pikiran overthinking.

Dia terus menyusuri kebun, melewati pohon-pohon plum. Itu artinya, dia sudah sampai diujung kebun. Dia memicingkan mata, seseorang berada disana. Dibalik danau dekat dengan rumah kayu.

*

Malam sudah semakin larut, Maria sangat terbantu dengan cahaya yang ditembak dari luar ke beberapa sisi gedung. Meski tidak terlalu terang, tapi, cukup membantu penglihatan.

Dia sudah sampai ditangga evakuasi lantai lima, keadaan tangga yang sangat miris. Bagian tengah hampir runtuh seratus persen. Maria, mulai menelan ludah, namun, pantang baginya untuk menyerah dan kembali tanpa korban yang terjebak. Keselamatan korban adalah tanggung jawab penuh atas dirinya.

Dia melangkah perlahan demi perlahan menaiki anak tangga. Sebisa mungkin meringankan diri untuk tidak memberi tekanan atau getaran yang berlebih. Sesekali dia memejamkan mata dan menarik napas. Maria berbalik mengahadap kanan, menempelkan diri didinding untuk berjalan dengan langakah menyamping.

Maria memperhitungkan langakahnya dengan baik, karena dia sangat menyadari, sekali salah melangkah maka akan fatal. Untuk dirinya, ataupun seorang pekerja yang sedang berjuang bertahan hidup dilantai sembilan sana. Keringat sudah membasahi wajah dan mengalir keleher dan dada Maria.

'Braaak' bunyi suara yang keras sembari Maria memejamkan mata. Debaran jantungnya semkin kencang, rasa gugup, takut dan tetap harus berjuang bercampur menjadi satu.

Perlahan dia membuka mata, mengedarkan pandangan, memeriksa tangga. Dia menghela napas. Sumber suara bukan dari tangga yang ambruk. Mungkin dari sisi bagunan lain yang berada dilantai enam.

Dia melanjutkan lagkah dengan sangat hati-hati. Hingga, langkah terakhirnya menapaki lantai enam. Maria menghela napas lega, setidaknya, dia berhasil melewati tangga yang bisa roboh dan membawanya ke kematian.

"Aagghhhh," gemaan suara ya g terdengar samar.

Maria mendongakkan kepala, dia sangat yakin suara itu adalah erangan dari korban yang terjebak dilantai atas. Sepertinya, pekerja itu tetimpa robohan. Karena dari erangannya dia seolah menahan sakit yang teramat sangat.

Abu juga memenuhi ruangan membuat Maria sulit bernafas. Abu-abu itu berasal dari serpihan-serpihan bangunan yang hancur. Maria melanjutkan langkah ketangga selnjutnya, sampai dia berada didepan pintu tangga evakuasi lantai sembilan. Pelan-pelan Maria membuka pintu, karena menurut informasi lantai sembilan disektor timur ini merupakan bangunan yang sangan rentan dari sisi bangunan yang lainnya. Diakibatkan dari material kualitas terburuk yang diaplikasikan disis banguanan ini.

"To..tol…ngg," suara yang sudah mulai tampak lelah menahan sakit.

Pandangan Maria langsung tertuju pada lorong bagian lantai sembilan. Suara itu bersumber dari toilet.

"Tunggu aku setelah ini. Ku pastikan kau akan susah untuk membedakan matahari terbit atau terbenam." Gerutu Maria, melihat keadaan gedung dengan lantai yang porak poranda.

Bisa dipastikan kata-katanya dituju untuk kepala divisi kontraktor yang menangani proyek ini.