Ah, Anggun ingat dimana dia seolah pernah melihat mata sendu itu. Mata yang hampir menangis jika seseorang tak segera mengalihkan perhatiannya dari kemelut pikiran yang kusut.
"Pouch... penolong..." ungkap Badai samar. Setelah dia mencoba menebak siapa sebenarnya pouch penolong yang terus Narina bicarakan.
Siang hari sebelum malam pertemuan mereka terjalin. Siang itu, Anggunlah yang merasuki tubuhnya. Jadi pouch penolong yang Narina bicarakan pasti adalah Anggun.
Gadis pembuat masalah ini ternyata tak pernah berhenti berbuat ulah dan semaunya.
Anggun mengurungkan niatnya untuk bersiul dan mengacaukan komunikasi tak nyambung antara Narina dan Badai.
Tatapan penuh tanya terlampir jelas di wajah tirus Narina.
"Kenapa? Kamu tak suka jika aku membuatkan bekal untukmu?" Narina terlihat sedikit kecewa.
Badai tak berhenti melakukan kontak mata dengan Anggun. Anggun pun sebisa mungkin menghindari tatapan menusuknya.
"Gun..."