Kaki Luna berhenti di depan teras rumah Liam, dia menoleh ke belakang mengarahkan pandangan ke motor Dika yang menandakan bahwa sahabat Liam sudah ada di rumah tersebut.
Luna mengetuk pintu rumah, Delima pembantu rumah membuka pintu. Setelah membuka pintu terlihat Liam dan semua teman-temannya sudah berasa di ruang tamu. Luna menelan ludah setelah melihat teman-teman Liam termasuk geng AngelEs yang menggunakan pakaian minim.
"Hey anak baru!"
Seruan dari Vino membuat semua orang mengarahkan kedua bola mata mereka ke arah pintu. Liam menyilang kakinya, dia bertingkah keren dan memainkan jari telunjuknya menyuruh Luna masuk.
"Kak."
"Luna."
Chan mengikuti Luna, dia datang kemudian setelah Luna berdiri di samping Liam.
"Kamu."
"Hay! Luna, kenapa kamu tidak menungguku."
Mata geng AngelEs terpesona melihat ketampanan Chan, bukan memakai wajah lamanya tetapi wajah samaran. Luna yang tidak mengenalnya terlihat kebingungan, dahinya mengerut menatap Chan.
"Andra, kan?"
Liam bertanya.
"Iya."
Terdengar bibir para teman wanita Liam yang berbisik tentang Chan. Itu menganggu Liam sendiri takut tergeser sebagai siswa terpopuler di sekolah. Namun, dia tidak ingin menunjukkan ketakutannya, dia tetap tenang dan menyuruh Chan duduk.
"Apa hubunganmu dengannya?"
Vino bertanya kepada Luna.
"Dia adalah pacarku."
Luna kaget setelah mendengar Chan menjawab pertanyaan tersebut. Dia bingung dengan pemuda yang ada di sampingnya itu, salah satu alisnya naik dan bibirnya ingin berbicara tetapi Chan membuat dia memberhentikan bibir yang ingin bergerak.
"Permisi sebentar."
Chan mengajak Luna keluar dari rumah tersebut, dia menganggam pergelangan tangannya. Luna melepaskan tangannya dari Chan, dai tidak tahu bahwasanya pemuda yang saat ini berdiri di hadapannya itu adalah Pemuda yang selama ini berada di sampingnya.
"Kita belum kenal. Kenapa kamu mengaku menjadi pacarku. Aku tidak tahu siapa kamu, aku tidak tahu bagaimana kamu."
"Iya. Namun...."
Chan mengangkat kepalanya, dia menatap Luna dalam. Wajah datar, dan cara menatapnya membuat Luna tak bisa menatap lama mata Chan yang dia pikir adalah Andra pemuda yang kemarin memberikan bunga kepadanya.
"Kenapa?"
Dengan berani Luna beranya, dia menantang mata Chan. Namun, dia masih sama tidak bisa lama menatap mata pemuda itu. Namun, dia merasa tidak asing dengan kedua bola mata itu. Bibirnya bergrak tanpa suara mengatakan nama Chan, tatapan pemuda yang ada di hadapannya itu mengedipkan mata, dai membuang pandagannya.
"Kenapa. Coba katakan kepadaku namun kenapa?"
"Aku ragu mengatakannya kepadamu. Hem... kalau begitu aku akan mengatakan siapa diriku kepadamu, tetapi akau akan mengatakannya nanti malam."
"Kenapa harus nnati malam."
"Aku rasa kamu belum siap mendengarkannya sekarang."
"Jangan membuatku penasaran. Katakan saja sekarang."
"Jika aku mengatakannya apakah kamu bisa...."
Chan menggantungkan perkatannya, dia mendekati Luna membuat gadis itu melangkah ke belakang. Dia gugup untuk berbicara menyuruh Chan menjauh, jantungnya berdetak kencang dan dia hampir terjatuh. Namun, tangan Chan merangkul pinggang yang ramping tersebut, kalung yang di dapati oleh Chan yang dia ambi dari laci lemari Luna dai gunakan dana kalung tersebut yang dai pakai menyentuh leher Luna karena saking dekatnya posisi mereka saat itu. Posisi mereka saat itu seperti tari tango, rasa gugup semakin besar membuat Luna tak sanggup untuk menatap kedua bola mata pemuda yang ada di hadapannya.
"Jangan macam-macam."
Chan melepaskan rangkulannya, dia tersenyum membuat Luna salah tingkah dengan tatapan dan senyuman itu yang terlalu manis untuk dia lihat. Senyuman itu bahkan menyentuh hatinya, Chan pergi meninggalkan Luna yang tertegun mengingat kalung yang tadi menyentuh lehernya. Dia memegang lehernya, dia merasakan energi hebat seperti seseorang yang merosot di perosotan.
"Kenapa rasanya berbeda. Padahal aku tidak memakan apapun, rasanya aku baru saja menelan sebuah permen atau obat."
"Mana pacar lo itu?"
Liam mendatangi Luna, dia mengajak Luna kembali masuk. Dia bersama geng AngelEs membantu Liam menyiapkan dekorasi, rasa iri muncul di hati Naomi. Terlintas dibenaknya untuk mendapatkan Chan, dia juga ingin mendapatkan Liam.
"Lo kenapa?"
"Gue mikir bagaimana caranya dapetin tuh cowok. Iya, gue pernah liat dia tadi di halte. Ternyata dia cowok dia."
"Terus?"
"Yah, bantu gue untuk dapetin dia."
"Mudah itu, Mah."
Sari memiliki ide untuk itu.
***
Luna duduk di kamar Chan, dia menunggu saudara angkatnya itu di kamar sambil menghubunginya karena dari tadi dia tidak melihat sosok pria bertubuh jangkung tersebut.
"Kakak ke mana saja?"
"Ketemu teman lama."
"Ih... apaan, sih."
Chan menarik rambut Luna untuk bercanda, dia beralih duduk di tepi kasur sambil membuka jaket yang menutupi seragam sekolah yang dia pakai sejak dan pagi. Dia membuka ransel kas dan mengambil buku-bukunya lalu menaruhnya di atas meja belajar.
"Kak, apa Kakak juga mendapatkan undangan ulang tahun Kak Liam malam ini."
"Tidak. Aku sudah mengatakan kalau aku memiliki masalah dengan Liam. Jangan pernah membahasku di hadapannya ataupun mengatakan namaku. Tolong ingat itu."
"Iya. Terus... jadinya kakak tidak diundang."
"Tidak."
"Kalau begitu aku juga tidak akan ikut."
"Kamu ikut saja."
"Kakak? Aku takut ikut jika kakak tidak ikut. Kita harus pergi bersama. Kalau begitu aku akan mencari ide lain agar Kakak juga bisa ikut. Hem... karena tema pesta ulang tahunnya menggunakan tema kebarat-baratan jadi setiap orang memakai topeng. Aku ada ide, kakak juga gunakan topeng."
"Aku tidak akan datang, kamu saja. Sekarang keluar."
Dia mendorong Luna keluar dari kamarnya, Chan menutup pintu kamar dan tersenyum karena dia sedang merencanakan hal lain untuk acara pesta ulang tahun itu.
Chan membuka tas bagian lain, dia mengambil baju yang sudah dia sediakan untuk pergi ke acara pesta ulang tahun Liam. Dia merapikan rambutnya dengan , dia memakai dasi kupu-kupu dan keluar dari jendela.
***
Luna datang bersama Yona dengan pakaian yang sederhana. Casual, tetapi dia terlihat cantik dan anggun. Jepitan rambut menghiasi uraian rambutnya yang panjang terurai ke belakang. Tas selendang berwarna pink yang sama dengan warna gaunnya membuat dia tampak lebih anggun dan sepatu pansus yang dia pakai.
"Kak. Aku tidak memiliki kado yang mahal, tetapi aku hanya bisa memberikan yang ini."
Luna memberikan kado dengan ukuran kecil kepada Liam, beberapa orang terfokus kepada Luna terutama geng AngelEs dan teman-teman satu sekolahnya karena mereka semua sudah tahu mengenai permasalahan yang saat itu membuming gara-gara follow and unfollow.
"Terima kasih."
Semua orang kaget setelah Liam berterima kasih kepada Luna. Bagi mereka maaf dan terima kasih adalah kata-kata yang tidak pernah dikeluarkan oleh Liam kepada siapapun.
Mata Liam menjelajah melihat mereka semua diam. Melihat ekspresi mereka membuat dia sedikit berdrama. Dia membuka kado tersebut, isinya adalah sebuah jam tangan cowok yang ditaksir seharga ratusan ribu.
"Ini. Yah... walaupun gue memiliki banyak jam tangan. Akan tetapi, tidak apa-apa lah jika menambah jam murahan."
Luna merasa dipermalukan, perkataan Liam semacam itu membuat semua orang menertawakannya.