Luna seperti seorang asisten bagi Liam, dia menyuapi pemuda itu saat makan siang. Dia juga mengambilkan obat dan memberikannya kepada pemuda tersebut.
"Sore ini gue bakal kembali ke rumah. Lo harus datang ke sini sebelum gue kembali ke rumah. Sekarang Lo boleh ke sekolah udah jangan lupa ke sini nanti sekitar jam tiga sore, tanpa memakai seragam sekolah."
"Iya, Kak."
Luna menuruti setiap apa yang dikatakan oleh Liam. Dia meletakkan mangkuk dari bubur untuk Liam ke atas meja, dia beranjak pergi dari kamu tersebut meninggalkan kesunyian bagi pemuda itu.
Di teras rumah sakit Luna berpapasan dengan para geng AngelEs, mereka bertiga menatapnya dengan tatapan sinis bahkan sampai menabrak Luna hingga terjatuh.
"Jangan sok cari muka, lo!"
Naomi mengarahkan jari telunjuk kepada Luna yang sedang duduk seperti suster ngesot di lantai. Mereka bertiga meninggalkannya yang masih dengan posisi sama, Luna menatap kepergian mereka.
"Ayo!"
Chan datang menyodorkan tangannya agar Luna menjabat tangan tersebut. Luna tersenyum, dia kembali berdiri karena tarikan yang diberikan oleh Chan menggunakan tangannya. Kedua telapak tangan dia gesekan untuk menurunkan semua debu-debu yang tadi menempel di tangannya.
"Kakak juga ke sini."
"Kamu bolos sekolah lagi. Aku mencarimu tadi sampai ke perpustakaan dan kantin, tetapi aku tidak menemukanmu. Lalu, Yona mengatakan kalau kalian sebelumnya ke rumah sakit dan dia berpikir kamu kembali ke sekolah. Kami mencari kamu, dan aku berpikir kamu masih di rumah sakit karena ku tahu bahwa kamu tidak mengerti tenang ketika mendengar orang yang kamu sukai berada di rumah sakit."
"Seratus. Jika Aku adalah guru di sekolah maka aku akan langsung meluluskan kakak."
"Cewek gila."
"Apa?"
"Aku hanya bercanda. Sekarang kita pulang karena takut Mama dan Papa khawatir mencari kita. Selain itu, kamu harus belajar agar kamu tidak ketinggalan mata pelajaran."
"Siap, Bos."
Luna menghajar tubuh Chan dengan berat badannya, dia memanjat tubuh Chan dari belakang meminta pemuda itu untuk menggendongnya.
"Kamu kekanak-kanakan."
"Biarin!"
"Kalau aku sampai suka kepadamu bagaimana?"
"Tidak mungkin. Lalu, cewek yang pernah Kakak ceritakan kepadaku mau kakak taruh di mana. Aku rasa dia cewek yang cantik sama sepertiku karena dia juga menyukai cerita Romance."
"Pastinya dia lebih cantik darimu."
Luna geram, dia mengacak-acak rambut Chan. Pemuda itu membiarkannya dengan senyuman.
"Ayo naik!"
"Sepeda. Jangan bercanda kalau kakak mengatakan kakak ke sini menggunakan sepeda. ya dari sekolah apalagi jarak dari rumah ke rumah sakit ini sangat jauh dan kita membutuhkan waktu 1 jam lebih untuk sampai di rumah.
"Aku cowok yang kuat. Naik saja!"
"Baiklah. Aku akan melihat seberapa kuat dan bagaimana cara seorang Chan menaklukan waktu. Aku akan melihat jam, jika Kakak sampai di rumah sesuai waktu yang aku berikan maka aku akan mengabulkan apapun yang kakak inginkan. Hanya dengan satu permintaan."
"Oke, siapa takut."
Chan mengayuh sepeda dengan kecepatan kencang, karena saking cepatnya Luna sedikit takut.
"Hati-hati, Kak."
"Iya."
Di pertengahan jalan rantai sepeda putus, mereka terpaksa jalan kaki dengan mendorong sepeda. Gadis yang sebelumnya menantang Chan merasa haus ketika berjalan di bawah teriknya matahari.
"Kamu haus?"
"Iya."
Chan menghampiri sebuah warung. Luna bingung dengan warung tersebut karena seingat dia rasanya tidak pernah ada warung di sana. Pernah dulu ada sebuah warung tetapi karena tabrakan sebuah truk menghantam orang tersebut hingga hancur.
"Ini."
Chan membuat lunak kaget karena hadir dari belakang, kemunculannya seperti hantu bagi gadis itu. Luna mengambil sebotol minuman segar dari tangannya, dia meminum air disebut sambil mengerahkan mata ke warung tersebut yang terlihat ramai.
"Kakak tiba-tiba muncul dari belakang membuat aku kaget."
"Sengaja. "
"Hem... aku proses sebelumnya tidak ada warung di sana. dulu pernah ada warung sekitar 5 tahun yang lalu tetapi orang tersebut sudah ambruk karena kecelakaan. sekitar dua hari yang lalu aku lewati disini rasanya warung itu juga belum ada."
"Mungkin kamu lupa. Warung itu kembali dibangun, pembangunannya sekitar 3 hari yang lalu sudah selesai dan beroperasi mulai hari ini."
"Kakak mengetahuinya."
"Jelas. Anak dari pemilik warung itu adalah temanku."
"Oh... lain kali boleh dong aku diajak ke sana dan kakak memperkenalkan aku dengan teman-teman kakak."
"Berarti benar."
"Apa."
"Kamu bukan seperti gadis yang aku kira. Aku berpikir kamu adalah gadis yang polos dan sangat takut bergaul dengan orang-orang baru laki-laki."
"Aku introvert, tetapi aku masih bisa berinteraksi dalam merupakan jatuh cinta secara normal seorang pria."
"Iya."
Chan melihat sebuah bengkel, dia mengantarkan sepeda tersebut ke bengkel dengan menyuruh Luna. Dia mencari-cari toilet dari bengkel tersebut karena dia tidak sabar ingin membuang air kecil.
setelah rantai sepeda diperbaiki dia pun menghampiri Luna yang sudah menunggunya di depan bengkel tersebut. Chan menyuruh Luna untuk mengendarai sepeda itu.
"Tidak."
Karena tolakan yang diberikan oleh Luna membuat Chan kembali mengayuhnya. Dia membawa sepeda ke tepi sebuah danau di pinggiran kota untuk menikmati angin siapa-siapa dan pemandangan yang sejuk dengan sebuah bangunan di seberang Danau tersebut.
"Apa impianmu, Lun?"
"Aku. Sederhana tetapi cukup sulit untuk diraih. Sebenarnya aku masih bingung dengan apa yang aku harapkan, apa yang aku cita-citakan dan impikan menjadi tujuan dalam konsep Meraih Mimpi di dunia."
"Kamu bisa mengenali bakatmu sendiri dengan hal-hal yang sering kamu lakukan, yang kamu sukai kamu dan bakat yang kamu miliki.
"Aku suka berimajinasi dan Halu tetapi aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menumpahkan semua keberanian membuat sebuah tulisan menjadi cerita."
"Percaya diri. Kamu harus percaya diri dengan dirimu sendiri agar semuanya ikut sesuai alurnya. Buatlah novel, setelah itu kita bahkan jika bisa menjadi buku best seller di toko-toko. Setelah itu aku yakin kamu akan diajak untuk menjadi seorang penulis dari novel yang kamu tulis karena ingin diangkat menjadi layar lebar."
"Rasanya kedengeran sulit untuk diraih."
"Tidak tahu lagi. Kedengarannya memang sangat sulit untuk diraih."
"Coba!"
"Oke. Lain kali."
Chan mengambil tumbuhan kemuncup, dia membentuknya menjadi sebuah cincin. Dia memasangkan cincin dari tumbuhan tersebut ke jari manis Luna.
"Bagus banget."
"Ayo pulang."
Mereka kembali menghampiri sepeda, kesunyian terasa adaro tepi danau tersebut yang mana airnya disinari oleh matahari.
Chan kembali mengayuh sepeda hingga keringat bercucuran, dia memarkirkan sepeda tersebut di depan rumah setelah mereka sampai.
"Selamat siang...!"
Luna dengan keceriaan menghampiri Tiwi yang sedang membuat kue, dia berencana akan membuka toko kue di kios depan.
"Mulainya hari ini."
"Iya. Sekarang bantu Mama."
"Tidak bisa, Ma. Aku harus ke rumah teman jam tiga ini."
"Ngapain?"
Luna menoleh ke arah Chan yang sedang memperhatikan coklat, dia menyenggol sikutnya.
"Tugas sekolah. Dia akan membuat tugas kelompok di rumah temannya. Aku yang akan membantu Mama."
"Baiklah. Sekarang ganti seragam kalian."
"Oke...!"
Luna terlihat sangat ceria, dia bersenandung masuk ke dalam.