Saka berjalan kanan dan kiri sambil menyilang tangan di bawah dada bersamaan dengan raut wajah penuh kebingungan mengingat tampang Chan yang dia temui di rumah Luna.
"Sepertinya aku pernah melihat dia. Di mana, ya... wajahnya tidak asing."
Saka begitu penasaran dengan Chan, dia menghubungi Arini untuk mencari tahu apakah ada murid yang bernama Chandra di kelasnya. Selain seorang guru pustaka Arini juga wali kelas di kelas unggul Ipa kelas dua belas.
"Seingat saya tidak ada, Pak. Hem... tapi saya coba cek buku daftar kelas dulu."
Arini mengambil buku besar, di dalam buku yang berukuran lebar tersebut terdapat semua nama-nama murid yang berada di bawah naungannya. Jari telunjuk dimainkan untuk memperjelas menjelajah satu persatu balok tuliskan yang mana terdapat nama-nama muridnya tersebut.
"Saya tidak menemukan yang namanya Chandra."
"Kalau daftar anak baru. Jika tidak mungkin di kelas lain."
"Setelah saya memeriksa daftar nama murid di kelas lain tidak ada yang namanya Chandra. Jika saya boleh tahu apa ada masalah dengan murid yang bernama Chandra itu?"
"Tidak ada. Terima kasih."
Saka memutuskan sambungan telepon. mendapatkan sambungan telepon dari Saka membuat Arini merasa sangat senang, apalagi dia dihubungi ketika pria itu membutuhkan bantuannya meskipun kecil. Arini salah paham merasa bahwa Saka hanya sengaja menghubunginya di malam hari karena berpikir pria itu menyukainya.
"Itu pasti trik Pak Saka untuk dekat denganku."
Arini menghempaskan tubuh di atas kasur dengan posisi telungkup, dia tidak bisa menahan emosional rasa senang.
***
Perubahan yang terjadi begitu besar mengundang sorot mata warga sekolah memandangi Arini dengan penampilan yang tidak biasa. Saka yang menghubungi semalam membuat dia yakin bahwa guru mata pelajaran olahraga itu menyukainya, dia rela berpenampilan menor dengan hiasan wajah dan juga pemakaiannya.
"Itu asli Bu Arini. Lucu sekali."
Beberapa suara terdengar membicarakan guru dengan rambut panjang hingga pinggang. beberapa dari mereka yang melihatnya merasa kagum karena tidak pernah melihat wanita itu berpenampilan berlebihan seperti seorang wanita feminim.
"Pak Saka."
Kekagetan terlihat di wajah Saka, dia menatap wanita itu dari ujung kepala hingga ujung kaki yang sangat berbeda dari biasanya.
"Bagaimana penampilanku."
"Buk, bukankah ini terlalu berlebihan untuk mengajar."
Arini kecewa dengan respon yang diberikan oleh Saka, apa yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasi membuat dia merasa malu sendiri. senyuman yang sebelumnya muncul memudar, kakinya melangkah mundur hingga dia pergi meninggalkan Saka yang berdiri di tengah lobi sekolah.
Arini mengis, dia pergi ke toilet melihat dirinya dicermin. Baru dia menyadari bahwa penampilannya benar-benar sungguh memalukan karena tidak sesuai dengan prinsipnya selama ini.
"Kenapa aku bisa berubah begini. Apa aku terlalu percaya diri bahwa Pak Saka menyukaiku."
"Jadi, Buk Arini menyukai Pak Saka."
Luna mendengar perkataan Arini dari pintu toilet ketika dia ingin buang air kecil. Namun, setelah menyadari kehadiran Arini di dalam dia memutuskan untuk mengurungkan niat ke toilet dan akan membiarkan dia keluar terlebih dahulu sebelum dia masuk.
"Kasihan."
Luna masuk ke dalam toilet setelah Arini keluar, dia masuk ke dalam toilet dan keluar beberapa menit kemudian dengan disambut langsung oleh Liam. Pemuda itu berdiri dengan menyilang kaki bersandar ke dinding sambil bersiul.
"Kak Liam."
"Kamu sudah menyelesaikan tugasku kemarin. Kamu tahu tugas itu sangat penting, ketika aku mendapatkan nilai tinggi dengan tugas tersebut maka aku akan memberikan hadiah untukmu."
Liam melewati tubuh Luna meninggalkannya setelah berbicara. Liam bertemu dengan geng AngelEs, Naomi berbicara dengan suara kecil mengajak Liam dengan kepala yang dia gerakan ke arah kanan. Naomi memperhatikan Luna sejenak setelah sadar bahwa Liam baru saja berbicara dengan gadis itu.
Luna melanjutkan langkah keluar dari area toilet setelah mereka pergi. Luna di hambat oleh sebuah tubuh di depan perpustakaan, manusia berjenis kelamin laki-laki berdiri di hadapannya dengan wajah datar.
"Luna."
"Pak Saka."
"Bisakah kamu bertemu denganku malam. Kita bertemu di taman Raflesia."
"Kenapa, Pak. Apa terjadi sesuatu atau ada hal yang penting ingin dibicarakan. Jika ada lebih baik bicarakan di sini saja."
"Tidak bisa. Aku akan menceritakannya nanti."
Arini mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam, dia menepi kembali duduk di bangkunya sambil memainkan ponsel mencari baju online karena dia ingin mengganti pakaiannya.
"Baik, Pak. Apa ada buku atau alat-alat lain yang harus aku bawa."
"Tidak. Kamu berpakaian selayaknya kamu pergi nongkrong dengan teman-temanmu tanpa membawa apapun."
"Iya, Pak."
Bel masuk berbunyi, pembicaraan mereka berakhir dengan mereka bubar ke tujuan masing-masing. Saka berjalan menuju ke ruangannya, tetapi sebelum itu dia lupa pesan dengan Chan.
"Kamu!"
Chan memberhentikan langkah sedikit kaget karena sapaan dari Saka yang berdiri tepat di sampingnya. Dia menoleh ke belakang, lirikannya tajam kepada Chan. Kaki Saka berjalan mendekatinya yang sebelumnya jarak diantara mereka terdiri dari tiga langkah.
"Aku pernah melihatmu. Kamu bukan murid disini. Mengakulah sebelum semuanya terbongkar. Ketika kamu menyembunyikan sesuatu dari orang lain sama saja kamu menyakiti mereka di saat semua yang kamu sembunyikan terungkap. Satu hal yang perlu kamu ingat bahwa apa yang kamu sembunyikan tidak akan menjadi rahasia selamanya karena kehebat di sepintar apapun kita menyembunyikan bangkai maka pasti akan tercium juga."
Saka kembali lanjutkan langkahnya pergi dari hadapan Chan. Perkataannya mampu membuat pemuda itu tidak tenang, ludah diteguk sambil menoleh ke belakang memperhatikan Saka semakin menjauh darinya.
"Kak."
Yona mendaratkan tangan di pundak Chan, pemuda itu kaget ketika Yona tiba-tiba hadir di hadapannya ketika dia masih menoleh ke belakang.
"Yona."
Senyuman Yona menghilang, dia menatap kepergian Chan yang tak banyak bicara hanya memperlihatkan wajah datar melewati tubuh Yona.
"Kak Chan."
Chan mengabaikan sapaan Yona. Gadis itu menyapa Chan menaiki tangga dengan raut wajah bingung melihat tingkahnya.
***
Rasa penasaran Saka sangat besar kepada sosok Chan. Dia pergi ke tata usaha untuk mencari data mengenai pemuda yang bernama Chandra. Saka meminta bantuan Samson pengurus data di tata usaha untuk mencarikan data mengenai Chandra.
"Tidak ada anak yang namanya Chandra. Memang foto anak itu seperti apa, kemungkinan bisa saja aku mengetahuinya karena aku sudah lama bekerja di sini."
"Tidak ada. Akan tetapi, dia itu tinggi, putih, gaya rambut commo hair seperti ke Korean."
"Aku jadi penasaran. Memangnya kenapa kamu ingin mencari tahu tentang dia."
"Aku tidak bisa menceritakannya karena ini masalah pribadi. Terima kasih kamu sudah membantuku."
"Iya."
Saka keluar dari ruangan tata usaha, dia berpapasan dengan Liam yang kebetulan sedang lewat. Sebuah foto terlepas dari tangan pemuda itu, kebetulan saat Saka menabraknya Dia sedang memandangi sebuah foto dengan ukuran 3R. Foto tersebut tertelungkup hingga hanya bagian belakang berwarna putih yang polos terlihat.