Yona terpaksa membantu Dika untuk melepaskan seragam sekolahnya di ruang UKS, dia mengoleskan obat di kulit Dika yang terkena oleh air panas. Sebenarnya dia tidak ingin membantu Dika, dia paling tidak suka dengan Pemuda nakal. Akan tetapi, dia juga harus bertanggung jawab karena sudah membuat masalah.
"Kalau jadi orang itu jangan ceroboh. Kalau sampai hal yang lebih parah terjadi kepada gue awas saja gue bisa tuntut lo."
"Ya elah.... cuma luka sedikit doang. Sebentar lagi palingan sembuh. aku minta maaf karena aku tidak sengaja menuangkan minuman itu."
"Hey! Awas kalau lo kabur. Sekarang gendong gue sampai ke kelas."
"Kamu pikir aku Hulk yang memiliki kekuatan besar dan bisa menggendong mu. aku hanya wanita biasa dan tidak mungkin sanggup menggendong cowok seberat kamu. Belum berat badannya, berat dosa kamu lagi."
"Apa?"
Dika mulai geram, dia mengepal kedua tangannya tetapi tidak bisa memberikan aksi. Dia mengambil seragam yang ada di atas kasur tempat tidur UKS, dia memakaikannya dan keluar dengan kesal.
"Aku minta maaf."
Yona mengikutinya seperti anak anjing yang mengikuti Tuannya. Dia merasa bersalah padahal sebelumnya dia hanya bercanda.
"Maaf."
"Jangan ikuti gue."
Dika menuruni tangga, setelah semua tangga dia teruni langkah kakinya terhenti ketika melihat kedua temannya berdiri di hadapan dia.
"Selera lo sudah berganti menjadi beginian. Apa tidak ada cewe lain di luaran sana."
Vino mengecam, Dika juga kesal melihat mereka berdua dan melewati mereka berdua. Yona masih saja mengikuti pemuda itu hingga ke belakang sekolah. Dia melihat Dika meminta rokok kepada teman yang sedang nongkrong di belakang sekolah.
"Apaan, sih."
Yona menepis tangan Dika yang ingin mengambil rokok tersebut, kekesalan semakin memuncak membuat Dika akhirnya memarahi gadis itu.
"Jangan sok mengatur. Lo itu bukan siapa-siapa."
"Karena kamu kesal gara-gara aku jadinya kamu begini."
"Jangan sok tahu lo ya."
Dika kembali meminta rokok kepada temannya itu, tetapi Yona meraih pergelangan tangannya. Dia membawa Dika pergi dari sana sana dan berdiri di depan gudang.
"Aku sekali lagi minta maaf. Minta maaf karena sudah menjatuhkan minuman itu, dan aku minta maaf karena sudah berbicara kasar. Ini untuk pertama kalinya aku meminta maaf begini, kepada Kak Saka saja aku tidak pernah begini."
"Saka. Jadi elo adiknya Pak saka itu."
"Iya."
"Oke. Gue bakal maafin lo tetapi lo harus bantuin gue untuk bisa mendapatkan lembaran jawaban dari kakak lo. Gue tahu, selama ini Kakak lo itu sering bantuin Liam, kan?"
Yona diam, kenyataannya memang benar. Dia terpaksa diam selama ini untuk menutupi pekerjaan Saka yang menjadi kaki tangan dari Liam dalam pendidikan. Bukan karena kecerdasan, tetapi keterpaksaan membuat Liam dituntut cerdas dan mendapatkan predikat nilai tertinggi di sekolah. Untuk itu dia terpaksa menggunakan bantuan Saka karena dia bukan anak yang ahli dalam bidang itu."
"Kalau aku tidak mau gimana?"
"Gue bakal bocorin semuanya. Pekerjaan Pak Saka akan hancur dan kalian...."
"Jahat!"
Yona meninggalkan Dika, kini dia yang marah karena tidak terima dengan perkataan Dika. Mereka sama-sama marah satu sama lain dan dengan ego mereka.
***
Yona melihat Saka duduk di teras rumah sambil memainkan laptop menikmati udara malam. Meskipun umur kakaknya masih 28 tahun tetapi dia begitu memikirkan pasangan hidupnya. Dia bisa merasakan kesepian yang dirasakan oleh kakaknya karena dia juga begitu.
"Hey!"
Dia menyapa kakaknya dengan tangan yang mendarat di atas kedua pundaknya, Saka kaget dan mengelus dada.
"Kak, kapan menikah?"
"Kenapa. Kakak sudah katakan kalau kakak tidak akan menikah sebelum kamu selesai sekolah."
"Kuliah maksudnya?"
"Iya."
"Tidak. Aku tidak akan kuliah karena setelah lulus SMA aku akan bekerja langsung."
"Tidak boleh begitu. Jangan merencanakan itu. Kamu harus menggapai mimpimu. "
"Jika aku menggapai mimpiku maka aku tidak akan bisa bersama kakak. Aku ingin menjadi seorang yang ingin menjelajah banyak dunia, aku ingin menetap di Turki dan membuka restoran di sana. Bagaimana?"
"Sejak kapan kamu memiliki mimpi seperti itu. Bukannya kamu bermimpi memiliki sebuah butik yang mana di dalamnya banyak diisi oleh baju-baju yang didesain langsung oleh dirimu."
"Iya. Aku tahu itu, tetapi rasanya kan sulit karena akan membutuhkan modal yang sangat banyak. Kakak berhenti saja bekerja bersama Kak Liam."
"Jika kakak hanya mengandalkan pekerjaan sebagai seorang guru maka itu tidak akan cukup untuk kita."
"Aku kerja paruh waktu. Aku bisa membantu kakak."
"Tidak akan cukup."
"Jika Kakak tertangkap sudah melakukan banyak penipuan untuk membantu Kak Liam bagaimana. Bukan hanya masuk kantor polisi tetapi aku juga akan hancur"
"Sekarang lebih baik kamu kembali ke dalam belajar karena kakak juga sedang banyak tugas."
"Luna. Apa Kakak menyukainya?"
"Iya."
"Jangan. Dia tidak menyukai Kakak karena dia menyukai Kak Liam. Sampai kapanpun kakak tidak akan pernah menang untuk mendapatkan Luna jika Kakak berhadapan dengan Kak Liam.
Wajah Saka langsung berubah dari senyuman menjadi datar, Yona meninggalkan kakaknya itu dengan kenyataan yang sudah dia berikan.
***
"Besok kakakmu Inggit akan ke sini untuk berlibur. Dia sudah berhenti bekerja di perusahaan Om Reza."
"Inggit. Siapa, Ma?"
Chan bertanya.
"Itu anak dari Kakak Mama yang ada di Bandung akan ke sini besok dan dia akan di sini selama satu minggu."
"Kalau Kak Inggit ke sini aku merasa merinding. Karena kelebihannya itu membuat aku selalu takut dan ngeri berada di sampingnya."
"Kenapa?"
Ponsel Arya berdering, dia menjawab sambungan telepon yang berasal dari tempat kerjanya. Ketika dia berbicara semua orang diam dan melanjutkan makan malam mereka.
Ponsel Luna juga berdering, yang menghubunginya adalah Liam. Luna memperlihatkan layar ponselnya kepada Chan, setelah itu dia meninggalkan meja makan menuju kamar untuk berbicara dengan pemuda yang dia sukai tersebut. Dia berbohong sebanyak tiga kali sebelum menjawab sambungan telepon karena takut kegugupannya membuat pembicaraan tersebut kacau.
"Apa?"
"Gue sedang mengisi teka-teki. Tolong berikan aku jawaban dari pertanyaan ini. Apa yang ada di ujung kayu?"
"Di ujung kayu. Hem... pucuk."
"Sepertinya enggak. soalnya hanya satu kotak."
Chan datang, dia duduk di tepi kasur. Luna bertanya kepada pemuda tersebut yang baru mendaratkan bokongnya di atas kasur.
"Apa yang ada di ujung kayu."
Luna bertanya dengan berbisik untuk menipu Liam agar jika jawabannya benar maka dia akan tersebut sebagai pemberi jawaban yang benar.
"Huruf U lah."
"Iya juga."
"Apa yang iya juga."
"Huruf U. Kayu, jadi di huruf terakhir pada kata kayu ada U."
"Sepertinya benar. Pintar juga kamu."
"Aku juga punya satu teka-teki."
Luna ingin mengajukan suatu teka-teki karena perintah Chan, soal teka-teki tersebut dari Chan sendiri.
"Aku punya dua gorila, salah satu dari gorila itu mati satu. Jadi, berapa gorila yang aku miliki sekarang?"
Liam diam, teka-teki tersebut membuat dia mengingat seseorang yang pernah memberikan teka-teki yang sama kepadanya. Karena kesunyian yang ada membuat Luna merasa ada hal yang ganjal.