"Beberapa hari kami pergi Mama harap kalian tidak kesulitan dan kalian tidak melakukan apapun."
Tiwi bertanya karena dia takut Chan yang dia percayai takut melalukan sesuatu yang tidak baik pada anak gadisnya.
"Tidak mungkin, Ma. Chan anak yang baik, itu sebabnya Papa meninggalkan Luna dengannya. Ternyata anak cowok kita ini sangat pandai memasak. Luna sudah menceritakannya. Makanan semalam juga adalah masakan Chan."
Arya memaparkan tentang kebaikan Chan di meja makan ketika mereka sarapan pagi. Mendengar itu membuat Tiwi juga senang, dia merasa memiliki seorang anak laki-laki untuk menjaga anaknya.
"Mulai hari ini Chan memiliki tanggung jawab untuk menjaga Luna."
"Baik, Ma."
Setelah menyelesaikan sarapan mereka Luna dan Chan ke halte. Sebelum itu mereka jalan kaki sebentar. Luna tersenyum melihat Chan yang berjalan di sampingnya. Dia menyuruh Chan menggendong dia dari belakang, dia langsung menaiki tubuhnya dan mengapit paha Chan.
"Kakak bawa aku ke halte. Sekarang Kakak sudah menjadi Kakakku."
"Jangan manja. Tugasmu membawa tasku."
Luna turun dari gendongannya,dia membawa tas Chan yang berjalan di depannya. Dia mengikuti Chan, senyuman berbinar di mata dan wajahnya karena bisa merasakan memiliki seorang kakak. Mereka duduk di bangku yang sama, Luna memakai earphone yang dia ambil dari tas, dia memasangkan yang satunya kepada Chan dan yang satunya lagi untuknya.
"Ini adalah lagu kesukaanku."
Chan terdiam mendengarkan lagu itu, mendengranya membuat dia teringat sesuatu di masa lalu. Ingatanya terbawa ke beberapa tahun yang lalu saat di mana dia menemukan ponsel di meja dengan earphone yang tercolok. Mata dia gunakan untuk menjelajah mencari pemilik dari ponsel tersebut. Karena dia tidak menemukannya dia mencoba untuk mendengar musik dari earphone itu yang ternyata menyala. Lagu yang sama, dia memejamkan mata menikmatinya. Dia mendapati buku Romeo and Juliet, sejak saat itu dia menyukai kisah cinta dari tokoh yang cintanya berakhir tragis tersebut.
"Hey!"
Lamunan Chan dihancurkan oleh Luna, gadis itu menarik earphone karena mereka sudah sampai di halte sekolah. Lina menyuruh Chan keluar, dia bercanda dengan Chan sambil keluar dari bus tersebut.
"Jangan-jangan sedang memikirkan Kakak Ipar, ya...."
Luna mengajaknya bercanda, beberapa orang memperhatikannya dengan kebingungan membuat Lina diam menatap mereka dengan mata yang menjelajah.
"Maaf."
Lina keluar karena dia berpikir semua orang menatapnya karena lambat keluar dari bus dan menghadang mereka untuk turun. Luna memberikan tas Chan, lalu dia memasuki gerbang sekolah menghampiri Yona yang berjalan di depannya.
"Luna. Kamu berangkat menggunakan bus lagi?"
"Iya."
"Sama siapa?"
"Kak Chan. Dia masih di belakang."
Yona menoleh ke belakang, dia melihat Chan dan tersenyum. Yona tidak bisa mengecilkan matanya, bahkan dia hampir menabrak orang lain karena kepala masih menyerah ke belakang.
"Kamu melihat apa, sih."
Luna menoleh ke belakang, dia melihat Chan yang sedang membetulkan tali sepatunya.
"Kak Chan. Kamu suka ya sama dia?"
"Enggak. Iya, dia cakep. Bukan, dia itu unik."
Yona berbicara sambil berjalan mundur berlawanan arah dengan Luna. Ketika Luna ingin berbicara memberikan haba-haba lebih dulu Yona menabrak seseorang di belakangnya.
"Siapa?"
Yona bertanya tanpa suara. Luna meletakkan tangan ke dahinya dengan raut wajah yang berbeda. Dia membuang wajah menjauh dari orang yang ditabrak oleh Yona. Perlahan sahabat baru gadis itu menoleh ke belakang, dia menunjukkan wajah santai setelah menyadari bahwa yang dia tabrak adalah Dika.
"Maaf."
Yona menggenggam pergelangan tangan Luna, dia melewati tubuh Dika dengan sedikit anggukan dan senyuman ringan.
"Tunggu!"
Dika menyuruhnya memberhentikan langkah. Dia berjalan dan berhenti di hadapan mereka berdua.
"Semudah itu lo meminta maaf. Sekarang bawa tas gue ke kelas."
Dika melempar tasnya kepada Yona, dia berjalan dengan Yona yang terpaksa membawa tas tersebut. Luna tersenyum sendiri, dia merasa mereka berdua serasi.
"Hey! Kenapa kamu tidak mengungguku?"
Chan menghampiri Luna, sekejap gadis itu menatap Chan cukup lama dengan dagu mengerut. Luna mengambil tas Chan, dia menggenggam pergelangan tangan pemuda itu dan membawanya ke atas ke kelas 12 jelas unggul.
"Tempat duduk Kakak di mana?"
"Cukup sampai di sini. Terima kasih."
Chan mengambil tasnya dari tangan Chan, dia menyuruh gadis itu pergi dari depan kelasnya.
"Kakak masuk dulu sebelum aku pergi."
Chan masuk, dia melambaikan tangan kepada Luna dan duduk di bangku kosong yang ada paling sudut. Luna senang sudah mengetahui tempat duduk Chan, dia pergi dengan menatap pemuda itu dari jendela yang dia lewati.
"Dia. Gadis itu."
Lina keluar dari kelasnya, dia berseru membuat Luna memberhentikan langkahnya. Dia tersenyum menyadari suara Liam, Chan menyadari rasa senang Luna. Dibalik kaca dia menyadari wajah senyuman Luna.
Luna mengingat kata-kata Chan, dia membuang senyuman dan menoleh ke belakang menunjukkan wajah dingin.
"Apa?"
"Wow... ternyata lo bisa juga ngomong gitu sama gue. Oke. Sekarang kita ke kantin, ikuti gue. "
"Kenapa. Maaf, aku ada kelas jadi tidak bisa bolos hanya untuk ke kantin."
"Ikut gue."
Liam menggenggam pergelangan tangan Luna, senyuman di tunjukkan oleh Luna sambil melihat Chan dari balik jendela. Dia memberikan acungan jempol kepada Chan. Pemuda itu tersenyum, tetapi setelah Luna pergi dia menghapus senyumannya langsung.
"Kenapa perasaanku malah begini."
Chan mengarahkan pandangannya ke sudut kaca lain, dia melihat sinar matahari menembus kaca menyinari tasnya. Dia membuka tas dan melihat kalung milik Luna yang bersinar seakan menyatu dengan cahaya matahari.
Dia menyentuh cahaya itu, tangan dia angkat berada diantara cahaya tersebut. Tangannya mulai menghilang, dia menjauhkan tangannya dari cahaya tersebut. Namun, tubuhnya selama terhisap dan akhirnya tubuhnya menghilang ditelan oleh cahaya tersebut.
Tiba-tiba Chan sudah berada di rumah nya, dia melihat kesunyian tiada satu pun orang yang ada di rumah tersebut. Dia mencari setiap orang di rumah tersebut tetapi dia tidak menemukan siapapun.
"Tembak!"
DORR!
Terdengar suara ledakan, Chan keluar dari kamar Liam menurutmu tangga dan dia melihat kekosongan diluar. Pintu rumah tiba-tiba tertutup, dia mengetuk pintu rumah tersebut menyuruh pembantu rumah yang sudah dia kenal lama untuk membuka pintu tersebut.
Sebuah pistol menembus dadanya dan menembus pintu, dia menoleh ke belakang tetapi matanya tertutup dan tumbang.
Mata Chan terbuka, dia melihat kekosongan di kelas, dia sadar bahwa dirinya bermimpi. Dia berdiri di tepi jendela, dia melihat Luna sedang olah raga bersama teman sekelasnya yaitu permaian basket.
Liam masuk ke kelas, dia menoleh ke belakang. Pemuda yang harus masuk sendirian itu berjalan mendekati dirinya.
"Anak baru?"
Chan kebingungan, bibir tidak bisa berbicara. Dia mengangguk dan pergi meninggalkan ke masa menuju ke toilet. Kebingungan bertambah ketika dia melihat semua orang memandangnya, langkahnya semakin cepat menuju ke toilet.
"Kenapa dengan mereka semua."
Chan menatap dirinya di cermin, dia kaget dan meneguk ludah sendiri.