Chereads / Encouragement For Lunara / Chapter 18 - Surat Kontrak

Chapter 18 - Surat Kontrak

Apakah sedang ada pertarungan? Tidak. Saat ini Chan dan Luna sedang berdiri saling berhadapan di atas atap sekolah, jarak memisahkan mereka dengan angka 10, maksudnya sepuluh meter. Jarak satu sama lain mereka saat itu adalah sekitar sepuluh meter, saling memandang tajam satu sama lain. Kedua tangan Chan berada dalam saku celana, sedangkan Luna menyilang kedua tangannya di bawah dada. Mereka sama-sama berjalan saling mendekati satu sama lain.

"Kenap kakak menyuruhku ke sini. Terus, kontrak yang kakak maksud?

"Ini."

Chan mengambil sebuah kertas yang sudah digulung dan diselipkan oleh Chen di punggungnya.

"Jika kamu mau membantuku maka aku akan membantumu untuk mendapatkan Liam."

Luna mengambil kertas tersebut, matanya memantau Chan dengan mata yang menyepit. Dia tidak menatap kertas tersebut, hanya tangannya yang berain mengambilnya dengan pandangan samar dari sudut mata.

"Membawakan tas setiap hari, pulang pergi. Dan... mengajarkan Liam belajar bahasa juga menjadi asisten membantu Mamanya. Ini maksudnya apa."

"Iya. Aku akan membantu kamu tetapi kamu harus melakukan semua yang ada di sana. Pertama kamu harus membawa tasku pulang dan pergi, kedua kamu bantu Liam untuk belajar bahasa karena aku tahu kamu bisa beberapa bahasa terutama Jerman. Setelah lulus anak itu ingin kuliah ke Jerman, tetapi dia sulit untuk mempelajari bahasa."

"Menurutku bahsa Jerman tidaklah sulit. alahan dibandingkan dengan bahasa lain bahsa Jerman adalash bahasa yang mudah."

"Sayangnya dia bukan kamu. Ketiga, kamu menjadi asisten Mamanya selama enam bulan."

"Kenapa harus sampai ke Mamanya. Enam bulan, itu lama sekali. Satu bulan saja bagiku sudah lama. Tidak, jika enam bulan aku tidak bisa."

"Baiklah satu bulan saja. Bagaimana?"

"Aku heran. Apa yang ada di kontrak ini sepertinya tidak ada manfaatnya bagi kakak. Ini sama saja ada kentungannya untuk kak Liam. Ada hubungan apa kakak sama kak Liam."

Luna mendekatkan wajah kepada Chan, dia berutar mengelilingi tubuh pemuda itu pelan tapi pasti dengan Chan yang memainkan leher membantu kepalanya oleng kiri dan kanan saat Luna menyitarinya dengan aura introgasi seorang polisi. Luna memainkan kertas tersebut menepis telapak tangannya, kertas yang kembali digulung itu seakan menjadi sebauh tongkat pemukul telapak tangannya sampai Chan menajwab pertanyaannya.

"Sebenarnya... Liam itu adalah anak majikan Mamaku."

"Mama.Sejak kapan kakak memiliki seorang Mama, bukannya malam itu kakak mengatakan kalau kakak...."

"Iya. Itu Ibu panti asuhan dulu adalah Mamaku. Kita maksudnya kami yang tidak memiliki keluarga pasti menganggap mereka yang menjaga kami di Panti Asuhan sebagai orang tua."

"Lalu?"

"Lalu... aku... aku bersikap seperti ini karena aku sudah menganggap liang dan juga namanya beserta keluarganya seperti keluargaku sendiri. Jangan pernah katakan mengenai aku kepada mereka karena Liam tidak menyukaiku juga Mamanya, tetapi tolong jaga mereka terutama Mananya Liam karena saat ini dia sedang sakit."

Luna memberhentikan langkah kakinya, dia menoleh ke samping ke arah Chan berada dengan salah satu dahi yang dia naikkan. Dia terlihat menerawang kebenaran dari semua dikatakan oleh Chan.

"Oh... pantas saja waktu itu sekilas aku melihat Kakak mengikutinya. Lalu, keuntungannya bagiku apa?"

"Iya... mungkin saja kalian semakin dekat. Untuk itu kamu cari perhatian tetapi dengan cara yang unik. Liam itu sosok pria yang tidak mudah untuk diluluhkan seorang wanita. aku bisa membantumu karena aku sangat mengenalinya."

"Benarkah?"

"Iya. mereka sangat berjasa kepada semua anak Panti termasuk aku karena mereka sering berbagi dan membuat kami tidak kesulitan. Namun, jangan pernah sebut aku di hadapan mereka karena mereka tidak menyukaiku setelah aku berkelahi dengan Liam waktu itu."

"Berkelahi."

"Iya. Aku sangat menginginkan mainan yang saat itu dia mainkan di rumahnya ketika kami berkunjung saat ada acara. Demi mendapatkan mainan itu aku mencurinya dan mereka tidak menyukai sifat orang yang mencuri."

"Astaga... tidak tahu terima kasih. Di rumahku apa Kakak juga akan mencuri."

"Iya, mencuri ha... ha... hartamu .. Tidak, tidak mungkin aku akan melakukan itu karena kalian sudah baik kepadaku apalagi kedua orang tuamu."

"Kalau begitu bantu aku. Sebelumnya aku tidak pernah dekat dengan seorang cowok sejak sekolah bahkan sejak kecil. Sebelum masa SMA berakhir aku ingin merasakan bagaimana rasanya mendapatkan cinta pertama. Aku merasa bahwa aku sudah jatuh cinta kepada Kak Lima pada Pandangan Pertama tetapi itu tidak terkoneksi dengan baik karena dia tidak mungkin akan menyukaiku."

"Tarik perhatiannya. Eits... aku akan membantumu setelah kamu menandatangani kertas itu."

"Oke. Ini merupakan keuntungan juga bagiku. Jika membawa tas Kakak pulang dan pergi Kayaknya tidak masalah karena aku tidak jalan kaki."

Luna menarik pulpen yang saat itu berada di saku baju Chan, dia menandatangani kertas tersebut dengan menjadikan punggung Pemuda yang mengajaknya tanda tangan kontrak.

"Selesai."

"Setiap kontrak jika dilanggar maka ada konsekuensinya. Jika kamu melanggarnya maka kamu harus...."

"Harus apa?"

"Tidur di jembatan Forexcis sampai pagi. Aku rasa kamu sudah mengetahui batas-batas di sana."

"Itu hanya mitos. Okey!"

Luna memberikan kertas tersebut kepada Chan, dia meninggalkan Pemuda itu sendirian di atas dengan dia yang menuruni tangga menuju ke bawah. Ketika berada di lantai dua dia tidak sengaja menabrak Liam yang sedang memainkan ponsel di tengah tangga. Beberapa warga sekolah berbondong berjalan menuruni tangga saag itu membuat tubuh Luna terdorong maju, karena itulah Luna tak sengaja menjenggol tubuh Liam.

"Aiih... apa yang lo lakuin. Itu ponsel mahal."

Liam marah ketika ponsel yang berada di tangannya jatuh hingga membuat kondisi ponsel tersebut pecah berserakan di lantai.

"Aku tidak sengaja melakukannya. Tadi anak-anak me--"

"Jangan mencari alasan. pokoknya lo harus ganti kalau tidak gue bakal bawa masalah ini ke kantor."

"Please... tolong jangan, Kak."

Luna menjatuhkan kedua tangan memohon kepadanya dengan berlutut di hadapan beliau yang berada di dua tangga paling atas dari keberadaan Luna saat itu.

"Kasihan Papa dan Mama. Kalau mereka sampai terpanggil ke sekolah karena masalah ini bisa-bisa mereka kecewa."

"Oke. Kalau begitu...."

Liam melangkahkan kaki dua kali menurun di tangga hingga posisinya dan juga Luna sama. Dia mendekatkan wajahnya dengan kaki Luna yang melangkah mundur hingga tubuhnya menyentuh pagar tangga yang memiliki bidang miring.

"Apakah dia begitu aku untuk membiarkan dia menciumku."

Luna berbicara dalam hati dengan jantung dan berdetak sangat kencang. Kedua bola matanya terbelalak berdasar setiap sudut wajah Liam yang semakin condong ke arahnya. Semakin dekat, jantung ludah sebagai pendeta kencang tak terkontrol hingga dia sulit untuk bernafas.

CUPP!

Gadis polos itu mendaratkan bibir manis yang kecil miliknya ke bibir Liam. Dia mendorong tubuh pemuda itu lembut dan berlari menuruni tangga dengan sesekali menoleh ke atas.