Chereads / Pembalasan Arais Zuyo / Chapter 17 - Kamu Pembantuku

Chapter 17 - Kamu Pembantuku

Pranaya curiga dengan pengetahuan Arais tentang dirinya yang cukup luas. Bahkan, dia tak memberitahukan siapa pun di mana Iranela tinggal. Lalu dari mana dia tahu di mana Iranela tinggal? Tentang kecelakaan itu saja dia masih belum tahu siapa dalangnya, tetapi kenapa Arais tahu?

"Jangan-jangan kamu yang sudah berusaha mencelakai Papa waktu itu?" duga Pranaya.

"Heh, jangan sembarangan nuduh, ya, Anda. Apa Anda punya bukti kalau aku yang udah nglakuin itu? Enggak, kan? Aku bisa laporkan ini sebagai bentuk fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan. Dan Anda tahu apa yang akan Anda dapatkan? Penjara dan siksaan dari napi yang lain," hentak Arais tidak terima.

Kali ini dia memutari tubuh Pranaya, lalu memegang pundaknya. "Sayangnya, aku gak sejahat itu. Aku hanya ingin lihat Anda menderita di depan mataku. Agar Anda merasakan apa yang aku rasakan. Tapi ... pembalasan jauh lebih kejam dari apa yang pernah Anda lakukan padaku," tambah Arais lagi. "Sekarang buatkan kopi untukku. Cepat!"

Sakit rasanya diperlakukan seperti itu oleh anaknya sendiri. Bagaikan teriris pisau berkarat. Itu yang sedang Pranaya rasakan. Ingin menangis, tetapi dia tak ingin membuat anaknya merasa senang dengan kelemahan yang dia tunjukkan. Pranaya tunjukkan sikap tenang dan merasa bahagia melakukan semua itu agar Arais kesal. Pranaya pun menunjukkan senyum manisnya.

"Kopi? Jangankan empat kopi, satu lusin kopi pun bisa aku sajikan untuk kalian." Pranaya pergi dengan perasaan yang tidak karuan. Berpura-pura biasa dalam keadaan menderita bukanlah sikap mudah, tetapi Pranaya bisa melakukannya.

'Kurang ajar. Kenapa dia gak nglawan? Ah, brengsek. Awas Pranaya. Akan aku buat kamu lebih menderita lagi. Aku buat kamu menangis di depan mataku dan aku bikin kamu mengemis untuk menyudahi semua permainanku,' tekad Arais dalam hati.

Miraila memutar bola matanya malas. "Udah kalah masih ada ngebacot. Jangan biarin dia hidup enak di sini, Arais. Dia harus merasakan apa yang kamu rasakan. Harus lebih sakit dari apa yang dia lakukan pada kamu," provokator Miraila.

"Iya, tentu aja. Aku gak akan biarin dia tertawa puas. Aku akan bikin dia mencium kakiku dan meminta kematian untuk menyudahi penderitaan ini," gumam Arais menyeramkan.

Dendam di hatinya sudah menggunung. Hanya karena satu kesalahan, semua kebaikan hilang tak tersisa. Dony bergidig ngeri. Kecewa yang dia rasakan pada Arais. Tak menyangka seorang anak lelaki yang baik dan sopan kini telah berubah menjadi macan yang ganas.

'Ini pasti karena pengaruh Miraila. Gak pernah Arais berkata kasar pada orang yang lebih tua darinya. Tapi kenapa sekarang dia jadi jahat sama ayahnya sendiri? Gak. Aku gak akan biarin Arais salah jalan. Aku harus kembaliin Arais ke jalan yang benar.' Doni ingin hubungan Arais dan Pranaya kembali membaik seperti dulu karena dia yakin Pranaya orang baik. Tidak mungkin dia tega menyakiti anaknya sendiri.

'Arais sekarang sudah berubah. Sepertinya saya harus hati-hati sekarang. Jangan sampai nasib Pranaya menimpaku juga,' bisik Billy dalam hati.

'Waktunya menyaksikan drama balas dendam. Pranaya, rasakan semua buah yang sudah kamu tanam.' Miraila tersenyum puas.

***

Pranaya berada di pantry sendirian. Dia benar-benar membuat kopi untuk mereka berempat. Ada kopi bungkus, mudah untuknya membuat empat kopi untuk mereka semua.

"Jadi ingat waktu dulu. Arais, kamu sering sekali mengganggu Papa. Kalau Papa lagi buat kopi kamu pasti minta minum juga," seru Pranaya sambil tersenyum.

Empat gelas kopi sudah jadi. Pranaya mengaduknya dengan hati-hati. Membayangkan memori saat Arais kecil membuatnya merasa bahagia.

"Arais, Papa minta maaf karena belum bisa jadi Papa yang baik untuk kamu. Papa harap kamu jangan ngambek lama-lama, ya? Dulu, kalau kamu ngambek, Papa pasti beli balon tiup. Kalau sudah beli balon tiup, semarah apapun kamu pasti akan langsung memaafkan Papa. Apa kalau Papa beli balon tiup itu, kamu mau maafin Papa?" ingat Pranaya.

Sungguh indah masa lalu bersama Arais dan istrinya. Walaupun mereka hanya tinggal bertiga, hidup mereka tidak pernah kekurangan. Pranaya yang sibuk kerja selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan anak dan istrinya. Dan itulah yang membuat Arais tidak pernah merasa kesepian walaupun tidak punya saudara.

Tiba-tiba seorang OB masuk. Dia juga mau membuat kopi untuk karyawan lainnya. Betapa kagetnya dia saat melihat bos besar ada di pantry untuk membuat kopi.

"Pak Pranaya. Sedang apa Bapak di sini?" pekik OB itu kaget.

Pranaya menoleh dan tersenyum pada OB itu. Walaupun dia tak tahu siapa nama OB tersebut, dia tetap ramah dan tidak membeda-bedakan.

"Saya ingin menjamu tamu istimewa saya. Permisi," pamit Pranaya sambil membawa nampan berisi empat kopi.

OB itu memandang Pranaya dengan heran dan kasihan. "Ya Tuhan. roda cepat sekali berputar. Kemarin dia di atas, sekarang dia di bawah. Kasihan sekali Pak Pranaya. Padahal dia orang baik," ucap Ob tersebut miris.

Dengan perlahan, lelaki paruh abad itu berjalan menuju ruangan dirinya sendiri. Setelah sampai di depan pintu, Pranaya mengetuk pintu.

"Permisi. Kopi," seru Pranaya dengan riang. Tak membiarkan kesedihan mengganggu, Pranaya malah menikmati peran barunya itu. Dia terus tersenyum seakan dia sedang melakukan proyek baru yang hasilnya sangat menggiurkan.

Dony yang sedang duduk langsung berdiri dan ingin membuka pintu.

'Pak Pranaya udah sampe. Aku harus membantunya,' niat Dony dalam hati.

"Gak usah bangun. Biar dia masuk sendiri!," cegah Arais pada Dony yang sudah siap melangkah. "Masuk. Gak dikunci pintunya," jawabnya pada Pranaya.

"Tapi, Pak. Kasihan Pak Pranaya. Biar aku bantu," kilah Dony, nekad ingin membantu.

"Kamu membantu, kamu aku pecat. Duduk dan lakukan aja apa yang aku perintahkan!" ancam Arais. Dia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan membuat papanya kesusahan.

Pranaya masuk dengan kesusahan. Dia harus menempelkan nampan ke dadanya agar pintu itu bisa dia buka. Walaupun cukup kesulitan karena itu pengalaman pertama baginya, tetapi Pranaya sukses membuat kopi itu tidak tumpah sedikit pun.

Pranaya menebar senyum kebahagiaan. Billy dan Dony awalnya cemas, tetapi melihat Pranaya tersenyum bahagia, mereka lega. Walau gatal ingin membantu, mereka tidak bisa melakukan apa-apa.

'Aku janji akan buat Pak Arais kembali seperti dulu lagi, Pak. Pak Pranaya yang sabar, ya. Akan aku singkirkan wanita jahat ini dari Arais. Aku sangat yakin kalau penyebab Arais berubah adalah dia,' lirik Dony pada Miraila yang sedang duduk di samping Arais.

Dia sengaja duduk di sebelah kursi Arais. Seolah sedang bertanya tentang proyek, dia lebih terkesan menggoda. Dia menempelkan dadanya yang tertutup hanya separuh, pada tubuh Arais yang sedang membaca kontrak kerja. Dia juga mendekatkan bibirnya dengan wajah Arais agar Arais bisa terpesona. Sayangnya, Arais tidak melirik sedikit pun.

'Aku jijik lihat cewek yang berpakaian seksi seperti ini. Kalau saja aku tidak berhutang budi pada kamu, sudah aku usir kamu dari sini, Miraila. Aku muak terus didekati kamu,' sungut Arais dalam hati.

Dia sangat kesal dan ingin menjauh dari Miraila. Namun, Miraila terus saja bertanya macam-macam dan itu membuatnya tidak bisa menjauh.

'Aku ini cantik. Aku akan buat kamu klepek-klepek sama aku. Kita lihat saja seberapa lama kamu mampu bertahan dari godaan aku, Arais.' Miraila sangat gencar menggoda Arais agar dia bisa menikah dengan Arais.

Apakah Arais bisa Miraila taklukan? Ataukah dia akan kembali pada Iranela?