Arais menghela napas.
'Jangan sampai aku kena tulah karena sudah melupakan jasa Miraila. Aku harus melakukan sesuatu.' Arais berpikir dalam diam.
"Setelah meeting selesai, kita makan siang. Tempatnya kamu yang tentukan," ucap Arais tanpa menoleh pada siapa pun.
Miraila melirik Arais yang sedang melihat ponsel, dia mngerutkan kening. 'Dia ngomong sama siapa? Aku apa Dony?' tanya Miraila dalam hati.
"Kamu ngomong sama siapa, Arais? Aku apa Dony?" tanya Miraila ketus.
"Kamu. Masa Dony. Dia nanti gak akan ikut kita. Dia akan sibuk urus bisnis kita yang lain," jawab Arais dingin.
Miraila tersenyum bahagia. Akhirnya ... ada juga kesempatan untuk berduaan dengan Arais.
'Jangan sampai kesempatan ini aku sia-siain. Akan aku buat kamu jatuh cinta padaku, Arais,' niat Miraila dalam hati.
Iya, Miraila memang sangat berambisi untuk memiliki Arais setelah dirinya berubah menjadi kupu-kupu. Dari ulat bulu yang menjijikan kini menjadi kupu-kupu yang mematikan.
Ck. Dony mencebik kesal. Hanya saja mereka tidak ada yang menyadari kalau Dony kesal karena Arais memberi kesempatan pada Miraila untuk mendekatinya.
'Kenapa harus diberi kesempatan segala, sih? Padahal aku udah susah payah buat misahin mereka. Huh, dasar Arais. Mau aja dikibulin sama Mak Lampir ini,' cibir Dony. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia lihat saja apa yang akan dia lakukan nanti.
***
Arais dan Dony sudah selesai meeting. Miraila tak berhenti tersenyum. Bahkan, sejak tadi dia terus mepet Arais agar Arais tidak melupakan janjinya.
"Laper. Makan, yuk?' ajak Miraila dengan manja.
Dony merasa panas melihat tingkah Miraila yang menggoda itu. Ingin muntah rasanya.
"Iya. Mau makan di mana?" jawab Arais.
Dony kesal. Harusnya Arais melupakan acara makan siang itu. Bukannya menerima ajakan makan siang yang menyebalkan itu.
'Aku harus nglakuin sesuatu agar Miraila bisa jauh-jauh dari Arais,' kata Dony dalam hati.
Dony celingukan mencari ide. Dan tepat saat dia melihat pintu kafe, dia teringat dengan toko bangunan yang sedang ada promosi besar-besaran.
"Maaf, Pak. Sebentar lagi ada acara diskon dari toko bangunan besar yang jadi langganan kita. Katanya ada potongan sampai lima puluh persen, Pak. Apa Pak Arais gak tertarik untuk menghadirinya? Acaranya cuma hari ini, lho, Pak? Kalau kita bisa borong bahan bangunan di sana, kita bisa untung besar karena kita mendapatkan setengah harga," ucap Dony.
Tentang bisnis, Arais tak ingin melwatkan apapun. Dia pun langsung menyauti.
"Kapan dimulainya?" tanya Arais.
"Ngapain, sih, ngurus kerjaan mulu? Ngurus perut dulu aja. Kasihan perutnya, nanti sakit. Udah, kamu jangan bahas masalah bisnis kalau jam makan. Sana pergi urus diskon itu. Aku mau makan sama Arais dulu," usir Miraila tidak mau acaranya gagal lagi. Miraila menarik tangan Arais hingga dia pun mau tak mau mengikutinya.
Miraila tak ingin Dony menggagalkan acaranya lagi. Cukup satu kali dia gagal. Tidak untuk dua kali.
"Tapi, Pak. Ini kesempatan yang sangat jarang dan hanya bisa didapatkan jika pemilik perusahaan yang datang langsung," tambah Dony lagi, tidak mau kalah.
Miraila sangat kesal karena Dony kembali ingin menggagalkan rencananya.
"Ih, apaan, sih, kamu. Udah aku bilang jangan urus bisnis saat makan. Malah ngomongin itu lagi-itu lagi. Kamu urus aja sendiri. Bilang aja kalo kamu pemimpinnya. Gitu aja, kok, repot." Miraila marah.
Arais meras terganggu dengan mereka yang terus berantem. Dia pun akhirnya melerai pertengkaran mereka.
"Sudah! Jangan berantem. Kita makan di tempat promosi itu aja. Dony ... kita ke tempat promosi itu. Siapkan mobilnya," perintah Arais. Arais dan Dony pun segera ke tempat parkir. Meninggalkan Miraila sendirian di belakang.
Dony tersenyum bahagia, sedangkan Miraila marah bukan kepalang. Miraila menghentakkan kakinya dengan kasar. 'Rese banget, sih, Dony. Awas, ya, kamu Dony. Aku akan bikin kamu nyesel karena udah bikin aku gagal terus berduaan dengan Arais,' keluh Miraila lalu menyusul Arais dan Dony ke tempat parkir.
Miraila melihat Arais dan Dony sudah masuk mobil, Miraila pun ikut masuk ke mobil. Miraila masuk dan menutup pintu mobil dengan keras hingga menimbulkan bunyi yang keras.
Dony hanya tersenyum sekilas, 'Yes, rencanaku berhasil.'
***
Arais dan Miraila sudah sampai di tempat promosi bahan bangunan yang dikatakan oleh Dony. Sebenarnya Dony kesal karena dia tak berhasil memisahkan Miraila dan Arais. Namun, dia tetap senang kerena bisa menggagalkan Arais dan Miraila yang akan makan siang berdua.
"Apaan kayak gini. Isinya bahan bangunan semua. Masa iya aku mau cuci mata sama bahan bangunan?" gerutu Miraila sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Melihat keadaan toko yang penuh dengan bahan bangunan, dia semakin muak.
Dony dan Arais sedang menemui pemilik toko untuk menanyakan harga dan juga kerja sama mereka di masa mendatang.
Miraila memutar bola matanya dengan malas. Daripada dia bingung berkeliling, tetapi hanya melihat bahan bangunan, dia memilih duduk di depan yang penuh dengan makanan.
Miraila mengambil segelas minuman. Tiba-tiba, ada tangan yang menyenggol tangannya.
"Ini minumanku," kata Miraila berusaha mengambil gelas itu. Dengan cemberut, dia pun menolah untuk memarahi orang yang mau mangambil minumannya. Sudah kesal, semakin kesal saja dia dibuatnya.
"Maaf. Aku kira minuman ini belum ada yang punya." Pemuda yang tampan dengan kumis tipis menyapanya. Namanya Denish.
"Ini punyaku. Kamu ambil yang lain aja," gerutu Miraila lalu mengambil satu gelas lain dan diberikan pada Denish.
'Cantik banget cewek ini. Siapa namanya, ya? Kayaknya aku pertama kali lihat dia di acara seperti ini,' pikir Denish sambil memandangi Miraila yang sedang mencari tempat duduk.
Denish merasa tertarik dengan Miraila. Namun, Miraila tidak tertarik sama sekali dengan dia.
"Hai, aku Denish. Kamu siapa? Kayaknya baru pertama kali aku melihat kamu dalam acara bisnis seperti ini," tanya Denish sambil mengulurkan tangannya.
Miraila melihat tangan Denish dengan heran.
'Siapa lagi ini? Hah, paling dia tertarik sama aku terus mau ajakin aku nge-date. Malas banget.' Miraila tidak tertarik pada Denish.
"Aku pacarnya Arais. Kamu kenal siapa Arais? Dia pemilik Armail Estate. Jadi ... jangan macam-macam sama aku. Huh." Dengan sombongnya Miraila memamerkan Arais yang baru saja merangkak ke tempat yang lebih tinggi. Dia pun pergi meninggalkan Denish.
Denish merasa kesal. Baru pertama kalinya dia tidak dipedulikan oleh perempuan. Dia menarik tangannya dengan rasa kecewa.
'Arais. Kamu lagi-kamu lagi. Awas kamu Arais. Akan aku buat perusahaanmu hancur. Lihat aja nanti. Aku pasti bisa rebut dia dari kamu,' dendam Denish. Belum juga dendam Denish teratasi karena proyek itu, kini dendamnya semakin bertambah dengan adanya Miraila yang sudah berani menolaknya.
Walaupun sekarang perusahaan Arais berhasil memenangkan proyek-proyek besar, untuk pertama kalinya Denish memberikan proyek itu pada Arais, dia harus diomeli habis-habisan oleh ayahnya.
'Gara-gara kamu aku harus menerima hukuman dari ayahku untuk tinggal di rumah kecil. Awas kamu Arais. Aku akan buat kamu menderita dan miskin seumur hidupmu.'
Dendam Denish semakin membara jika teringat hukuman itu masih berlaku sampai sekarang. Dan itu membuat Denish nekad ingin mencelakai Arais.
Dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Beri Arais pelajaran. Dia sedang ada di Pameran Bahan Bangunan. Nanti aku kirim alamatnya."