Denish sangat kesal pada Arais. Dalam jangka kurang dari satu tahun dia berhasil membuat hidupnya menderita.
"Aku akan buat kamu ngrasain apa yang kau rasaian, Arais. Lihat aja." Denish sudah menyiapkan sebuah rencana jahat untuk menyakiti Arais. Kini dia hanya memantau dari jauh kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan idenya.
Arais dan Dony sedang asyik membicarakan bisnis yang semakin lama semakin berkembang. Dengan kesempatan ini, perusahaan Arais bisa menghemat setengah dana untuk pembangunan proyek mendatang dengan kualitas yang tidak kalah bagus dari yang lainnya.
"Terima kasih Anda sudah mengizinkan aku untuk memborong semua yang Anda punya," ucap Arais pada pemilik perusahaan yang sedang mengadakan acara promosi pembukaan cabang ke sepuluh.
"Sama-sama, Pak Arais. Anda adalah salah satu pelanggan tetap saya. Tidak akan saya kecewakan Anda," jawabnya lalu tertawa renyah.
Miraila sedang menikmati makanan di bagian luar sambil mencuci mata dengan bos-bos besar yang lalu lalang melihat barang-barang di sana.
'Acara apaan kayak gini? Bosan. Nyebelin. Mending aku ke kantor aja. Ngerjain Pranaya. Si Tua yang sok sabar itu. Pasti enak, tuh, kalau nyuruh-nyuruh bapak tua itu. Huh. Malah terdampar di sini,' gerutu Miraila sambil melihat malas ke sekitar.
Denish memanfaatkan kesempatan saat Miraila masih duduk sendirian. Denish mencoba mengambil hati Miraila dengan mendekatinya. Baru satu kali ditolak, siapa tahu kali ini dia diterima.
"Hai. Kayaknya lagi bete. Aku temenin, ya?" Denish berdiri sambil tersenyum sangat manis.
Miraila melirik dengan kesal. Sudah kesal, semakin kesal saja melihat dia di sini.
"Kamu lagi-kamu lagi. Nyebelin banget. Aku gak butuh kamu. Sana pergi. Makin bete kalo lihat muka mesum kamu," cibir Miraila ketus.
Denish marah saat mendengar Miraila mengatainya dengan kata seperti itu. Namun, dia terus berusaha untuk sabar.
"Siapa yang mesum, sih? Aku kan orang baik," kilah Denish.
"Kalau orang baik, gak akan dia nyamperin cewek yang udah nolak dia. Paham. Permisi! Aku mau ke toilet. Mau muntah lihat wajah kamu," sembur Miraila sekali lagi. Miraila berlalu pergi dan meninggalkan Denish.
Denish meletakkan minuman yang sedang dia bawa ke meja dengan sangat keras hingga isinya tumpah ke bawah.
"Brengsek! Awas kamu, aku akan buat kamu dan Arais menyesal karena udah hina aku seperti ini," luap Denish dengan bibir terkatup rapat.
Orang-orang yang ada di sana kaget mendengar hentakan itu, mereka pun menolah pada Denis.
"Apa lihat-lihat? Gak ada yang aneh di sini? Sana kalian pergi. Aaah," berang tanggapan Denish.
Satpam yang berjaga di kantor itu kemudian mendekat.
"Maaf, Pak. Sepertinya Anda sudah terlalu banyak minum. Lebih baik Anda pulang," usir satpam secara halus. Dua satpam itu menggandeng tangan Denish dengan kencang. Membawanya ke luar tempat pameran.
"Eh, apa-apaan ini? Aku bukan gelandangan, ngapain aku diusir? Kurang ajar, ya, kalian. Aku laporin kalian ke atasan kalian, nanti! Lepasin!' ancam Denish. Dia terus berontak dan tak ingin pergi dari sana.
"Maaf, Pak. Kami hanya menjalankan tugas. Siapa saja yang membuat onar di acara ini, akan kami paksa keluar. Silahkan Anda pergi dari sini." Satpam itu menghempaskan tubuh Denish dengan halus agar tak mengurangi rasa hormat.
"Awas kalian. Akan aku ingat wajah kalian. Sebentar lagi kalian gak akan bisa kerja di sini lagi. Aku kenal baik dengan pemilik perusahaan ini dan akan aku pastikan kalau kalian berdua akan dipecat. Camkan itu baik-baik," ancam Denish dengan sangat marah.
Mau tak mau, dia pun pergi dari ruangan itu. Memasuki mobilnya, dia menelpon seseorang.
"Siap semua? Sebentar lagi Arais pasti akan lewat jalan itu karena hanya ada jalan itu menuju perusahaannya."
Rencananya sudah matang. Kini dia hanya menunggu mangsanya datang.
***
Arais, Miraila dan Dony mau kembali ke kantor. Di perjalanan ada segerombolan motor yang memepet mereka.
Dia mengetuk kaca mobil sambil mengacungkan senjata api.
"Berhenti! Hentikan mobilnya!" suruh perampok itu dengan geram.
Keringat dingin membasahi Dony. Tidak pernah dia mengalami hal seperti ini. Tangannya bergetar dan dia tak tahu harus berbuat apa.
"Pak, bagaimana ini? Ada begal," tanya Dony dengan suara bergetar. Wajahnya pucat.
"Tancap gas dan jangan biarkan dia ada di depan mobil kita." Arais tak ingin dia berurusan dengan begal itu.
Dony pun segera tancap gas dan tidak memperdulikan begal-begal itu. Tak peduli dia terus mengetuk kaca mobil, dia terus berusaha agar meraka tidak bisa menyalip mobilnya.
Layaknya sedang balap mobil, Dony melihat ke spion setiap kali ada yang mau menyalip mobilnya. Tanpa mengurangi kecepatan, dia terus berjalan agar bisa menang.
"Ayo Dony, yang cepet. Jangan biarin mereka ngejar kita. Gas terus." Miraila menyemangati. Dia pernah dikejar-kejar warga kampung dulu. Sehingga dia tak takut berurusan dengan begal.
Miraila sangat menikmati dan sering menoleh ke belakang untuk memastikan begal-begal itu kalah.
"Tancap lagi gasnya. Ayo kanan. Jangan sampai mereka berhasil menyalip, bisa bahaya kita," ucap Miraila lagi penuh semangat.
Dony pun terus melakukan apa yang dikatakan Miraila. Untuk kali ini, mereka baru kompak. Mobil dan motor itu saling mengejar dengan kecepatan penuh. Dony berusaha sekuat tenaga agar tidak ada yang bisa menyusulnya.
"Yah, ada yang mepet lagi. Jangan sampai dia ke depan mobil kita. Bisa mati kita, Dony. Ayo tancap gasnya," ucap Miraila lagi. Dia ketakutan waktu melihat ada satu motor yang bisa menyusul mobilnya.
Dony sudah berusaha sekuat tenaga menutupi motor itu dari mobilnya, ternyata gagal. Satu motor itu berhasil mengejarnya dan berhenti tiba-tiba di depan mobil. Dony pun tak ingin mengambil resiko, terpaksa dia berhenti.
Begal itu turun dari motor dan mengacungkan pistol. Mereka tak punya pilihan lain selain berhenti dan turun.
Pengendara motor lain langsung mengepung dan memeriksa mobil mereka. Arais, Dony dan Miraila ketakutan, karena salah satu begal mengacungkan pistol pada mereka.
"Ada laptop, file dokumen," kata salah satu begal yang mengecek mobil Arais. Belum puas dengan dua barang berharga itu, mereka pun meminta Arais, Dony dan Miraila memberinya dompet, HP dan semua yang mereka punya.
Dalam laptop dan HP itu terdapat dokumen pentin. Arais pun protes pada begal itu.
"Kembalikan laptop sama file itu. HP juga. Ambil semua uangku, tapi jangan ambil barang-barang itu," pinta Arais dengan dingin.
"Laptop, file dokument sama HP? Boleh aja. Ambil sendiri kalau bisa. Ini," ledek begal itu dengan menaikkan dokumen yang ada padanya.
"Kembalikan! Jangan kamu apa-apakan itu," pinta Arais dengan geram. Dia berusaha berontak agar bisa mengambil benda-benda berharganya.