Chereads / Zona Anti Mantan / Chapter 12 - segerombol penggemar

Chapter 12 - segerombol penggemar

"Aku duluan, ya!" Bela berseru dan meninggalkan kantin yang masih sangat ramai, dipenuhi oleh para siswa yang sedang mengisi perut mereka yang keroncongan.

Bela dengan cepat menyelesaikan makan siangnya itu agar bisa segera menemui Riki. Teman sebangkunya itu sudah menunggu sejak tadi di perpustakaan. Lebih baik dia segera ke sana sekarang juga. Rasanya tidak enak membuat orang lain menunggu dirinya.

"Kenapa terburu-buru?" Bintang bertanya. Sedikit berteriak supaya suaranya tidak kalah dengan kebisingan kantin itu.

"Aku ada urusan. Sampai jumpa!"

Bela pun langsung membawa langkahnya dengan cepat menuju kelas. Dia perlu mengambil alat tulis dan juga buku catatan. Tidak mungkin kan dia mengerjakan tugas tanpa alat tulis.

Begitu sampai di kelas, dia menemukan hal yang familiar; kelas begitu ramai.

Kebanyakan yang ada di sana adalah para gadis dari kelas lain. Bela yakin gadis-gadis di kelasnya masih ada di kantin mengisi perut mereka.

Sementara yang ada di ruangan kelas itu kebanyakan wajahnya asing. Bela tidak mengenali mereka sehingga dia berkesimpulan Kalau mereka berasal dari kakak kelas ataupun adik kelas.

Sama seperti sebelumnya mereka mengerubungi tempat duduk Andi. Hanya saja Bela mendesak untuk sampai ke mejanya sendiri, dia bisa melihat tidak ada Andi di tempat.

Padahal semua yang hadir di kelas itu sudah jelas datang untuk menemui ataupun hanya sekadar melihat Andi. Tetapi sosok itu tidak ada. Bela mengernyit heran.

Lalu apa yang sedang dikerubungi oleh anak-anak itu?

Jika tujuan mereka adalah melihat Andi, mereka segera bubar saja karena sudah jelas yang mereka cari tidak ada di sana. Tetapi kemudian Bela sadar apa yang sedang para gadis itu lakukan.

Mereka bergantian satu persatu meninggalkan sesuatu di meja Andi. Hadiah, surat, bunga. Berbagai macam hal menumpuk di meja laki-laki itu. Bela yang melihat kejadian itu pun hanya bisa geleng-geleng kepala.

Dia segera meninggalkan kelas setelah mengambil alat tulis. Daripada terjebak di ruang kelas yang sesak, dia berjalan terkesan menuju perpustakaan.

Namun saat berjalan di koridor yang lumayan sepi, tiba-tiba tangannya ditarik. Dia dibawa ke balik pilar yang cukup besar untuk menutupi satu orang.

Bela hampir berteriak karena terkejut. Tapi dia dibekap.

"Ini aku, diam lah."

Bela berkedip. Kemudian merasa tenang setelah mengenali orang yang membekapnya itu.

Dia Andi.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya gadis itu begitu mulutnya dibebaskan dari bekapan tangan Andi.

"Aku sedang sembunyi."

Andi melongok ke balik pilar, seperti sedang melihat-lihat situasi dan memastikan apakah aman atau tidak. Bela yang melihat itu merasa heran. Apa mungkin ada bahaya di sekolah mereka?

Selama dia bersekolah di sini dia tidak pernah merasa terancam akan sesuatu yang sampai membuatnya harus sembunyi seperti sekarang ini. Dia penasaran apa yang membuat Andi begitu?

"Apa ada yang memburumu?" Bela bertanya asal. Ini bukan medan pertempuran di mana akan ada aksi saling berburu. Tetapi karena Andi berlagak seakan-akan dia perlu menyembunyikan diri, Bela pun mulai berpikiran penuh imajinasi.

"Bukan begitu. Aku hanya menghindar dari anak-anak saja," ujar Andi membenarkan, "Tadi yang berniat datang ke kelas kita. Jadi aku sengaja bersembunyi supaya mereka tidak menemukanku."

"Kenapa kau menghindari mereka? Bukannya mereka penggemarmu?" tanya Bela tidak paham.

Sekalipun anak-anak di sekolah mereka tampak sedikit menyeramkan karena datang dengan gerombolan yang begitu besar untuk menemui Andi, tetap saja mereka adalah penggemar laki-laki itu. Yang mana seharusnya mereka diperlakukan dengan baik.

Tidak perlu setiap hari menemui mereka. Cukup sesekali saja agar tidak membuat mereka kecewa. Jika Andi terus bersembunyi seperti ini, maka para penggemarnya juga pasti akan merasa lelah dan berhenti menggemarinya.

"Kemarin aku sudah menemui mereka. Aku tidak pikir akan kuat kalau harus menemui mereka setiap hari. Mereka terlalu banyak," keluh Andi dengan suara lirih, hati-hati takut ada yang mendengar.

Bela berdecak. "Kau benar. Pasti melelahkan jika harus menemui mereka terus-menerus."

Bela mencoba membayangkan berada di posisi laki-laki itu. Dia sendiri mungkin tidak akan tahan hanya dengan menemui mereka sekali. Terlalu ramai dan berisik. Belum lagi beberapa gadis yang meminta foto dengan pose yang menyebalkan dan terlalu memaksa.

Bela mungkin sudah kehabisan kesabaran pada detik itu juga. Dia kagum dengan Andi yang masih bisa tersenyum meski para penggemarnya terus memaksa dia berpose sesuai keinginan mereka agar terlihat bagus hasilnya.

"Makanya itu aku bersembunyi," ujar Andi dengan nelangsa.

Wajahnya terlihat lelah. Matanya juga menyorot turun dengan tanpa binar di sana. Dia benar-benar lelah rupanya.

"Ya sudah, selamat bersembunyi. Aku harus pergi."

Bela menepuk bahu Andi sekali, lalu melewati bocah lelaki itu. Meninggalkan dia begitu saja.

"Kau mau ke mana?" Andi menghentikan Bela. Tidak rela ditinggal sendirian dalam persembunyiannya.

"Aku ada urusan." Bela harus pergi ke perpustakaan mengerjakan tugas yang sudah berhari-hari terbengkalai karena pertengkaran antara dirinya dan juga Riki. Sudah saatnya dia serius mengurusi tugasnya itu.

Tapi Andi menghentikannya. "Jangan tinggalkan aku."

"Jangan berlebihan, deh. Mereka juga manusia sama sepertimu. Kau tidak perlu takut. Oke?" Bela mencoba menyemangati tetangganya itu karena dia tidak bisa berada di sana untuk menemaninya.

Meskipun enggan Andi pun mengangguk. "Baiklah. Kau bisa pergi."

Bocah lelaki itu mencoba untuk berani menghadapi penggemarnya sendiri. Atau lebih tepatnya berani untuk bersembunyi dari penggemarnya. Dia membiarkan gadis itu pergi.

Namun baru beberapa langkah menjauh, Bela mendelik melihat gerombolan garis-gadis yang sepertinya akan datang ke kelas mencari Andi.

Bela langsung melesat ke balik pilar. Dia berdiri sedikit ke samping dan memunggungi Andi.

"Apa yang kau lakukan?" Andi mempertahankan Bela yang tiba-tiba kembali ke situ dan berdiri menghadap ke arah lain, membiarkan punggungnya menghadap Andi.

"Bersembunyi lah di belakangku," suruh Bela dengan galak. Dia bahkan tidak melirik Andi saat mengatakannya.

Andi pun mengernyit bingung. "Ada apa memang?"

"Penggemarmu datang lagi!" Bela memberitahu dengan panik.

Mereka berdua merasa sangat gugup saat gerombolan itu lewat.

Bela ingat betul bahwa di kelas tadi sudah sangat ramai. Ada banyak sekali gadis yang meninggalkan hadiah di meja Andi. Dia tidak mengira akan ada gerombolan garis lain yang mendatangi kelasnya.

Dia benar-benar baru menyadari popularitas tetangganya itu tidaklah main-main. Sungguh sangat luar biasa sampai semua orang di sekolah tidak ada yang mau ketinggalan menemuinya.

Mereka berdua terjebak di sana sampai waktu yang cukup lama karena penggemar Andi terus saja berdatangan. Ada yang pergi, ada juga yang datang.

Bela sibuk menutupi keberadaan Andi di balik pilar. Sampai-sampai lupa kalau ada orang yang menunggunya di perpustakaan.