Tara menjilati bibirnya. "Rosa saya takut seandainya saya membuat perempuan lain mengandung saya takut dia akan berakhir sebagai Dita. Genggaman terakhir Dita bahkan masih saya ingat sampai sekarang." Dita dengan nafas terakhirnya yang berhembus dalam genggaman Tara. Bagaimana bisa dia melupakan itu semua dengan mudah?
Air mata Rosa turut jatuh tanpa terasa. Dia tidak pernah tahu kalau hidup Tara sepahit itu. Dia bisa merasakan jadi Tara. Kehilangan orang yang dicintainya, meski Tuhan menggantinya dengan anugerah terindah yang tidak bisa Tara bagi.
Perempuan itu reflek memeluk Tara. "setiap wanita sudah dikodratkan untuk melahirkan. Mereka rela mempertaruhkan nyawanya untuk itu. Tapi semuanya bukan salah Mas. Semuanya sudah keputusan takdir. Seandainya mendiang masih hidup dia pasti mengatakan hal yang sama."
"Saya tidak berani mengatakan hal ini pada Kania. Saya takut dia menyesali kehadirannya seumur hidupnya."