"Mari makan semuanya! Biarkan mereka yang tidak ingin sarapan!" ucap Victoria.
Erland, Arisha dan Sisilia mengangguk.
Victoria mulai mengambil sendok yang terletak di samping mangkuk sup miliknya. Dari aromanya sup buatan Arisha sudah menggugah selera. Begitupun tampilannya masih fresh. Sayurannya tidak kematangan, potongan ayam kampungnya kecil-kecil sesuai yang Victoria mau dan warna kuah supnya bening ke kuningan. Victoria tersenyum tipis padahal belum mencicipi sup itu.
"Siapa yang memasak sup ini?" tanya Victoria. Dia tahu sup buatan Sisilia tidak seperti sup yang ada di depannya. Dari aromanya saja sudah berbeda.
"Elina yang memasaknya Bu," jawab Sisilia.
"Benar Nek, aku yang masak," tambah Arisha. Meski bukan pembicaraan formal tetap saja setiap bicara dengan Victoria seakan bawahan pada bosnya.
"Kau bisa masak?" tanya Victoria. Di rumah Keluarga Dewangkara hanya Sisilia yang pandai memasak. Sedangkan Renata hanya pintar berfoya-foya, menghabiskan uang untuk shopping.
"Bisa Nek," jawab Arisha. Masak bukanlah sesuatu yang sulit untuknya. Bahkan jadi rutinitas setiap hari saat masih tinggal di kontrakan bersama Safira.
"Bagus, menantu memang harus seperti itu. Bisa memasak dan memanjakan perut suami. Jangan hanya bisa dandan cantik di depan cermin!" ujar Victoria. Kata-katanya seperti sebuah sindirian untuk Renata yang hanya bisa berdandan dan berfoya-foya.
"Pujilah terus Elina! Setelah itu kau akan murka padanya," batin Renata. Tak peduli mendengar pujian Victoria yang memanas di telinganya.
Arisha hanya mengangguk dan tersenyum.
"Iya dong Nek, istriku memang jago masak. Makanya aku makin cinta, iyakan sayang?" sahut Erland sambil merangkul Arisha yang duduk tepat di sampingnya. Dia menoleh ke arah Arisha sambil tersenyum manis. Seolah mereka benar-benar pasangan mesra dan romantis.
"Iya sayang," jawab Arisha membalas senyuman. Meski tubuhnya gatal dirangkul Erland yang memanfaatkan situasi.
"Erland, besok-besok temani Elina masak di dapur! Biar hubungan kalian tambah romantis," kata Victoria. Jika mereka sering bersama cinta akan tumbuh dan semakin kuat. Victoria juga akan segera memiliki cucu.
"Iya Nek, pasti dong aku akan menemani istri tercintaku memasak. Iyakan sayang?" Erland kembali tersenyum manis pada wanita bercadar itu sambil mengedipkan matanya.
Arisha mengangguk dan tersenyum dibalik cadarnya.
"Bisakah kau turunkan tanganmu, drama ini sudah lebih dari satu menit? Mau sampai kapan tanganmu mesum di bahuku?" bisik Arisha sambil menatap Erland yang sengaja melakukan itu padanya.
"Aku membantumu, seharusnya kau senang," balas Erland sambil menurunkan tangannya.
Arisha hanya tersenyum dibalik cadarnya. Lagi pula bantuan dari Erland mana ada yang gratis. Otak mesumnya selalu minta jatah ini itu.
"Nek ayo makan supnya nanti keburu dingin loh!" ucap Renata yang sudah tak sabar ingin Victoria memakan sup penuh garam itu.
"Kenapa kau yang semangat? Kau mau juga supnya?" tanya Victoria.
"E-enggaklah Nek, aku kurang suka sup terlalu banyak sayurnya," sahut Renata. Mana mungkin dia mau sup asin itu. Bisa menangis sepanjang memakannya jika dia mengatakan iya.
"Sayur bagus untuk kesehatan Renata, Ibu lihat kau tak pernah makan sayur. Makanya sering sembelit," celetuk Sisilia berkomentar dadakan. Dia tahu betul menantu pertamanya itu hampir tak pernah makan sayur dan sering mengeluh sembelit.
"Kalau begitu nenek hadiahkan sup ini khusus untukmu, anggap ini kasih sayang nenek padamu," ujar Victoria sambil menunjuk sup di depannya.
"Eee ... itukan sup untuk nenek dari Elina. Masa diberikan padaku," sahut Renata. Matilah dia harus memakan sup asin jebakannya sendiri.
"Gak papa kak, nanti nenek ku ambilkan lagi di dapur," kata Arisha. Masih ada sisa sup di dapur. Untung dia membuat lebih dari satu porsi untuk Victoria.
"Elina benar, ini untukmu saja. Biar Elina mengambilkan sup lagi untukku," sahut Victoria.
"Astaga kenapa jadi boomerang seperti ini. Kalau nenek yang menyuruh mana bisa dibantah dan pasti aku harus menghabiskan sup itu," batin Renata sambil menelan ludahnya beberapa kali. Niat hati mengerjai Arisha justru dia terjebak dalam perangkapnya sendiri.
"Eee ... aku-aku ..." Renata bingung bagaimana menolaknya.
"Sisilia berikan sup ini pada Renata!" titah Victoria.
"Iya Bu," jawab Sisilia. Bergegas bangun dari kursi. Mengambil sup di depan Victoria dan memberikannya pada Renata.
"Makasih Bu," kata Renata meski hatinya menjerit melihat sup asin itu ada di depannya.
"Iya, habiskan! Biar kau gak sembelit lagi," sahut Sisilia.
Renata mengangguk dan tersenyum tipis. Padahal dia sedang memikirkan bagaimana caranya menghabiskan sup asin itu.
Sisilia kembali duduk dan mengambil nasi dan lauk pauk untuk Victoria begitupun Arisha yang melayani Erland sebagai suaminya. Dia juga tak lupa mengambil sup untuk Victoria.
"Sebelum makan jangan lupa berdoa!" titah Victoria. Berdoa sebelum makan itu penting agar makanan yang kita makan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari karena Allah melindungi kita dari marabahaya.
Mereka mengangguk lalu mulai berdoa masing-masing.
"Mari makan!" Victoria mulai mengambil sendok dan mencicipi sup buatan Arisha. Ini pertama kalinya memakan sup buatan menantunya. Ada kebanggaan sendiri saat menikmati sup itu. Ditambah rasa sup yang enak membuat Victoria kembali menyendok dan menikmati setiap suapannya. Rasa gurih dan hangat memanjakan lidahnya. Memberi semangat baru di pagi hari.
"Enak, kau memang pandai memasak Elina," puji Victoria.
"Makasih Nek atas pujiannya," sahut Arisha. Senangnya bisa dipuji seorang Victoria. Hampir saja Arisha tidak pede dengan masakannya. Dia tahu Victoria terkenal keras dan jujur dengan apa yang dia tidak suka jika tidak sesuai ekspektasinya.
"Kenapa sayang tidak membuatkanku sup juga?" tanya Erland.
"Sayang mau? Masih ada di dapur," jawab Arisha.
"Boleh, ditambah bubuk cinta ya?" sahut Erland. Bola mata Arisha langsung ke atas mendengar rayuan gombal Erland yang tak ada habisnya melakukan serangan.
Arisha bangun mengambilkan sup untuk Erland dan memberikan padanya. Dia duduk kembali di samping Erland dan menikmati makanannya.
"Iya Nek, supnya enak. Istriku memang the best," puji Erland.
"Baru punya istri bisa masak aja bangga. Lagian cuma sup, Renata juga bisa," sahut Bara yang kepanasan karena Victoria dan Erland memuji-muji Arisha.
"Kalau begitu besok Renata yang masak untuk sarapan, kita semua ingin merasakan masakan buatannya," kata Victoria. Selama tinggal di rumah Keluarga Dewangkara tak sekalipun Renata pernah masak.
"A-apa?" Renata terperanjat. Mana bisa dia masak. Pergi ke dapur saja jarang. Mana ngerti bumbu dan bahan masakan. Apa yang dikatakan Bara jadi bumerang untuknya.
"Kau masak sayang, tunjukkan pada mereka semua kalau masakanmu lebih enak dari Elina," sahut Bara sambil memegang lengan istrinya.
"What? Memasak?" Renata tak bisa berkutik. Bara memberi tugas yang sulit untuknya. Sampai Renata lemas tak berdaya.
"Iya, semangat sayang!" sahut Bara.
Renata menelan ludahnya. Masalah sup asin belum teratasi ditambah harus masak di esok hari. Kenapa bola panas justru menggelinding padanya. Bukan pada wanita bercadar itu.
"Sudah-sudah, lanjutkan makannya! Dan kau Renata segera habiskan supmu. Jangan berani meninggalkan meja makan sebelum sup itu habis tak bersisa!" ujar Victoria.
Renata mengangguk. Mau tak mau harus memakan sup asin itu. Dia memakannya sambil meringis. Rasa asin yang kental justru membuat sup itu terasa getir dan pahit.
"Kau kenapa Renata? Apa supnya kurang biar ibu tambah lagi?" tanya Sisilia.
"Tidak Bu, supnya enak. Hanya saja aku kurang suka sayur," jawab Renata.
"Sayur penting untuk kesehatanmu. Habiskan!" sahut Sisilia. Dia tidak tahu sup itu sangat asin. Renata saja mati-matian memakannya.
Renata hanya bisa mengangguk dan terpaksa memakannya, sedangkan Arisha dan yang lainnya makan dengan nikmat. Berbeda dengan dirinya yang tersiksa memakan sup asin itu.
Setelah makan mereka duduk sebentar untuk bersantai. Renata terlihat tepar di atas meja. Hampir pingsan harus menghabiskan sup asin itu.
"Kau kenapa Renata?" tanya Victoria.
"Aku mual dan eneg Nek," jawab Renata.
"Ya sudah kembalilah ke kamarmu dan beristirahat! Mungkin kau belum terbiasa makan sayur," ujar Victoria.
"Iya Nek," jawab Renata dengan suara pelan. Perutnya sangat mual. Rasa asin itu masih terasa di lidahnya. Membuat Renata ingin muntah.
"Bara antar istrimu ke atas!" titah Victoria.
"Iya Nek," jawab Bara. Dia bergegas meninggalkan ruang makan bersama Renata.
"Erland, nenek punya rencana untuk bulan madu kalian," ucap Victoria.
"Bulan madu?" Erland dan Arisha terkejut. Mereka tak kepikiran sejauh itu. Apalagi Arisha langsung merinding mendengar kata bulan madu. Masalahnya dia harus berduaan dengan lelaki mesum yang bukan tipenya.
"Iya, bulan madu sangat penting untuk pasangan pengantin baru seperti kalian. Selain tambah romantis dan mesra. Nenek juga akan cepat mendapatkan cucu," jawab Victoria.
"Romantis? Mesra? Aku dan dinosaurus itu?" batin Arisha. Terbayang suasanya romantis dan penuh kemesuman antara dia dan Erland. Di tempat yang sunyi dan sepi. Mojok berduaan sambil berpelukan menikmati indahnya malam.
"Sayang, malam ini indah ya?" tanya Erland.
"Iya sayang," jawab Arisha.
"Gimana kalau kita belah durennya di sini aja biar bulan dan bintang jadi saksi," kata Erland menatap wajah cantik Arisha dengan penuh nafsu.
"Boleh sayang, malam ini aku milikmu," jawab Arisha yang sudah hanyut dalam rayuan gombal Erland.
"Tidak!" Arisha terbangun dari lamunannya. Mana mungkin harus seperti itu dengan Erland.
"Hei sayang, kau menginjak kakiku saat melamun," keluh Erland yang sendari tadi kakinya terinjak Arisha.
"Sorry, aku tidak sengaja sayang," jawab Arisha. Dia memindahkan kakinya dari kaki Erland.
"Apa kau tidak mau Elina?" tanya Victoria.
"Mau, iyakan sayang?" sahut Erland sambil menatap Arisha dan mengedipkan mata sebagai kode agar Arisha bilang iya.
"Eee ... iya," jawab Arisha terpaksa. Dia juga belum sempat berpikir untuk menolak.
"Sebenarnya ini rencana nenek dan kakek Abraham. Kami tahu kalian menikah dadakan jadi butuh kemistri agar lebih harmonis dan kompak," kata Victoria.
"Iya Nek," jawab Erland dan Arisha bersamaan.
"Ide bagus Bu. Pasangan pengantin baru memang wajib bulan madu biar cepet dapat momongan," tambah Sisilia yang setuju dengan rencana Victoria dan Abraham.
"Akhir pekan ini kalian bulan madu, soal tempat nenek sudah siapkan. Tinggal kalian bersiap untuk berangkat, oke?" kata Victoria.
"Oke Nek," jawab Erland dan Arisha bersamaan.
"Bagaimana ini? Bulan madu dengan Erland. Bagaimana kalau dinosaurus itu mesum?" batin Arisha. Tinggal bersama keluarganya saja Erland sangat mesum apalagi cuma berduaan. Arisha merasa tak nyaman. Dia harus bisa mengamankan dirinya dari pesona sang casanova yang siap memangsa.