Acara berlangsung begitu meriah. Pada akhirnya Tan dan Amy selesai melakukan acara pertunangan atau lamaran yang disebutkan. Hal ini justru bagai mimpi bagi Amy. Sorak ramai begitu seru terdengar dari para audien yang hadir.
"Bagaimana ini?" gumam Amy seraya menatap nanar ke arah orang-orang yang berdiri di depan sana.
"Oi, kau harus terus melanjutkan ini, bertahanlah sebentar lagi!" ucap Tan mencoba menyadarkan stafnya itu.
Tan juga merasakan hal yang sama, dia pun merasa hal ini bagai mimpi. Entah mimpi indah atau mimpi buruk, Tan tidak bisa memutuskan. Hanya saja, untuk saat ini dia bisa selamat dari amukan Wang dan para kolega, berkat Amy. Meski dalam hatinya masih mengharapkan Sara yang berada di sana bersamanya.
Kaki Amy semakin terasa sakit, tetapi dia tetap berusaha berdiri di samping Tan dan tak mengacuhkan keadaannya sendiri. Berkali-kali gadis itu meringis kesakitan, bahkan keringat dingin mulai timbul di pelipis dan dahinya.
Tan merasakan ada gerak-gerik aneh dari gadis di sampingnya. Amy mulai sesekali terhuyung, nyaris kehilangan keseimbangan. Sontak membuat Tan menoleh ke arahnya.
"Ada apa denganmu, Gacul?" selidik Tan keheranan.
"Gacul? Apa itu gacul?" cecar Amy keheranan.
Alih-alih mengungkapkan apa yang terjadi, Amy justru lebih penasaran dengan sebutan gacul yang dilontarkan Tan padanya.
"Gadis culun," sahut Tan tanpa beban seraya memalingkan wajah kembali.
Sejurus kemudian Tan tutun dari altar tanpa menghiraukan Amy. Dia melangkah penuh kharisma seraya tertawa seperti biasanya. Tan tidak menyadari jika Amy tertinggal dan masih terpaku di atas sana.
Amy merasakan kepalanya begitu berat, isi perutnya lagi-lagi bergejolak. Dia ingin berlari ke toilet, tetapi kakinya tak sanggup untuk itu. Dia benar-benar tak tahu harus bagaimana.
"Maaf, Tuan ...," lirih Amy.
Suaranya yang tertutup oleh suara tepuk tangan itu tak terdengar oleh Tan. Sementara pria yang menjadi tunangan sekaligus bosnya itu perlahan semakin menjauh.
"Kim Tan!" Sekali lagi Amy mencoba memanggil pria berbadan tegap itu.
Tan menoleh, sebab bulu kuduknya tiba-tiba meremang saat Amy menyebut namanya. Seketika netranya menangkap wajah Amy yang pucat. Dia berjalan ke arahnya tertatih dan begitu kesulitan. Tubuhnya kaku seperti mayat hidup, membuat Tan tercengang untuk sesaat.
Sejurus kemudian, Tan berteriak, "Hantuuu! Zombie!"
"Yang benar saja, kenapa dia menyebutku hantu, setelah menyebutku gacul sebelumnya, aku ini siapa, hantu? Atau gacul?" gumam Amy masih dengan tingkah polosnya.
Sejurus kemudian, tubuh Amy benar-benar kehilangan keseimbangan. Gadis bergaun hitam selutut itu pun ambruk di atas papan kayu yang dibaluti karpet merah itu.
"Amy!" teriak Tan, diiringi dengan teriakan orang-orang yang berada di sana.
Gegas dia membuka jas yang dikenakan, seraya berlari menghampiri Amy yang sudah ambruk di altar. Sesampainya di samping Amy, Tan menutupi bagian bawah tubuh Amy. Pria itu khawatir rok Amy tersingkap dan menampakkan sesuatu yang memalukan. Lantas, dengan entengnya Tan memangku Amy dan membawanya pergi dari tempat itu.
Tan berlari secepat yang dia bisa, disusul oleh Sham yang bergegas menelepon ambulans. Akan tetapi, hentakan langkah Tan memberikan getaran pada perut Amy. Rasa mual yang terasa sejak tadi membuat Amy tersadar dengan cepat. Amy membuka mata seketika. Wajahnya dan wajah Tan kini begitu dekat.
"Wuaa, penculik!" teriak Amy.
Kali ini dia yang terkejut saat melihat wajah Tan dari sudut yang lain. Suara Amy yang memekakkan telinga, membuat Tan terkesiap dan menghentikan langkah. Di menunduk hingga keduanya bertatapan. Sejurus kemudian Tan melepaskan gendongannya. Seketika itu, tubuh mungil Amy bertumpu dengan lantai.
Brugh!
"Aw!" Amy meringis kesakitan.
Akan tetapi, dia tak maraj ataupun mengumpat. Gadis itu justru cepat-cepat bangun dan berlari menuju toilet. Sekali lagi dia menahan sakit pergelangan kakinya.
Sepatu dan jas tergeletak begitu saja, saat ini dia sudah tidak tahan dengan rasa mual dan makanan yang tidak tercerna dengan baik di dalam perutnya, begitu memaksa ingin keluar.
"Huek! Huek!"
Si dalam sana, Amy terdengar sedang mengeluarkan isi perutnya. Sham menyusul membawakan jas dan sepatu yang dia biarkan tergeletak begitu saja, ketika Tan menurunkannya dengan kasar.
"Nona, kau baik-baik saja?" tanya Sham khawatir.
Amy mendengar suara itu dari balik pintu. Namun, saat ini dia belum mampu menjawabnya.
"Huek! Huuueeek! Hoooeeek!"
Sham yang merasa Amy begitu kesulitan, menggedor pintu toilet itu. Dia takut Amy pingsan lagi.
"Nona! Nona!" teriak Sham khawatir.
Ceklek!
Pintu toilet terbuka, Amy keluar dari dalam sana dengan wajah yang semakin pucat.
"Kau baik saja?" tanya Sham sekali lagi, seraya memakaikan jas milik Tan dan meletakkan sepatu Amy di depannya.
"Hmm," jawab Amy lemas.
"Apa yang terjadi? Apa kau sakit?" cecar Sham.
"Tidak apa-apa, aku hanya masuk angin mungkin, karena gaun ini terlalu terbuka," elak Amy.
Perlahan dia mencoba mengenakan sepatunya kembali, tetapi dia merasa itu tidak mungkin. Kakinya teramat sakit. Oleh sebab itu Amy menjinjing sepatunya kembali dan memilih bertelanjang kaki saja.
"Mau kupesankan teh hangat?" tanya Sham begitu peduli pada nyonya barunya itu.
"Tidak usah," sahut Amy seraya tersenyum.
"Jangan sungkan, kau di sini bosnya," ucap Sham.
Lagi-lagi Amy tersenyum canggung. Tak lama setelah itu, Amy mengambil koper dari bawah wastafel. Hal itu membuat Sham heran. Namun, pria berkacamata itu, tak berani bertanya.
Keduanya berjalan beriringan menuju tempat Tan berada, lagi-lagi langkah Amy terlihat mencurigakan. Tak lama setelah itu, Tan yang duduk santai menunggu keduanya, menyadari kedatangan dua orang yang ditunggu itu. Lagi, tawa khasnya terlontar.
"Hahah hahah."
Amy menghentikan langkah, lalu mengernyitkan dahi saat mendengar tawa itu begitu menggelegar. Gadis itu menatap dengan saksama pria yang baru saja menyematkan sebuah cincin berlian di jari manisnya. Lantas, dengan tertatih berjalan kembali menghampiri pria yang sedang duduk di balkon koridor hotel.
Amy duduk di samping Tan. Dia menghela napas dan mengembuskannya perlahan. Kemudian dia menoleh ke arah Tan yang memang sedari tadi memerhatikannya. Lalu, Amy tersenyum manis seperti biasa.
Setelah itu, Amy membuka koper memasukan sepatu hak tinggi itu dan menggantinya dengan sandal jepit. Sontak, itu membuat Tan merasa heran. Sejurus kemudian, manik matanya melihat pergelangan kaki Amy yang tak selaras. Kaki kiri lebih besar dibandingkan kaki kanannya. Tan terkejut, lantas tanpa ragu di turun dari duduk dan berjongkok di hadapan Amy.
Tindakan itu juga membuat Amy terkejut, dengan spontan Amy menggerakkan kaki kanannya. Hingga tanpa sengaja menendang Tan yang ada di hadapannya. Sontak, Tan terjungkal diiringi dengan tawa renyahnya.
"Astaga, Tuan Presdir maafkan diriku," sesal Amy seraya beringsut dan berniat untuk membantu Tan bangun.
Lagi, Tan tertawa.
"Stop!" cegah Tan.
Seketika Amy mematung, tak bergerak sama sekali. Hal itu membuat tawa Tan pecah lagi dan lagi. Dia bangkit, kemudian memeriksa pergelangan kaki gadis culun di hadapannya.
"Wua! Apa ini infeksi zombie?" selorohnya seraya membanting tubuh kekarnya ke belakang.
"Apa?" sahut Amy dengan ekspresi polosnya.
Sontak kelakuan bosnya membuat Sham menepuk jidat. Namun, tak lama setelah itu, dia mendengar suara ambulan yang dipanggilnya tadi. Tan dan Amy pun mendengarnya.
Tanpa di duga, Tan kembali menggendong Amy yang tengah fokus pada Ambulan yang datang. Dia berlari menuju ambulans dengan tawa khas yang terdengar sama.
"Hahaha, Hahaha!"
"Presdir!" teriak Sham, setelah menyadari kegilaan bosnya.
**