Chereads / Nikah (Non) Exclusive / Chapter 10 - Pembalasan Presdir Gila

Chapter 10 - Pembalasan Presdir Gila

Pluk!

Bantal dari sofa mendarat tepat di wajah tampan sang presdir gila. Seketika itu membuat dia tersadar dari lamunan.

"Apa yang kau lakukan, Gacul?" sentak Tan pada Amy.

"Anda yang melakukan apa? Kenapa menatapku dengan tatapan mesum seperti itu?" cecar Amy.

"Apa? Tatapan mesum?" Mata Tan membelalak, urat di dahinya menegang, dengan wajah yang memerah.

Dia teramat terkejut saat mendengar ocehan Amy.

"Kau sudah gila? Mana mungkin aku tertarik dengan gadis culun sepertimu!" sanggah Tan, seraya membuang muka.

"Lalu, kenapa Tuan menatap saya tanpa berkedip seperti tadi? Menakutkan!" ujar Amy seraya beringsut dari sofa.

"Dasar kepedean, kau pikir secantik dan semenarik apa dirimu itu? Kau tak ada apa-apanya dibandingkan Sara!" teriak Tan.

"Terserah Tuan saja, saya mau mandi, bisa, tidak? Tuan keluar dari kamar," seloroh Amy.

"Apa? Sekarang kau mengusirku? Dasar tidak tahu diri!" umpat Tan, masih dengan perangai mengerikan.

"Jika Tuan menolak keluar, berarti Tuan memang mesum!" kecam Amy.

Seketika, perkataan Amy membuat Tan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tak ada pilihan baginya selain keluar dari sana. Tan menghentakkan kaki dengan kesal, lalu beranjak dari posisinya saat ini. Dia mendelik sebentar ke arah Amy, kemudian mendengkus dan berlalu dengan langkah malas.

"Ah, dasar gadis culun sialan, harusnya aku meninggalkan dia di sini. Kenapa aku harus repot-repot menunggunya? Hih!" racau Tan seraya keluar dari kamar tersebut.

Setelah memastikan Tan keluar dari kamar, Amy pun bergegas mengambil baju ganti, kemudian setengah berlari menuju kamar mandi. Amy melakukan mandi dengan terburu seraya celingukan ke arah pintu. Dia benar-benar ketakutan jika Tan mulai menggila seperti semalam. Lantas, menerobos masuk tanpa permisi.

Sementara di luar sana, Tan memilih untuk berjalan-jalan di koridor hotel. Netranya menangkap sosok pria yang datang bersama Amy, yaitu Shaka tengah bersama wanita lain. Tan menghampiri Shaka dengan perangai arogannya.

Di sisi lain, Shaka yang juga mendapati Tan berjalan ke arahnya, pria berkulit putih itu beringsut membenarkan posisi, seolah tengah bersiap meladeni Tan. Sepertinya Shaka masih mengenali Tan dengan baik.

Senyum sinis Tan tersungging, lalu dia menyematkan kedua tangan di saku celana dengan gaya maskulin ala mafia di film. Shaka pun tak mau kalah, dia memasang raut wajah yang menantang.

Akan tetapi, saat keduanya nyaris bersinggungan, Tan tak berkata apa pun dia hanya mendelik dan menyerempet bahu Shaka dengan bahunya. Seketika, hal itu membuat Shaka keheranan. Sebab, pada awalnya dia menyangka jika Tan akan memakinya seperti semalam.

"Cih!" Tan berdecih dengan senyum sinis yang masih tersungging seraya berlalu meninggalkan Shaka dan gadis yang menemani pria tak bermodal itu.

Shaka benar-benar keheranan, dahinya mengerenyit, dengan tubuh yang terpaku. Sejurus, dia menoleh ke arah Tan yang semakin jauh. Shaka mendengkus kesal, ada perasaan curiga yang menjejali benaknya. Untuk beberapa saat dia menatapi punggung Tan yang lebar, hingga hilang ditelan jarak.

Tak lama kemudian, Shaka terhenyak, lantas berlalu dengan umpatan yang merutuk Tan. Dia dan teman wanitanya hendak meninggalkan hotel dan bermaksud untuk pulang ke Jakarta. Dengan begitu santainya dan berpikir telah berhasil memanfaatkan Amy.

Sesampainya di lobi, Tan bermaksud untuk mengembalikan kunci kamar yang ditempatinya pada petugas hotel, lantas dengan santainya pria berbadan atletis itu berbalik dan hendak pergi.

Di luar dugaannya, petugas hotel mencegahnya pergi dan menyodorkan selembar kertas yang berisi tagihan. Sontak Shaka tercengang.

"Apa? Bukannya kamar itu sudah include dalam tagihan K Company?" Shaka yang kaget pun berteriak.

"Mohon maaf, Pak. Presdir dari K Company membatalkan semua pembayaran untuk kamar 39 yang Bapak tempati," sahut petugas hotel mencoba menjelaskan.

"Apa? Sialan! Dasar jalang!" rutuk Shaka.

"Maaf?"

"Tidak, maksudku, wanita yang datang bersamaku itu yang jalang," racau Shaka.

"Maksud kau? Aku?" sela wanita yang masih dengan manja menggelayut di lengan kekarnya.

Setelah mendengar penjelasan Shaka yang terkesan mengarah padanya, wanita tersebut dengan kasar mengurai pelukan manjanya itu.

"Eh, bukan, Sayang, tentu saja bukan kau-" racau Shaka, maksud hati ingin memberi penjelasan pada kekasihnya.

Sementara gadis berseragam ketat di hadapannya menahan tawa, sebab menyaksikan betapa terlihat bodohnya seorang pria tampan yang ada di hadapannya.

"Sudahlah kita pulang masing-masing saja! Kamu bayar tiketmu sendiri!" sentak si wanita.

"Lusy! Tunggu!" cegah Shaka.

Seketika, wanita itu menoleh dengan perangai yang lebih mengerikan dari sebelumnya. Dia berbalik dan kembali menghampiri Shaka yang masih terpaku.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di wajah pria tampan itu yang membuat dirinya terhenyak.

"Namaku Shonia, Brengsek!" ujar wanita tersebut setelah menampar Shaka.

"Ma-af, Sayang, kumohon jangan tinggalkan aku," rengek Shaka.

"Mulai sekarang, aku dan kau sudah tidak ada hubungan lagi! Berhenti menelepon dan mengirimiku pesan, mengerti?" sergah Sonia.

Belum sempat Shaka menjawab, Shonia pun pergi meninggalkannya dengan langkah kesal dan emosi yang menjalari seluruh hati.

Sementara Shaka yang tak kalah kesal berteriak kembali dan mengumpati Shonia dengan kata-kata kasar.

"Ya, terserah kau saja, jangan memintaku kembali, dan jangan menyesali ucapanmu!" teriak Shaka.

Shonia mengacungkan jari tengah tanpa menoleh, sebagai jawaban dari segala perkataan Shaka.

"Aish, dasar jalang ...," gerutu Shaka.

"Jadi, bagaimana, Pak? Mau bayar cash atau kartu kredit?" tanya petugas hotel yang seketika membuat Shaka tersentak.

"Aish, yang benar saja? Kenapa hari ini aku begitu sial."

Shaka masih menggerutu, seraya menoleh cepat ke arah petugas hotel.

"Memangnya berapa tagihannya?" lanjut Shaka seraya merogoh saku celana.

"Empat juta rupiah, sebab kamar yang Bapak tempati merupakan kamar VIP dengan segala layanan dan fasilitas yang kami sediakan," jelas si petugas.

"Apa?" Shaka terkejut saat mendengar nominal yang disebutkan petugas hotel.

"Empat juta rupiah, sebab-" Petugas hotel mencoba mengulangi penjelasannya.

"Aish, aku bukan tidak dengar, Bodoh! Aku kaget!" sela Shaka.

Lalu mengeluarkan sebuah kartu hitam dan meletakkannya kasar di meja lobi, wajahnya kusut seolah tak tulus. Dan ternyata, di sudut lain Tan tengah mengawasi Shaka. Dia tersenyum puas melihat pria itu mendapat balasan yang setimpal.

Sejurus kemudian, saat Shaka hendak meninggalkan lobi usai membayar. Ekor matanya menangkap sosok yang tengah memperhatikan sejak tadi. Shaka terkesiap dan menatap ke arah Tan. Pandangan keduanya pun beradu pada fokus yang sama. Shaka menghentikan langkah, terpaku sejenak seolah ingin meluapkan kekesalan pada pria yang dirasa tengah mengintimidasinya.

"Apa kau? Kau senang melihatku? Kau puas dan ingin menertawakanku?" cecar Shaka dengan penuh emosi.

Tan tersenyum, lalu berbalik badan meninggalkan Shaka dengan segala kemarahannya. Alih-alih meladeni pria itu dengan sikap serupa, Tan memilih pergi dan mengabaikan

"Dasar sampah!" umpat Tan sembari berlalu ke arah lain.

***