"Ibu, apa kau sibuk akhir pekan ini?"
Di sebuah kamar berukuran empat kali lima meter itu, Amy merebahkan diri sekadar untuk melepaskan penat. Benda pipih canggih melekat di antara daun telinga yang diapit jemari lentiknya.
"Tentu saja, warung akan ramai di akhir pekan!" sahut seorang yang dipanggilnya ibu dari seberang telepon.
"Ah, kukira kau bisa berlibur denganku, ke Bali," ucapnya berharap sang ibu mengubah keputusan.
"Ah, ibu tidak ada waktu untuk itu, kau pergi saja sana. Liburan bagus untuk anak muda sepertimu!"
"Begini, Bu—"
"Sudah dulu, ya, ibu sibuk dan harus melayani pelanggan," pungkas sang ibu sebelum Amy berhasil menjelaskan semuanya.
Amy mendengkus, diembuskannya napas perlahan dan tidak beraturan. Bibirnya mengerucut dan benar-benar frustrasi. Siapa yang akan menemaninya nanti. Dia pun tak mungkin datang tanpa membawa seorang teman.
Sembari meluruhkan lelah, Amy berselancar di media sosial berlogo F. Dia mengecek list pertemanan yang tak banyak itu. Masih berusaha untuk mendapatkan teman untuk berlibur. Nahas, tak sedikit pun keberanian muncul dari dirinya.
"Apa aku pasang status saja, ya?" gumamnya.
Setelah beberapa saat termenung, Amy pun melakukan niatnya. Dia mengetik sebuah kalimat yang tertulis; temans, ayok temani aku liburan ke Bali. Setelah selesai mengetiknya, Amy pun mengklik opsi posting di beranda akunnya.
Tak lama kemudian sebuah notifikasi muncul di layar, 'selamat anda telah memposting untuk pertama kali, postingan anda berhasil.'
Amy lantas meletakkan ponsel di kasur, dia merentangkan tangan seraya menghela napas. Kali ini usaha terakhirnya, gadis bergaya rambut blonde itu berharap akan mendapat hal yang baik. Beberapa menit berlalu, ponselnya masih sepi.
Amy bangkit dari tidur, lagi dia mengembuskan napas berat dan begitu putus asa. Tak ingin menunggu lama, Amy berniat untuk menghapus postingan itu kembali. Namun, sejurus kemudian. Notifikasi di bilah layar ponselnya menunjukkan seorang teman lama—semasa SMA—berkomentar di statusnya.
"Boleh aku yang ikut, kapan itu, Am?"
Begitu komentar itu tertulis.
"Akhir pekan ini, Kha!" balas Amy.
"Lanjut di inbok ya, Am!" Begitulah komentar terakhir dari akun bernama Sakha itu.
Amy tersenyum riang, dia sudah mendapat solusi untuk masalahnya.
***
Hari yang ditunggu pun telah tiba, mereka berangkat terpisah meski jadwal bersamaan. Amy pun ditemankan Sakha. Amy tampak gugup dan kaku, sebab baru pertama kali dia bepergian dengan seorang pria. Meskipun begitu, sekuat tenaga Amy berusaha menyembunyikan hal itu. Mereka semua telah sampai di Bali dan dipesankan hotel yang sama.
Keduanya lantas pergi ke kamar yang telah perusahaan Amy siapkan. Ya, hanya satu kamar untuk mereka berdua. Jantung Amy sudah berdetak tak karuan. Ritmenya sudah kacau, terlebih pria yang bernama Sakha itu merupakan salah satu teman yang pernah Amy taksir di masa sekolah dulu. Sakha pun tahu itu, sebab Amy sempat menyatakannya.
"Am, ayok masuk, kenapa bengong, tenang aja," ajak Sakha.
"Iya," sahut Amy, masih tak tahu harus bersikap bagaimana.
Sakha membereskan barang-barangnya di kamar, sementara Amy yang cukup tak terbiasa berinteraksi dengan seseorang terlalu lama itu. Memilih untuk pergi ke luar untuk mencari angin.
Amy berjalan di koridor hotel sembari melihat-lihat keindahan pesona di pulau tersebut. Beberapa kali dia berdecak kagum. Hingga tanpa terasa, saking menikmati keindahan di tempat tersebut Amy tiba di aula yang akan dijadikan tempat untuk lamaran sang presdir pada kekasihnya.
Amy tersenyum melihat persiapan itu begitu matang, dekorasi modern dan romantis menjadi kesan tersendiri buat gadis berkacamata besar itu. Tebersit keinginan untuk mengalami hal serupa suatu saat nanti. Meski terdengar berlebihan, setidaknya tak ada larangan untuk bermimpi.
"Ah, cantiknya," decak Amy seraya tersenyum dan menatap sekeliling dengan bahagia.
Cukup lama dia terdiam di tempat tersebut, memerhatikan pekerja dekorasi sedang merampungkan pekerjaan mereka. Sebab tepat satu jam lagi, Tan akan melamar gadisnya.
Amy pun memilih untuk kembali ke kamar dan bersiap untuk menghadiri acara tersebut. Buru-buru Amy berbalik badan berniat untuk beranjak dari sana. Sejurus kemudian, tanpa diduga dari arah belakang Tan dam Sham datang, sehingga tanpa sengaja Amy dan Tan bertabrakan. Amy yang mengenakan sepatu hak tinggi itu, kehilangan keseimbangan setelah bertabrakan dengan tubuh Tan.
Tubuh mungil Amy gontai dan seakan melayang, dia kan terjatuh. Tan sempat mengulurkan tangan, nyaris menarik tangan Amy seperti adegan dalam drama. Akan tetapi, setelah melihat wajah dan penampilan Amy, pria yang disebut presdir gila itu mengurungkan niat. Lantas, membiarkan Amy terjatuh begitu saja.
Brugh!
"Aw!" rintih Amy.
Amy terduduk beberapa saat di lantai, dilihatnya hak sepatunya patah. Dia mendengkus, beberapa kali. Dipikirnya pria yang baru saja menabraknya akan mengulurkan tangan untuk membantu bangun. Nahas, pria itu justru melewati Amy begitu saja. Seolah tak pernah melakukan kesalahan.
Amy menatap langkah pria itu. Dia tak berani menengadahkan wajah dan menatap langsung ke dalam matanya. Tan terlalu menyeramkan.
"Maaf, Nona Amy," bisik Sham seraya berlalu melewati Amy.
Amy tersenyum polos, dia menatap punggung kedua pria berkelas itu pergi dari hadapannya. Perlahan Amy mencoba bangkit dan melanjutkan niatnya. Saat gadis itu mencoba berdiri, kakinya terasa sakit. Ternyata pergelangan kakinya keseleo.
Amy membuka sepatu yang sudah rusak itu, dia menguatkan diri untuk tetap pergi ke kamar dan berganti baju sesuai rencana. Tamu undangan lain yang merupakan karyawan K Company, sudah mulai berdatangan ke tempat tersebut. Ada beberapa yang Amy kenal. Namun, melihatnya kesulitan seperti itu, tak ada satu pun rekannya yang peduli. Mereka justru asyik menggunjingnya.
Di sisi lain, Tan yang merasa kelakuannya berlebihan menatap Amy dari jauh. Dia melihat gadis yang bertabrakan dengannya sesaat yang lalu berjalan tertatih dan terlihat begitu kesakitan. Rasa ibanya muncul, ketika seluruh mata kejam tertuju pada Amy dengan sorot mengintimidasi.
Sejurus kemudian Tan tertawa terbahak seperti biasa, yang membuat semua atensi terarah padanya. Hal itu pun membuat Amy selamat dari tatapan buruk karyawan lainnya.
Tak lama kemudian Amy bergegas menuju kamar, berusaha sekuat tenaga untuk menahan sakit di kakinya. Namun, setibanya di ambang pintu. Dia mendengar suara aneh dari dalam sana. Akan tetapi, saat melihat benda silver yang melingkar di pergelangan tangan, dia menerobos masuk tanpa memedulikan hal tersebut.
Dengan pikiran polos Amy, masuk perlahan. Suara aneh itu semakin terdengar jelas saat Amy melangkah semakin dalam. Saat Amy berada tepat di depan ranjang, pemandangan mengejutkan pun terpindai oleh netranya.
Sontak dia terkejut dan menarik langkah mundur, ketika melihat dua sejoli sedang bergumul di atas kasur berbalut kain putih itu.
"Apa yang kalian lakukan di kamarku?" tanya Amy dengan wajah datar.
Sontak kedua orang yang sedang asyik dalam permainannya tersebut terusik, lalu terhenyak dan berteriak kaget.
"Wua!"
"Amy!"
Amy termenung, baru kali ini dia melihat hal seperti itu selama hidupnya.
Amy termenung, baru kali ini dia melihat hal seperti itu selama hidupnya.
"Apa yang kalian lakukan?" Sekali lagi Amy bertanya dengan intonasi tinggi.
"Aish! Apa kau tidak lihat, aku sedang bersenang-senang!" teriak si pria menjawab pertanyaan Amy seraya mengehentikan permainan gila dengan gadis lain.
"Tapi ini kamarku!" hardik Amy, kesal.
Dia menahan segala sesak, ini kali pertama dia meluapkan amarah setelah sekian banyak luka yang didapat.
"Kamar gratisan saja, kok, sombong!" seloroh pria tersebut.
Kini, dia menyingkirkan sosok cantik yang berada di atas tubuhnya. Pria itu—Shaka—sudah kehilangan selera, sebab kedatangan Amy.
Dia mengenakan kemejanya kembali, seraya terus merutuk dan memaki gadis berkacamata besar yang telah mengganggu kesenangannya.
Amy pikir, kedua orang itu akan pergi. Nahas, setelah memberi waktu beberapa lama, Shaka dan wanitanya justru kembali melanjutkan permainan kotor itu dengan begitu bergairah, tepat di depan mata Amy. Tanpa rasa malu sedikit pun.
Amy yang merasa jijik sekaligus malu, merasakan mual, hingga seluruh isi perut seakan tengah mencapai kerongkongannya. Gadis berpenampilan sederhana dan jauh dari kata cantik itu, memilih keluar dari kamar hotel seraya menyeret koper miliknya.
***