Mobil yang membawa Camelia berhenti tepat di depan pintu masuk sebuah rumah yang begitu megah, dia baru pertama kali masuk ke dalam kawasan rumah yang begitu besar. Dia berpikir jika rumah yang dia lihat itu lebih besar dari pada rumah Danastri.
"Nona, silakan," ucap pria yang tadi menjemput Camelia.
Camelia pun ke luar dari dalam mobil dan dia melihat sudah ada dua orang pelayan wanita dan seorang pria paruh baya dengan pakaian yang begitu rapi. Dia berpikir mungkin mereka semua adalah pelayan yang ada di dalam rumah ini.
"Selamat datang Nona Camelia," Pria paruh baya itu menyambut kedatangan wanita muda yang tidak lain adalah putri dari tuan rumah.
"Di mana Tuan Aksa?" tanya pria yang tadi membawa Camelia ke rumah itu.
"Tuan, ada di ruang kerjanya," jawab pria itu dengan penuh hormat.
Pria itu pun langsung mengajak Camelia untuk bertemu dengan sang tuan di ruang kerja dan Camelia hanya berjalan mengikutinya. Camelia ingin melihat pria itu dan bertanya mengapa membawanya ke rumah yang bukan miliknya.
Langkah Camelia terhenti tatkala dia melihat Cornelius yang sudah beberapa hari tidak bertemu dengannya, dia menatap pria yang ada di depannya. Ada keinginan di dalam hatinya untuk memeluk Cornelius tetapi dia tidak bisa karena pria itu adalah saudaranya.
Camelia pun melanjutkan langkahnya mengikuti pria yang sudah yang akan membawanya bertemu dengan sang ayah. Dia berusaha untuk mengabaikan apa yang ada di dalam hatinya dan dia berpikir untuk mulai melupakan semua rasa cinta yang ada di dalam hatinya meski itu akan terasa sangat sulit.
Cornelius menatap terus Camelia hingga masuk ke dalam ruang kerja sang ayah, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan olehnya. Dia ingin sekali memeluk wanita itu dan dia sangat merindukannya, dia membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan rumah.
'Aku tidak tahu apakah aku bisa menahan diri ini?' tanya Cornelius di dalam hatinya.
Di sisi lain Camelia yang sudah berada di dalam ruang kerja sang ayah hanya diam dan melihat pria itu dengan tatapan yang penuh dengan kebencian. Karena dia mengingat kembali apa yang sudah dikatakan oleh sang nenek dengan apa yang sudah dilakukan olehnya kepada sang ibu dan juga dirinya.
"Mulai hari ini rumah ini adalah rumahmu dan kau harus terbiasa tinggal di sini," ucap sang ayah kepada Camelia yang terus menatapnya dengan sorot mata yang penuh dengan kebencian.
"Ini bukan rumahku dan aku tidak mau tinggal di sini," timpal Camelia yang sama sekali tidak ingin berada satu atap dengan pria yang sudah membuangnya dan juga sang ibu.
Sang ayah menyimpan semua berkas yang ada di tangannya di atas meja, dia beranjak dan berjalan mendekat ke arah Camelia. Dia menghentikan langkahnya saat di sudah berada di hadapan sang putri yang baru saja ditemukan olehnya.
Dia menatapnya dengan sangat tajam dan tidak terlalu lama muncul senyum di kedua ujung bibirnya karena dia merasa yakin jika yang ada di depannya adalah darah dagingnya. Sifat keras kepala yang diperlihatkan oleh Camelia sama persis dengan dirinya. Sehingga dia tahu apa yang bisa dilakukan olehnya agar putrinya itu setuju dengan apa yang sudah dia putuskan.
"Kau sudah tidak bisa memilih untuk tinggal di mana karena ini adalah rumahmu dan ibumu juga sudah memberikanmu kepadaku," Sang ayah berkata dengan nada datar dan sedikit menekan kepada Camelia.
"Apa kau mengancam ibuku? Apa belum cukup semua penderitaan yang sudah kau perbuat kepada ibuku?" Camelia kembali bertanya kepada pria yang ada di hadapannya tanpa memperlihatkan sedikit rasa takut.
"Aku akan membayar semuanya agar kau bisa tenang hidup bersama denganku," sambung sang ayah.
Camelia tersenyum dan dia menepuk kedua tangannya karena dia sudah paham mengapa sang nenek mengatakan jika ibunya adalah wanita bodoh. Wanita yang tidak mau menerima sejumlah uang yang bisa membuat perubahan di dalam hidupnya.
"Sepertinya Anda tidak berubah dari dulu hingga saat ini. Hanya uang yang bisa menyelesaikan semuanya … apakah cinta dan pengakuan bisa dibayar dengan uang Anda itu? Camelia berkata lalu melayangkan pertanyaan kepada sang ayah dengan nada sedikit menghina.
"Kau …," Sang ayah merasa kesal dengan apa yang diucapkan oleh Camelia.