Chereads / He's My Love Hero / Chapter 8 - Kecewa

Chapter 8 - Kecewa

Kring!!

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Semua murid sudah keluar, dan beramai-ramai menuju parkiran mengambil kendaraan mereka. Bima, masih menunggu sahabatnya yang sedari tadi tak juga muncul.

Di dalam kelas. Langkah Meysa tertahan, oleh tiga orang cowok satu kelasnya yang memaksa dirinya agar ikut dengan mereka. Jika mereka tak mengatakan ini perintah Aslan, pastinya cewek itu sudah menghajar habis semuanya.

"Kalian mau bawa gue ke sama sih, sebenarnya?"

"Udah ikut aja, gak usah bawel!!"

Gedung belakang sekolah. Tempat itu tampak kotor sama sekali tidak terawat. Banyak meja dan kursi bekas bertumpuk sampai rusak, dan barang lain yang sudah tidak terpakai.

Seorang cowok, berada dalam gudang itu. Membuat Meysa melangkah mendekatinya. Bahkan tanpa rasa takut sedikitpun.

"Lo panggil gue ke sini, ada apa?"

"Jangan macam-macam, ya!" ancamnya saat cowok itu mendekat.

"Kenapa Lo, jauhin gue? Selalu menghindar setiap saat?" tanyanya kemudian.

"Bukan urusan Lo, lagian suka-suka gue mau dekat atau jauh ke siapa saja," jawabnya ketus.

"Jawab jujur!" Aslan tahu gadis itu berbohong. Terlihat dari gerakan matanya yang mencurigakan.

"Gue harus jawab apa? Emang gak ada yang harus gue jelasin," sahutnya.

"Oh, iya waktu itu gue diminta sama tiga cewek kakak kelas buat jauhin Lo," sambungnya kemudian.

"Terus, Lo setuju?"

"Iya mau gimana lagi, gue anak baru gak mau cari musuh di sini," jawabnya.

Brakk!!

Dengan kasarnya Aslan menendang tumpukan barang-barang itu sampai membuat Meysa terkejut, bahkan teman-temannya yang menunggu di depan pun langsung melihat apa yang terjadi.

"Gue kecewa sama, Lo! Bisa-bisanya cuma karena permintaan mereka Lo mau jauhi gue, gak nyangka, Lo sama aja kayak cewek di luar sana!" tuduhnya lantas pergi membiarkan Meysa sendirian di dalam gudang itu.

Cewek itu bingung, maksud dari semua ini. Bahkan dia tak tahu, di mana letak kesalahannya. Meysa pun, menganggapnya sebagai teman biasa tidak lebih. Kini dia mulai merasa, bahkan Aslan menyukainya. Tapi, itu masih opini dan belum bisa diperjelas.

Bima datang menghampirinya, mengajak untuk segera pulang. Meski dia lihat, air mata tak henti-hentinya berlinang membasahi pipi Meysa.

"Gak usah dipikirin, ucapan orang kayak gitu, gak penting," tuturnya.

"Gue sakit hati," lirih Meysa mendapat balasan pelukan hangat dari sahabatnya.

"Mau coklat? Gue traktir deh, pakai uang tabungan sih," ujarnya sambil menggaruk-garuk kepala.

"Gak usah, Lo ada di sini aja, gue udah seneng banget, makasih, ya ...."

Aslan kembali ke basecamp, bersama kedua temannya. Di sana sudah ada banyak anggota gengnya menunggu.

"Itu Bos, dia sudah datang," ucap salah satu dari mereka.

"Ada apa ini, tumben kalian kumpul?"

"Ini ...." Sebuah surat mereka temukan di atas meja, saat tiba di basecamp tersebut. Tantangan dari geng sebelah, untuk kesekian kalinya. Aslan malas betul, menanggapi semua ini, berhubung hatinya sedang kacau, boleh juga dijadikan pelampiasan nantinya.

"Nanti malam, kita temui mereka," jawab Aslan.

"Kenapa gak sekarang aja? Gue udah gak sabar, pengen hajar itu muka Remon, sok keren banget lagi," geram Edo.

"Gue harus ke sekolah, buat latihan basket, sore ini tim kita bakalan tanding, kalian semua harus datang buat dukung gue," pinta Aslan.

"Siap, kalau masalah itu, penting kalau menang traktiran, ya gak?"

"Gampang!"

"Asik ...."

Di lapangan sekolah. Aslan selaku ketua tim, mengkoordinasikan anggotanya begitu baik. Dia lakukan semaksimal mungkin, karena ini adalah babak penentuan, di mana pemenang akan lanjut mewakili sekolah melawan juara bertahan selama tiga tahun berturut-turut. Aslan ingin sekali membuktikan, bahwa dirinya bisa. Angkatan tahun ini, harus lebih baik lagi, di tangannya.

Pelatih mengarahkan, dan memberi penjelasan dengan begitu baik.

"Kalian harus kompak, itu yang penting, kerja sama tim juga sangat diperlukan. Aslan, saya percaya sama kamu." Guru laki-laki itu menepuk pundaknya, memberikan seluruh kepercayaan kepada Aslan.

"Saya pasti bisa, Pak," jawabnya dengan mantap.

Di rumah pun, Meysa disibukkan dengan persiapan ulang tahun sang adik, kebetulan khusus untuk hari ini sampai besok, dia menginap di rumah neneknya bersama ibunya juga. Semua ini, diserahkan kepada Meysa dan Bima.

"Mey, udah lihat pengumuman di grup sekolah belum?"

"Belum, gue aja dari tadi ngerjain ini belum selesai juga, Lo sih, bukannya bantuin," kesal Meysa.

"Lo harus lihat ini dulu."

"Apa, sih?"

Bima menyodorkan ponselnya, sebuah banner lomba basket antarsekolah kita dibaca oleh Meysa. Terpapang jelas foto Aslan ada di sana. Terlihat begitu tampan.

"Lah, kenapa kita bisa ketinggalan informasi?"

"Mana gue tahu, kayaknya emang mendadak deh. Pengen lihat, kita kerjain semua ini besok aja gimana?"

"Mana bisa, besok udah acara gue gak mau semuanya hancur cuma karena ini," tolak Meysa.

"Terus gimana?"

"Kita selesaikan dulu makanya, jangan main terus!"

Pandangan Aslan menyusuri setiap penonton yang hadir. Tidak dia lihat, adanya Meysa sama sekali.

"Gue kecewa sama itu anak. Kalau emang gak simpati ke gue atau apalah, wajar tapi harusnya dia datang, ini juga buat dukung sekolah kita," omelnya tak terima.

"Itu si bos kenapa, mukanya kusut gitu?"

"Gue mana tahu, dari tadi aja di sini," jawab Tama.

Sepuluh menit berlalu, poin yang neraka dapat masih kalah jauh. Aslan terlihat letih, dan tak bersemangat. Membuat semua penonton tampak heran. Tak biasanya dia seperti ini.

"Aslan, semangat!!" Amel berteriak paling keras tapi tak juga mendapat respon dari cowok itu.

"Kayaknya gue tahu apa masalahnya. Tama, ayo ikut gue!" Edo menarik tangan temannya keluar dari area pertandingan.

"Apaan sih, gue pengen nonton Aslan tanding," cetusnya kesal.

"Lo tahu rumahnya Meysa gak?"

"Tahu, kemaren dia sempat bilang waktu di kelas," jawabnya jutek.

"Ayo kita ke sana!"

"Ngapain? Lo bener-bener gila ya, bos lagi tanding malah mau deketin anak orang, Lo mau pulang tinggal nama?"

"Lo itu jadi temen gak peka banget sih, bos gak semangat karena Meysa gak datang," jawab Edo.

"Tahu dari mana, Lo?"

"Gue ini bisa baca gerak-gerik orang yang lagi jatuh cinta, jangan salah. Mendinga sekarang kita ke sana sekarang, udah gak usah bawel!"

Waktu istirahat untuk pertandingan.

Guru pembimbing, benar-benar merasa kecewa dengan apa yang Aslan berikan kini.

"Mana latihan yang selama ini kita lakukan? Tidak ada hasil sama sekali, kamu kenapa sih, Lan?" tanyanya setengah marah.

"Maaf, Pak, saya kebawa emosi habisnya mereka ...."

"Gak ada nyalahin orang lain. Sekarang kalian fokus, kerja samanya harus dijaga, musuh kali ini masih tergolong mudah, jangan mau kalah!"

Di rumah Meysa.

Kedua cowok itu berlari, kebetulan pintu rumahnya terbuka, tampak dua orang tengah sibuk meniup balon ulang tahun di dalam rumah sana.

"Edo, Tama, ngapain kalian ke sini!"

"Mey, kami mohon, Lo ikut kita sekarang buat semangati Bos Aslan, cuma Lo satu-satunya harapan kita, sekolah kita hampir kalah, mau ya," pintanya.

Meysa kebingungan, kalau dia tak ikut jika kalah, yang ada disalahkan nantinya.

"Kenapa harus gue?"

Bersambung ....