"Iya, Luke! Aku juga bukan anak kecil lagi. Yang kutakutkan nanti Raymond yang tidak bisa mengendalikan perasaanya. Dia itu sangat sensitif dan emosional." Devan kembali bersandar pada badan sofa.
"Ya, aku tahu. Cuma kalau bisa kamu langsung menjalankan saja rencana kedua kita. Lagian, kamu juga mencintainya, 'kan? Tentu tidak akan ada rasa penyesalan soal itu." Luke masih berbicara dalam keadaan mata terpejam.
Devan langsung tersenyum. "Takutku Divya yang tidak mau. Soalnya, dia tidak memiliki perasaan yang sama dengan diriku, Luke. Bagaimana jika rencana kita gagal?"