Divya segera membuka dan membaca isi di dalam berkas tersebut. "Ini proyek pelelangan barang antik. Apa yang harus aku hafal? Semua barang-barang ini sepertinya sudah pernah dilelang pada acara tahun kemarin di kampusku," pikir Divya. "Pak, apa yang harus saya hafalkan? Apakah harganya?" tanya Divya untuk memastikan.
Raymond langsung melirik tajam ke arah sekretarisnya. "Tentu saja! Kamu mau membuat perusahaan kita rugi? Sebenarnya aku juga tidak mau datang ke acara ini, kalau tidak mengingat reputasi perusahaan kita," ungkap Raymond merasa kesal.
"Kalau begitu kita pulang saja, Pak," ajak Divya dengan polosnya.
"Argh, wanita ini! Kamu jangan banyak menyahut ucapanku! Baca saja berkas itu!" titah pria bertampang tegas itu.
Devan hanya menggeleng mendengar pertengkaran mereka. Tidak disangka Divya begitu ahli dalam menilai setiap barang antik yang dipamerkan. Ia juga mengarahkan kepada Raymond untuk tidak membeli beberapa barang yang menurutnya kurang bagus. Bahkan, ia tahu fungsi pada barang-barang tersebut.
Sungguh terpukaunya Devan ketika mendengar semua penjelasan Divya. Wanita itu begitu sempurna untuk dijadikan seorang sekretaris. Devan sedikit menundukkan pandangan untuk menyembunyikan senyuman terpesonanya. Raymond yang menyadari hal itu pun langsung menyentuh bahu Devan.
"Kenapa?" tanya Devan merasa penasaran.
Raymon kembali melirik. "Sekretarisku mengatakan kita harus membeli barang itu. Bagaimana? Berapa harga yang harus kita tawarkan?" tanya Raymond untuk mengalihkan suasana tegang tadi.
"Satu miliar?" ucap Devan asal.
Divya langsung tercengang. "Itu terlalu murah, Pak. Pasang harga lima miliar saja. Aku yakin tidak akan ada orang yang mau menandinginya."
"Kenapa kamu sangat percaya diri sekali?" tanya Raymond merasa penasaran.
"Sebenarnya ini lebih ke sisi positifnya, Pak. Patung naga emas itu biasanya bisa membawa keberuntungan bagi pemiliknya. Saya mengatakan hal ini bukan tanpa bukti, Pak. Sudah banyak testimoni penggunanya. Apakah perlu saya berikan buktinya?" Divya sedikit memajukan wajahnya untuk menindas wajah heran Raymond.
"Tidak perlu!" Raymond langsung mengalihkan tatapan matanya pada podium utama.
Dengan cepat Raymond langsung menawarkan patung seharga lima miliar. Semua tamu undangan yang ada di sana pun terperangah ketika mendengar suara Raymond. Tawaran harga yang dilontarkan pria muda berbakat itu langsung menjadi pusat perhatian semua perusahaan asing yang ada di sana. Tentu saja harga fantastis itu membuat mereka tertarik ingin bekerja sama dengan perusahaan yang Raymond naungi.
Daerah distrik 10 juga menjadi incaran Raymond. Setelah sekian purnama, akhirnya CEO dari tempat itu mulai melirik perusahaan Wilfred Estate. Sungguh bahagianya Divya ketika mendengar kabar baik tersebut. Kini, tugas keduanya menjadi seorang sekretaris sudah selesai terpenuhi.
"Bagaimana, Pak? Benar yang sudah saya katakan, 'kan? Patung itu memang pembawa keberuntungan untuk perusahaan kita," ungkap Divya seraya memutar tubuhnya untuk menatap wajah Raymond.
"Semua yang sudah terjadi hanya kebetulan saja," jawab Raymond dengan dingin.
Ingin membantah ucapan Raymond. Namun, Divya kembali mengingat larangan sang atasan. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk mengurungkan ucapannya. Setelah sampai di kantor, seorang wanita molek bertubuh semampai datang seraya memeluk mesra Raymond.
Divya yang melihat kejadian itu segera memalingkan pandanganya. Hatinya kembali bergejolak, ada rasa sakit yang menginap di dalam sana. Zeline segera melepaskan pelukan ketika melihat reaksi dari wanita yang kini berdiri di belakang kekasihnya. Netranya kembali melirik ke arah Raymond yang juga sedikit melirik ke arah Divya.
"Sekretaris baru kamu?" tanya Zeline sedikit melayangkan senyuman sekilas kepada Divya.
"Iya, Sayang," jawab Raymond seraya melepaskan senyuman manis kepada kekasihnya.
Zeline langsung mengangguk pelan. "Pakaiannya terlalu minim. Kamu yang memilihnya sebagai sekretaris?" tanya Zeline kembali.
"Luke yang memilihnya. Kenapa, Sayang? Apakah aku harus segera menggantinya?" sindir Raymond seraya melirik ke arah Divya.
"Ish, sombong sekali pria ini! Oh, jadi ini kekasihnya? Seleranya tidak begitu bagus! Bahkan, wanita ini postur tubuhnya sangat kurus. Apakah dia seorang artis? Atau model majalah? Wajahnya terlihat tidak asing di mataku," pikir Divya merasa sedikit kesal.
Zeline kembali menatap wajah Raymond. "Tidak, Sayang. Hm, aku ada hadiah untuk kamu. Ayo, kita segera masuk ke dalam ruangan!" ajak Zeline.
Raymond segera mematuhi ajakan kekasihnya. Sedangkan, Divya masih berdiri dan menatap kepergian mereka. Secara mendadak, Luke menghampirinya. Pria itu sedikit memberikan peringatan kepada Divya untuk selalu berhati-hati dengan Zeline. Ungkapan Luke pun membuat Divya merasa penasaran.
"Memangnya kenapa? Apakah dia salah satu penyebab kepergian semua sekretaris Pak Raymond?" tanya Divya merasa sangat penasaran.
"Hm, bisa jadi seperti itu. Maka, saranku untuk selalu berhati-hati dengannya. Pak Raymond juga selalu menuruti permintaan Zeline. Nyawamu bisa terancam, jika berani menentangnya," ungkap Luke.
Divya langsung menelan salivanya dan salah satu tangannya mulai mengelus leher jenjangnya. "Benarkah? Kenapa aku menjadi takut berlebihan seperti ini?"
Luke segera tertawa receh dan meninggalkan Divya. Tatapan wanita itu segera memantau kepergian sang asisten Bos Besar.
"Aku harap ucapannya hanya sekedar ungkapan kebohongan untuk menakuti diriku saja," gerutu Divya kemudian.
Tidak lama setelah kedatangannya di dalam ruangan. Zeline masuk tanpa permisi dan segera menyilangkan kedua tangannya. Wanita yang berprofesi sebagai artis pendatang baru itu, langsung melemparkan tatapan tajam kepada Divya. Namun, wanita yang kini berstatus sebagai sekretaris Raymond langsung memberikan salam hormat kepada wanita tersebut.
"Jaga sikapmu terhadap Raymond, ya!" gerutu Zeline kemudian.
Divya masih menyimpan tatapan tajamnya dan kembali menegakkan kepala. "Maaf, Nyonya. Perlu saya jelaskan bahwa hubungan saya dengan Pak Raymond hanya sebatas rekan kerja. Sudah pasti menjaga sikap kepada atasan adalah attitude utama saya sebagai seorang sekretaris," jawab Divya dengan lantang.
"Bagus kalau kamu mengerti! Pakaianmu itu tidak bisa dibuat lebih sexy lagi?" sindir Zeline.
"Baik, Nyonya. Saya akan mendesainnya lebih terbuka lagi," jawab Divya sedikit tersenyum.
Zelina langsung meluruskan kedua tangannya di samping jahitan celana. "Hm, bu–bukan seperti itu!"
Ketika ingin melanjutkan ucapannya, Raymond datang ke dalam ruangan sekretaris. Pria itu sedikit mengerutkan alisnya. Suasana di dalam sana begitu tegang. Ia pun kembali berjalan untuk mendekati Zeline.
"Ada apa, Sayang? Kenapa kamu masuk ke dalam ruangan Divya?" tanya Raymond merasa penasaran.
Zeline langsung mengubah ekspresi wajahnya. "Aku hanya ingin menyapa sekretaris cantikmu ini, Sayang."
"Hahaha, dasar wanita penuh drama! Kau itu bukan ingin menyapaku! Namun, kau ingin memperingatkanku untuk tidak terlalu dekat dengan kekasihmu. Aish, zaman sekarang masih ada wanita aneh seperti ini, ya," pikir Divya seraya membuang tatapan kesalnya ke sembarang arah.
Netra Raymond kembali melirik ke arah Divya. Namun, Zeline kembali menuntun wajah pria itu untuk terus menatap wajahnya. Ia juga berusaha mengajak kekasihnya untuk pergi dari sana. Tanpa banyak pertanyaan, Raymond segera mengabulkan permintaan sang kekasih.
Tatapan Divya langsung membidik tajam ke arah kepergian mereka. Ia sangat tidak menyangka bahwa Raymond bisa memilih wanita ular itu sebagai kekasihnya. Setelah itu, ia mulai merilekskan tubuhnya pada kursi kerja. Namun, tilikkan kedua matanya masih belum bisa berpaling pada pintu masuk.