Aku dan teman teman sedikit terkejut mendengar jawaban teman pendaki tersebut yang cukup mengejutkan. Apalagi aku dan Putri yang baru pertama kali ini mendaki gunung, akan tetapi sudah di suguhi peristiwa yang tidak biasa kami alami.
Didalam hatiku rasanya campur aduk penasaran atas apa yang terjadi di atas. Muncul pikiran yang aneh-aneh antara melanjutkan pendakian tapi harus siap dengan segala resiko yang terjadi atau mengurungkan niat pendakian dengan turun lagi kebawah.
"Saya tidak berani menceritakan apapun yang terjadi kepada kalian, takut terjadi sesuatu kepada saya." ucap teman pendaki tadi.
Dalam hatiku berkata "Memang benar kata orang kalo kita mengetahui segala sesuatu atau mengalami suatu hal digunung, kita tidak boleh mengucapkan atau menyampaikan sesuatu ke orang lain."
"Yasudah mas hati-hati dalam perjalanan turunnya semoga temannya segera sehat dan membaik." ucap mas Simon.
Setelah pendaki itu turun, aku dan teman-teman kembali berdiskusi mengenai keputusan terbaik apakah melanjutkan pendakian atau kembali ke pos pendaftaran mumpung perjalanan masih baru di mulai.
"Gimana ini, kita lanjut gak pendakian ini?" ucap mas Ryan.
"Kita pikir-pikir dulu mas resiko kedepan nya karena kita bawa perempuan juga jadi sangat berisiko." ucapku menyampaikan.
"Iya kita bawa perempuan nih, jadi harus hati-hati jangan sampai membahayakan yang lain." sahut Fajar.
"Kita tanya para perempuan ini aja dulu, bagaimana masih mau apa tidak melanjutkan pendakian?" kata Mas Ryan
"Kalo aku sih masih mau lanjut mas." jawab Risma.
"Kalo aku ngikut Risma aja, karena aku kesininya di bonceng dia, kalo soal nyali sebenarnya merinding, tapi ya oke aja sih lanjut gapapa." jawab Shella.
"Aku ngikut keputusan terbanyak aja, ya ini juga pendakian pertamaku." jawab Putri.
Ternyata ini adalah pendakian pertamaku dan putri. Memang ku akui nyali 3 perempuan ini sungguh tinggi melebihi nyali ku sebagai laki-laki, tapi tentu saja aku tidak ingin memperlihatkan rasa nyaliku yang ciut pada mereka. Tentu saja hal itu pasti memalukan.
"Oke, kita putuskan untuk tetap melanjutkan pendakian ini semampu kita aja, kalo misalkan terjadi sesuatu di tengah pendakian kita musyawarah lagi dan siap menerima segala risiko nya." tegas Mas Simon sebagai leader kami.
"Siap Mas." jawab kami semua mendengar ucapan Mas Simon.
Kami melanjutkan kembali pendakian kami seperti posisi semula. Di samping kanan kiri jalan setapak kami banyak melihat pohon-pohon besar berdiri kokoh menambah kesan seram dalam setiap langkah kami.
Suara hewan malam saling bersautan menemani pendakian kami pada malam hari ini. Sejenak sesekali aku menengok ke arah langit yang sedikit mendung tertetup awan atau tertutup pohon-pohon besar membuat jalan kami menjadi sangat gelap. Menambah kewaspadaan agar tidak salah menapak langkah kaki.
Jalan setapak yang licin membuat kami sedikit kesulitan menapak karena membuat kaki terus tergelincir.
Di sepanjang pendakian aku dan teman-teman selalu saling mengingatkan untuk tidak dalam pikiran kosong. Karena bisa jadi dalam keadaan kelelahan setelah berjalan membawa ransel yang menguras tenaga pikiran kosong dan melamun bisa bahaya. Berjalan bergandengan tangan merupakan cara kami agar salah satu dari kami tidak terpisah dan mengetahui kondisi teman saat ada yang lelah untuk kasih kode menarik tali yang menyambung satu sama lain.
Karena hari yang kurang menentu cuacanya membuat kondisi badan kami cepat lelah.
Belum sampai kami berjalan sampai pos 2, kami memutuskan untuk beristirahat di bawah sebuah pohon tua yang amat besar.
Kami makan, minum sambil bercanda dan tanpa sadar si Putri bercanda dengan monyet yang memang banyak terdapat di sekitar hutan. Dengan melemparkan botol minuman yang masih berisi air ke arah monyet itu.
Monyet itu tak menghindar dan botol itu tepat mendarat di mukanya. Monyet itu pergi namun sebelum pergi, matan tajamnya menatap kearah kami.
Dalam keadaan gelap malam mata monyet tersebut seperti memancarkan sinar merah melambangkan kemarahan dirinya terhadap sikap kami kepadanya.
Saat itu kami tidak sadar dengan apa yang telah kami lakukan dan menertawakan kejadian itu begitu saja tanpa memikirkan apa yang bakal terjadi nantinya.
Dan kurang lebih kami 10 menit beristirahat tanpa memikirkan apapun yang akan terjadi kamipun melanjutkan perjalanan ke pos 2 yang masih cukup jauh.
Tanpa terasa waktu bergulir, gelap menyelimuti seluruh pandangan kami. Tetes embun pegunungan makin menyempitkan jarak pandang kami.
Jangankan untuk melihat jauh ke depan untuk menentukan posisi tapak kaki, melihat teman yang berada di depan pun susah. Yang ada hanya di hadapan kami adalah makin lebatnya hutan dan tanaman belukar yang menghadang.
Sepanjang jalan tiba-tiba aku teringat pesan ibuku dirumah untuk selalu menjaga sikap dan sopan santun di gunung, karena bukan kita saja yang ada disini tapi banyak hewan biasa maupun buas dan makhluk tidak terlihat disini menjadi rumah mereka.
Aku terus teringat apa yang telah di lakukan Putri tadi terhadap monyet di pohon besar dan rimbun tadi yang merupakan perbuatan tidak baik yang bisa menyebabkan bahaya bagi kami terutama Putri.
Sambil perjalanan kami menikmati suasana dengan cara kita sendiri-sendiri. Ada yang dengan tetap fokus kedepan menuntun rombongan dengan menyanyi-nyanyi kecil. Ada yang sambil ngobrol dengan nada kecil. Ada yang menikmati perjalanan dengan menghisap satu batang rokok untuk menambah kehangatan.
Memang keindahan malam hari ini di tengah hutan membuat kami takjub dan sedikit melupakan kejadian-kejadian di luar nalar yang kami alami sebelum berangkat sampai sekarang ini. Kadang rasa lelah yang muncul secara tiba-tiba akan hilang setelah menikmati apa yang Tuhan ciptakan ini.
Aku merasakan angin malam berhembus kencang malam itu menambah hawa dingin setelah guyuran hujan. Menambah suasana berisik di tengah keheningan malam di hutan. Sepanjang kaki melangkah pandangan terbagi antara fokus terhadap jalan dan menikmati berbagai macam vegetasi yang di dalam hutan seperti hutan basah, hutan kering maupun hutan cemara.
Teman-teman cukup menikmati perjalanan pada malam hari ini. Perjalanan tak terasa mulai melelahkan, kami beristirahat sejenak kembali. Waktu menunjukan pukul 20.00 WIB. Terasa begitu lama dan jauh langkah ini ternyata kami baru berjalan 1 jam dan itu pun belum ada seperempat perjalanan.
Meskipun trek menuju puncak sebenarnya cukup singkat paling cepat 4 sampai 6 jam sudah sampai puncak. Kita tidak terlalu buru-buru karena mengingat rombongan ada 3 perempuan yang harus di jaga dan tidak mementingkan ego segera sampai puncak.
Karena tanggung jawab besar yang kami bawa. Aku dan teman-teman yang lain bisa saja naik ke puncak meninggalkan para perempuan ini tetapi kami tidak mau mengambil resiko yang cukup besar dan membahayakan aku dan teman-teman yang lain nya.