Hatiku rasanya berbunga dan sedikit lega saat melihat dari kejauhan sudah mulai terlihat seperti tenda-tenda pendaki yang lain dengan banyak suara orang berbicara. Tetapi untuk sampai ke sana, aku dan teman-teman masih cukup jauh, masih beberapa tanjakan dan medan bebatuan kombinasi akar pepohonan lagi yang harus aku dan teman-teman lalui.
Memang dari kejauhan sudah cukup terlihat dekat, tapi masih harus ada pengorbanan dan tenaga yang dikeluarkan.
Aku mulai memperhatikan kaki Shella yang sudah mulai berjalan pelan mengingat kondisi kakinya digigit lintah tadi. aku menanyakan kondisinya karena Shella berada di tengah-tengah antara Risma dan putri yang posisinya di depanku.
"Ayo Shel, gimana kondisi kakimu? itu udah terlihat para tenda-tenda pendaki lain, nanti kita bisa istirahat di sana masih kuat kan." tanyaku sambil melihat kearah Shella.
"Udah cukup berat sih sebenarnya, ini cuma nggak papa tadi lukanya udah cukup kering jadi udah sedikit bertambah kekuatannya, meskipun rasanya dari dalam sih cukup capek." jawab Shella sambil tersenyum.
"Yaudah yukk ditambahin lagi semangatnya dikit lagi kita sampai ke pos 3 di latar Ombo." ucapku memberi semangat kepada Shella.
Di pos 3 ini memang diberi nama latar Ombo itu dalam bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia sendiri latar Ombo memiliki arti lahan yang luas. Kalau tidak salah di pos 3 ini atau latar Ombo kita udah berada di ketinggian 1600 m diatas permukaan air laut. Jadi aku dan teman-teman sudah melewati separuh perjalanan.
Tak terasa di depan kami setelah perjalanan kami menghadapi sebuah tanjakan yang cukup berat dengan tingkat kemiringan 20 sampai 35 derajat, yang ditumbuhi oleh lumut bebatuan dan akar-akar pohon yang menambah keekstriman jalan menuju ke pos 3 atau latar Ombo.
Aku dan teman-teman harus bisa menaklukkan jalan ini untuk bisa beristirahat di pos 3 untuk makan kembali atau ngopi.
Mas Ryan dan Mas Simon naik terlebih dahulu membawa tali yang cukup panjang. Tali yang cukup panjang itu bagian satunya di ikat pada tubuh mas Simon, dan Mas Ryan di depan nya memandu jalan agak tidak terpeleset mengingat tingkat kemiringan medan yang cukup ekstrim ini, di bawa ke ujung atas tanjakan ini dan di ikatkan pada pohon yang cukup besar.
Mas Simon dan Mas Ryan mengikat tali pada batang pohon tersebut dengan cukup kuat, mengingat mereka berdua adalah anggota pramuka yang cukup mahir masalah tali menali seperti ini.
Kemudian kami yang berada di bawah, diberi kode oleh Mas Ryan dengan menggunakan senter kecil yang telah dibawanya, dengan tiga kali sorot senter kecil itu menandakan bahwa kami sudah bisa naik tapi dengan secara bergantian.
Yang pertama naik adalah 3 orang, aku, Risma dan Shella. Aku memimpin Shella dan Risma berpegangan tali naik ke atas, sedangkan Risma menuntun Shella agar tidak terpeleset atau salah jalan nantinya bisa membahayakan kakinya.
Sesekali aku mendorong tubuh Shella yang sudah mulai letih dan Risma berada di depannya menuntun jalan Shella sambil menuntun kami untuk naik ke atas dengan selamat.
Dengan perjuangan yang cukup berat dengan posisi tubuh setengah membungkuk, membawa ransel setengah merangka untuk bisa naik latar Ombo, akhirnya kami bertiga telah sampai menyusul Mas Simon dan Mas Ryan, di bawah pohon besar tempat mengikat tali tersebut yang berada persis di bawah posisi latar Ombo.
Selanjutnya Mas Ryan dan Mas Simon memberikan kode kepada yang di belakang 3 orang yaitu Fajar, Siswanto dan Putri untuk segera naik. Siswanto berada di posisi paling depan mengapit Putri yang berada di tengah dan paling belakang adalah Fajar mereka bergandengan tangan dan saling bahu-membahu untuk bisa mencapai tempat kami menunggu di bawah pohon besar sekitar Pos 3 atau latar Ombo.
Tidak butuh waktu lama, namun butuh perjuangan yang cukup keras karena mereka menggantikanku membawa logistik tenda dan lain-lain, mereka bertiga sampai menyusul kami yang sudah terlebih dahulu diatas.
Akhirnya Mas Ryan dan Mas Fajar mulai melepaskan tali tadi dan merapikannya, dimasukkan lagi di dalam ransel ku. Kami kembali melanjutkan perjalanan ke atas yang jaraknya sekitar 20 meter kita sudah sampai di Pos ketiga atau Latar Ombo.
Ternyata benar Latar Ombo sesuai dengan namanya, di sana merupakan tempat yang luas bagi para pendaki untuk bisa melepaskan lelah dengan mendirikan tenda dan juga menyalakan api unggun untuk memasak makanan atau hanya sekedar minum kopi, santai melepas lelah.
Aku dan teman-teman mencari tempat yang masih kosong untuk beristirahat mendirikan satu tenda saja. Akhirnya kami menemukan tempat di sisi sebelah kanan lahan, terdapat batu yang ukurannya cukup sedang.
Di samping batu itu aku dan Siswanto mulai mendirikan satu tenda, yang lainnya menunggu duduk santai di atas batu yang cukup besar tadi. Mas Simon dan Mas Ryan kembali untuk mencari kayu bakar, agar bisa membuat api unggun untuk perapian kami, menjaga suhu tubuh agar tidak mengalami kedinginan dan untuk memasak mie instan dan kopi lagi.
Aku dengan teman-teman yang lainnya mulai meletakkan ransel sembari berbaring tidur-tiduran sebentar, menunggu Mas Rian dan Mas Simon mencari kayu bakar. kami memanfaatkan batu yang cukup besar itu sebagai alas kami untuk tidur-tiduran melepas lelah.
Sembari menikmati camilan yang kami bawa, seperti gula merah, snack makanan ringan dan semangka.
Kami mulai meletakkan tas ransel kami untuk berbaring sebentar. Kurang lebih 5 menit setelah kami berbaring Mas Simon dan Mas Ryan kembali mendekati kami dengan membawa beberapa kayu bakar, yang siap untuk kami buat api unggun.
Aku dan teman-teman bangun untuk membantu Mas Ryan dan mas Simon untuk mempersiapkan tenda dan juga peralatan masak untuk kami, melepas lelah kembali di Latar Ombo ini.
Kami kembali membagi tugas Mas Ryan dan Mas Simon mendapat tugas untuk menyalakan api unggun, sedangkan aku dan Siswanto mempersiapkan tenda untuk kami dirikan disini, dan ada juga yang mencari air kembali di Latar Ombo ini untuk kami memasak dan yang terakhir Putri, Risma dan Shella mendapat tugas untuk mempersiapkan peralatan masak dan juga menyiapkan mie instan dan kopi. Mereka bertiga ini memang cukup ahli memasak makanan ini.
Mas Ryan dan Mas Simon berusaha menyalakan api dikarenakan suhu udara di latar Ombo ini yang sudah cukup dingin, yang cukup menyulitkan kami membuat api.
Yang benar saja, karena kayu api yang kita dapat tadi dalam kondisi basah, mau tidak mau kami harus sabar untuk bisa membuat api.
Hawa yang berada di sekitarmu kurang nyaman, aku bisa merasakan nya, semoga saja ini bukan pertanda apa-apa. Aku hanya takut jikalau ada sesuatu hal yang tidak di inginkan terjadi.