Suhu yang cukup dingin mulai menusuk ke tulang-tulang kami. Adaptasi dengan tempat yang baru. Tak terasa pos 2 yang kami harapkan akhirnya kami sampai distu.
Ternyata sudah ada beberapa pendaki lain yang beristirahat, baik yang baru berangkat mendaki atau turun dari puncak untuk melepas lelah sejenak dan mengobrol dengan pendaki yang lain.
Risma dan Putri membantu Shella duduk di dekat pondok kecil sembari meluruskan kaki mereka bertiga. Ketiganya bersandar pada pondok kecil yang ada di pos 2 ini. Pohon-pohon besar menyelimuti pos 2 dan ada suara gemuruh air.
Ternyata ada mata air kecil yang keluar di dekat pos 2 yang di kelola dengan baik untuk keperluan pendakian, Baik digunakan untuk memasak atau air minum. Aku duduk di atas batu yang ada di dekat pondok, tempat Risma, Shella dan Putri beristirahat.
Aku menanyakan bagaimana kondisi Shella.
"Gimana Shel masih amankan?" tanyaku sambil mencoba duduk melepas tas ranselku. Huh rasanya lega, melepas beban berat di pundakku.
"Alhamdulillah cukup kuat, ya meskipun lecet sedikit nih menyiksa sekali hehe." jawab Shella sedikit tersenyum.
"Semangat ya, pasti kita support kamu terus sampai ke puncak sana." ucapku memegang pundaknya.
"Siap terimakasih banyak ya A." Shella menjawab sambil melempar senyum padaku hehe.
Aku bersandar ke tiang pondok sambil berisitrahat sejenak, minum dan makan camilan yang sudah kami bawa tadi untuk persiapan selama pendakian kami, agar tidak mengantuk dan sedikit menahan rasa lapar sampai kita berhenti di pos-selanjutnya untuk makan.
Terlihat Mas Ryan dan Mas Simon berkeliling di sekitar pos 2 membawa pisau kecil. Aku bertanya kepada mereka.
"Cari apa mas kok muter-muter dari tadi?."
"Ini lho cari kayu kecil-kecil buat perapian kita, kan tadi habis hujan jadi cuaca cukup dingin biar kita tidak kedinginan nanti." jawab mas Ryan.
"Iya mas sekalian bisa buat kopi nanti wkwkwk." jawabku sambil terkekeh.
Mas Ryan dan Mas Simon mulai mengumpulkan kayu yang di dapat. Siswanto membantu menata membuat perapian untuk kami semua. Fajar mengeluarkan korek apinya untuk membuat perapian kecil. Sedikit susah untuk membuat perapian kecil karena kayunya basah karena kehujanan dan cuaca malam hari yang dingin, angin berhembus membuat kami semua sedikit kesulitan membuat api.
Semakin malam, kabut mulai turun menyelimuti Gunung Panderman dan Kota Batu. Jarak pandangan kami mulai berkurang karena kabut dan tenaga yang mulai lelah.
Kami beristirahat menunggu perapian siap untuk kami menghangatkan diri dan membuat kopi. Aku membuka ransel mencari alat masak untuk merebus air, membuat kopi dan mie instan. Ternyata perut kami semuanya sudah keroncongan tanda mulai lapar hehehe.
Risma dan Putri mulai mempersiapkan kopi sachet dan mie instan, di samping menemani Shella yang bersandar. Mas Ryan dan Mas Simon masih berupaya untuk mempercepat membuat api, karena kita ingin segera ngopi dan makan.
Fajar mencari air di sumber mata air yang berada di dekat pos 2, dengan membawa botol kosong yang kami persiapkan khusus. Fajar berjalan mendekati sumber mata air yang sekelilingnya banyak pohon besar.
Api mulai menyala sedikit besar, kami mulai mendekat ke api untuk menghangatkan diri, kecuali Fajar yang mengambil air.
Karena rasa curiga kenapa Fajar lama sekali tidak kembali kesini, aku memutuskan untuk menyusulnya melihat kenapa dia lama sekali, padahal hanya mengambil air.
Aku menyalakan senterku untuk berjalan menuju rute mata air itu tempatnya agak kebawah di samping pos 2. Jalan nya cukup licin karena hanya tanah liat. Tetapi setelah aku sampai disana, aku bingung dan sekaligus ketakutan, karena ternyata Fajar tidak ada disana, hanya botol yang terisi penuh air.
Aku mendekati botol tersebut dan mencari keberadaan Fajar dimana. Aku mencari kesana kemari tetapi tidak menemukannya. Aku mulai khawatir dengan keberadaannya.
'Plak'
Tiba-tiba saja, ada sesuatu atau seseorang yang menepuk pundakku.
Dalam hati, aku hanya berdoa dan memohon "Ya Tuhan, ini siapa yang menepuk pundakku. Kalau ini nanti makhluk halus tolong lindungi aku."
Kaki dan tubuhku gemetar dan aku memicingkan mata dan perlahan memberanikan diri untuk menoleh ke arah belakang.
"Duarrrrr, hayooo ngapain disiniii."
"Huaaaaaaaa"
Aku langsung berteriak dan memukul lengan Fajar sebagai spontanitasku kaget. Aku rasa Fajar sengaja membuatku ketakutan di tempat ini. Memang dasar.
"Aduh sakit." jawab Fajar sambil memegangi lengan yang aku pukul.
"Kamu sih main-main gak jelas sembunyi segala, mana cari air lama banget kita udah nunggu kelaparan nih." jawabku agak kesal.
"Mana ini di gunung banyak penunggunya jadi harus jaga sikap kamu, jangan gegabah yang membahayakan kami semua ya." imbuhku memarahi dia.
"Wkwkwk yasudah minta maaf ya, kamu sih masih percaya aja sama yang begituan, ini udah zaman modern masih aja percaya." jawab dia sambil tertawa.
"Sudah, sudah ayo bawa airnya. Kasian udah lama mereka menunggu air ini." ajak ku dengan raut wajah yang masih kesal padanya.
"Cusssss berangkat."
Aku berjalan dahulu di susul fajar yang membawa beberapa botol berisi air dia ambil tadi. Ternyata teman yang lain sudah menunggu kita, mereka sudah mempersiapkan alat memasak. Mie instan dan kopinya pun sudah di buka tinggal di masak aja.
Sesampainya di pos tersebut, Mas Simon menanyakan kami berdua lama sekali mengambil airnya.
"Lama banget ambil airnya, ngapain aja sih disana." Kata Mas Simon dengan nada agak tinggi.
"Ini Mas, (aku menyerahkan botol berisi air) si Fajar kagetin aku disana, pas aku cari hanya botolnya aja yang ada, eh orangnya menghilang." jawabku mencoba menjelaskan.
"Maaf Mas tadi kebelet buang air kecil, jadi ya nyari tempat dulu buat buang air kecil, karena udah kebelet, jadi aku tadi buang air kecil nya di bawah pohon besar yang ada di sana tadi." jawab Fajar sambil mengaruk-garuk kepala serasa tidak bersalah.
"Waduh kamu jangan sembarangan ya kalau buang air kecil, meludah, berkata kotor atau membuang sampah sembarangan di gunung, bisa bahaya nanti." jawab Mas Simon.
"Beener tuh kata Mas Simon. Soalnya bukan hanya kita aja disini yang hidup, tapi ada hewan dan makhluk lain yang hidup disini jadi kita harus saling menghormati dan menjaga alam." jawab Mas Ryan menyaut.
"Ahhh Mas yang bener aja kan mereka gaktau kalau kita buang air kecil atau sampah sembarangan, daripada kita membawa sampah naik turun, yakan bikin berat. Ya mending kita buang aja disini, biar nanti ada petugasnya yang membersihkan sendiri." jawab Fajar dengan percaya diri.
"Kamu di bilangi gak percaya sih, Jar." sahut Mas Ryan.
"Sudah, sudah mari masak mie dan ngopi dulu, biar tenang dan santai melepas lelah ini kan udah pada lapar juga kalian habis berjalan ini tadi." ucap Risma mengalihkan topik pembicaraan.